VI

274 228 69
                                    

jaemin

aku tahu, ambara tidak tertidur.
ia pasti membacanya, karena ambara juga tipe yang cepat penasaran.

ambara.. kamu seharusnya selangkah lebih maju dibanding lawanmu.

"ambara, babe makan siang." aku menepuk pelan pipinya, dan ya ia pura-pura seperti orang yang baru saja bangun tidur.

"hm?" suaranya terdengar serak, khas orang bangun tidur. tapi ambara, aku bukan orang yang mudah di tipu.

"makan, sayang. jangan skip makan, kamu sering skip ya? mau aku marah??" aku berpura-pura marah. tidak, nada bicaraku tidak setinggi orang yang sedang di selimuti amarah.

"jaemin, suapin!" ambara mengusap matanya. aku segera mencegahnya.

"jangan, nanti jadi merah. ayo, say aaa." aku menyodorkan makanan yang ada di depan, tepat di bibir ambara.

"khamwu nda mam?" lucu.

"kamu dulu, jangan ngomong dengan mulut penuh, nanti kesedak." aku mengusap makanan yang ada di pinggir bibir ambara, lalu menjilat jariku.

"jaemin jorok!"

sesampainya disana, aku ditarik ambara masuk ke dalam mall terbesar yang ada di bali.

"jaemin, aku mau itu!"

"jaemin aku mau ini!"

"jaemin yang ini bagus ngga? atau bagusan yang ini?"

"jaemin, liat deh, ihh lucu banget, mau satu ya?"

nyawaku seperti hilang setengah jika berbelanja dengan ambara, aku tidak menyukainya.

"ambara, kamu ngga cape, babe? mall nya ngga akan hilang kalaupun kamu pulang, ayo istirahat dulu."

ambara menggembungkan pipinya, aku segera menariknya.

"JAEMINNN" aku tidak suka ambara yang merengek.

"pulang ke hotel atau aku tinggal kamu disini?"

blood house Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang