Chapter 7 - Don't Wanna Cry

1K 108 22
                                    

Seungcheol tdak membalas pesan Jeonghan, membuat sang omega makin gusar.

Tidak ingin terus bergelut dalam ketidakpastian seperti ini, ia nekat berkunjung ke apartemen Seungcheol setelah jam kerja pria yang lebih tua itu. Jika perlu, ia akan menunggu di depan pintu apartemen hingga Seungcheol pulang. Sudah seharian ia berada di rumah -- ia bahkan membolos kuliah -- untuk meyakinkan dirinya bahwa keputusan untuk memberi tahu Seungcheol adalah yang terbaik.

Ia merapikan penampilannya, untungnya bengkak di matanya sudah jauh berkurang, sebelum bergegas ke halte bus. Benar saja, sesampainya di sana, apartemen itu masih tampak gelap dari luar. Baik Seungcheol maupun Joshua belum kembali dari kantor mereka. Kalau begitu, Jeonghan akan menunggu sesuai rencana awalnya.

Ia menekan passcode pintu unit Seungcheol dan duduk di ruang TV-nya dalam kegelisahan. Selama menunggu itu, ia juga mencoba menghubungi Seungcheol, tapi selalu operator yang menjawab. Ia makin tidak tenang. Entah sudah berapa lama ia melamun, yang pasti ketika ia tersadar, sosok Joshua sudah berdiri di depannya menenteng sekantung belanjaan dari super market.

Seorang diri.

"Jeonghanie? Sudah berapa lama kau di sini?" Tanya Joshua lembut.

Ia sudah terbiasa dengan Jeonghan yang mempersilakan dirinya masuk sendiri setiap kali omega itu mengantarkan makanan dari bibinya atau sekadar berkunjung. Namun, kali ini Jeonghan tidak terlihat baik-baik saja. Tatapannya seperti kosong saat ia menemukannya duduk di sofa itu. Jeonghan bahkan tidak mendengar suara pintu dibuka dan langkah kakinya yang mendekat. Dari jarak lebih dekat begini, ia juga dapat melihat dengan jelas keadaan mata Jeonghan. Ia jadi khawatir.

"Ah... mungkin sekitar satu atau dua jam? Aku tidak terlalu ingat." Jawab Jeonghan sembari melirik jam dinding.

Joshua hanya mengangguk. Ia akan bertanya lagi nanti.

"Kebetulan. Kau mau menemaniku makan malam? Ternyata tidak ada si rakun pemalas itu sepi juga." Katanya, beranjak menuju dapur untuk meletakkan belanjaan bahan makanannya.

Tentu saja yang dimaksud Joshua adalah sepupunya. Jeonghan mengerutkan keningnya, penasaran.

"Seungcheolie-hyung tidak pulang malam ini? Apa dia sedang dinas ke luar kota?"

Jeonghan menyusul Joshua, hendak membantu menyiapkan makan malam -- meskipun hanya makanan siap saji yang butuh di-microwave. Joshua menoleh padanya dan menggeleng.

"Kau... yakin ingin tahu?"

Jeonghan punya firasat ia tidak akan menyukai jawabannya.

"Cheolie menginap di apartemen Nayeon sejak kemarin malam. Dan dia bilang Nayeon memintanya untuk menginap lagi selama beberapa hari ke depan, makanya dia menyuruhku membawakan bajunya tadi pagi."

Joshua merasa bersalah karena Jeonghan langsung menunjukkan raut kecewanya mendengar informasi itu.

"Oh, begitu ya..." Gumam Jeonghan pelan.

Ia paham sekarang. Seungcheol tentu saja lebih memprioritaskan waktunya bersama Nayeon ketimbang bertemu dirinya, yang notabene bukan siapa-siapa di hidupnya. Sekalipun ia bilang ada hal penting yang harus disampaikannya. Ini membuatnya bertanya sendiri; apakah omega pria sepertinya memang tidak pantas untuk bersanding dengan alpha? Kira-kira apa yang selama ini Seungcheol pikirkan tentang dirinya?

"Jeonghanie? Kau melamun lagi..."

Runtutan pertanyaan Jeonghan buyar saat Joshua mengguncang sebelah bahunya pelan.

"Maaf, hyung... Aku harusnya membantumu." Kata sang omega, yang segera berpindah untuk menyiapkan peralatan makan di meja.

Kemudian mereka melahap makanan yang dibeli Joshua sambil sesekali mengobrol. Joshua pun menggunakan kesempatan tersebut.

Punch to the Heart - CoupshanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang