3. Mulai terbuka

173 35 12
                                    

Keadaan ladang bunga matahari milik keluarga Zhehan saat ini cukup ramai oleh para bapak-bapak yang akan bertugas menanam bibit dan menjual sebagian bibit untuk dikembangkan lagi di perusahaan yang lebih besar.

Bajunya kini sudah bermandikan keringat. Cuaca hari ini sangat panas, bahkan awan pun tidak berani muncul. Sekarang Zhehan sudah mengungsi di teras rumah bambu tempat menyimpan pupuk dan peralatan perkebunan lainnya seraya mengibaskan kaosnya. Mengusir rasa gerah di tubuhnya.

Sebenarnya, yang gerah bukan hanya tubuhnya saja, tetapi juga hatinya. Sudah satu minggu semenjak peristiwa pasar malam minggu lalu yang sebenarnya Zhehan malas mengingatnya, ia kini merasa jauh dengan Gong Jun. Pria bongsor itu kini sudah mempunyai kesibukannya sendiri, sudah punya prioritas lain selain dirinya.

Gong Jun jadi jarang menyambangi rumahnya, mengirim pesan random pun sudah jarang. Pernah sekali Zhehan mengajak Gong Jun bermain bersama di rumah pohon buatan ayah Gong Jun untuk sekedar bermain basket lantaran di sana juga terdapat  lapangan basket kecil yang letaknya tak jauh dari rumahnya dan rumah Gong Jun, hanya lebih memasuki gang sampai mentok, lalu bertemu seperti hutan kecil. Disebut seperti itu karena keadaan di sana masih asri, penuh berbagai macam pohon. Dari yang kecil hingga yang besar dan tua.

Namun, Gong Jun menolak dengan halus. Katanya, ia ingin berkencan bersama Zhou Yutong. Dan Zhehan mengakhiri percakapan itu dengan jawaban 'Oke' pada roomchat.

Selama satu minggu pula Zhehan uring-uringan, galau di kamar sembari memakan keripik singkong buatan Mama. Setiap malam, ia mematikan lampu, menyalakan PC, memakai headset bluetooth dan lalu menyetel lagu galau. Benar-benar melankolis sekali, yang bahkan sama sekali bukan gaya Zhehan.

Saat mengibaskan celananya yang terkena debu, maniknya tanpa sengaja melihat siluet lelaki yang berlari kecil, hampir beberapa kali menabrak bapak-bapak yang sedang berjongkok. Menanam benih di tanah yang sudah digarap. Zhehan mendengus saat mendengar lelaki itu berteriak memanggil namanya. Kadang Zhehan malu dengan tingkah kekanakan sahabat bongsornya itu.

"ZEHAN!! ADA KABAR GEMBIRA BUAT LO NIH!"

Kabar gembira buat lo kali, Jul. Kabar duka buat gue.

Mengabaikan Gong Jun yang sedang terengah-engah, Zhehan meminum air dari botol yang ia ambil dari kardus di sampingnya. Tak memperdulikan Gong Jun yang tampaknya juga kehausan.

"Han, bagi minumnya. Kering nih tenggorokan gue." Gong Jun memperagakan gerakan mengusap tenggorokan sembari muka dibuat sesedih mungkin.

Zhehan mengambil satu botol penuh dan langsung melemparkannya pada Gong Jun. Walaupun hatinya sedang dilanda mood yang buruk dan lelah, ia masih bisa berbaik hati pada sahabatnya.

"Makasih." Gong Jun langsung menenggak air dari botol tersebut sampai tandas. Kemudian ia melemparkannya ke sembarang arah. Ia kembali fokus pada Zhehan dibarengi wajah yang berseri.

"Han, tahu nggak?" Gong Jun menatap serius pada Zhehan. Seolah kalimat yang akan ia ucapkan berikutnya adalah sesuatu yang sangat genting. Kedua tangan Gong Jun memegang pundak Zhehan. Membuat lelaki yang lebih pendek itu mau tidak mau mendongak, menatap balik pada Gong Jun.

"Apa?" Bola matanya memutar. Sungguh, Zhehan sedang malas dan sedang tidak ingin bercemburu ria.

"Gue diajak makan bareng sama bapaknya," lapor Gong Jun dengan riang gembira. Kentara sekali dengan Zhehan yang langsung berwajah masam.

Kan... Tambah penyakit lagi nih gue.

"Lo kenapa, sih? Kok kecut banget tuh muka. Nggak seneng lo sahabat sendiri diacc camer?" Gong Jun rupanya menyadari keganjalan dari ekspresi wajah Zhehan. Tangannya turun dari pundak ke kedua sisi lengan Zhehan. Bahkan wajahnya pun menunjukkan ekspresi layu.

Pulang | JUNZHE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang