24. End For Us

30 5 2
                                    

Kalau bisa bicara dengan awan,

Maka, mungkin ...

Aku akan mengatakan padanya.

Untuk menunjukkan arah pulang.

"Serius, ini gedungnya?" Jisung melihat ke sebuah gedung yang terletak di belakang taman sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Serius, ini gedungnya?" Jisung melihat ke sebuah gedung yang terletak di belakang taman sekolah.

Minho dan Hyunjin spontan mengangguk, karena memang mereka baru ingat memiliki gedung baru yang diletakkan persis di taman sekolah belakang, sehingga mereka berdua tidak pernah sekalipun ke sana.

"Daripada sekolah, ini lebih mirip dengan gedung universitas." Jeongin menimpal. Changbin mengangguk lalu merangkul termuda untuk memasuki gedung berlantai tiga dengan dinding luar dijalari dedaunan.

Felix memberikan banyak tongkat bisbol kepada yang lainnya, beruntung mereka memiliki achery club dan peralatan memanah masih disimpan di gudang. Minho dan Jeongin yang diyakini untuk memegang peralatan tersebut.

Hyunjin melihat sekitar dengan Felix menaiki tangga ke lantai dua dengan Jeongin dan Changbin. Minho dan Jisung berada di lantai satu melihat rentetan buku yang dipajang.

"Minho."

"Minho."

"Ck. Lee Minho."

"Ck. Sebenarnya kita mencari apa?" gerutu Jisung yang telah jengah memanggil pemuda di depannya. Dengan kesal, dia menarik lengan Minho, namun kemudian ditepis kasar.

"Apa?" tanya Minho.

Jisung berdecak, "Apa yang kita cari di sini?"

Minho menarik asal sebuah buku bersampul coklat tebal yang terlihat kusam dan membukanya tanpa minat, "Entah lah mungkin saja ada petunjuk di sini."

"Min, itu ... apa?" Jisung memelankan suaranya saat mengintip ke dalam ruangan yang diciptakan oleh Minho.

Minho mengernyitkan dahinya, tanpa berpikir panjang dia menekan bulatan perak di dinding rak tersebut dan terdengar suara mesin bekerja.

"Lee Minho!" teriak Jisung yang segera dibalas dengan derap langkah dari arah tangga. Matanya melotot takut akan lorong yang dibuat oleh dua rak lemari yang berdempetan.

"Apa? Apa? Ada apa?" tanya Hyunjin dengan panik. Dia mengkhawatirkan sang kakak, namun melihat Minho yang melongo di depan lorong gelap yang tidak pernah dilihat, dia cukup paham dengan kondisi dan kembali tenang.

Changbin menepuk pundak Minho, tersenyum tipis, "Ayo, kita harus masuk."

Dipimpin oleh Minho dan Changbin, Hyunjin dan yang lainnya segera mengekor. Lorong gelap yang hanya disinari oleh lentera merah, lorong yang panjang dan becek hingga sepatu mereka harus merelakan diri kebasahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Death Hunter • HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang