4. Hari terakhir

177 38 11
                                    

Zhehan berkaca di cermin lemarinya. Ia merapihkan kaos berlengan panjang warna putih bergaris hitam. Bayangan dirinya tersenyum, sangat kontras dengan suasana hatinya yang saat ini tengah kacau. Menghembuskan napas dari mulut, Zhehan bertekad untuk menjadikan hari ini adalah hari yang akan paling ia kenang sebelum semuanya pergi.

Setelah menutup pintu, Zhehan pergi ke ruang tamu dan mendapati Gong Jun yang tengah bersandar dengan satu lengan menutupi matanya. Sangat paham dengan tingkah Gong Jun yang satu ini. Jika sedang dirundung frustasi, pasti lelaki bongsor itu akan berdiam diri di kursi atau kasur dengan posisi seperti itu.

"Jul, lo nggak tidur, kan?" Zhehan berusaha untuk sebisa mungkin untuk bertingkah semua ini belum terjadi.

"Nggak," sahut Gong Jun dengan suara serak. Kemudian, Gong Jun bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di hadapan Zhehan. Tatapannya dingin, sebelum akhirnya Gong Jun menutup mata seraya mendongak dan menarik nafas dalam-dalam. Mencoba melupakan kejadian sebelumnya.

"Ayo, takut kesiangan, kita punya banyak tempat yang harus didatengin." Gong Jun berkata selayaknya tak ada sesuatu yang terjadi sebelumnya. Bahkan, saking profesionalnya dalam hal drama. Ia masih bisa menyunggingkan senyum, meski matanya menunjukkan kekecewaan.

Zhehan terkekeh sembari menggeleng, ia lalu mendorong tubuh bongsor itu ke arah belakang rumahnya.

"Cuci muka dulu sana! Nanti gue disangka ngapa-ngapain lo lagi. Cepet, nggak pake lama!" Gong Jun menurut, ia pergi ke ruang belakang dan langsung masuk ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.

Saat itu, Zhehan hanya tersenyum pilu.

***

Destinasi pertama, Zhehan mengajak Gong Jun ke rumah pohon. Niatnya ingin mengajak bertanding dengan Gong Jun. Menguji apakah kemampuan manusia bongsor itu masih ada atau tidak. Dengan tas jaring yang berisikan bola basket, Zhehan percaya diri akan mengalahkan Gong Jun.

"Lo masih bisa kan main basket?" Zhehan mengeluarkan bola basketnya dan mulai memantul-mantulkannya di tanah.

Gong Jun tersenyum tipis, "Jangan salah, Han. Lo juga tahu gue kan sebelum cidera waktu itu? Begini-begini pernah bikin nama sekolah bangga." Dengan sombongnya, Gong Jun menepuk-nepuk dadanya. Memang benar adanya, tim Gong Jun pernah memenangkan pertandingan di tingkat provinsi. Mengalahkan tim Zhehan yang notabenenya masih satu sekolah.

Zhehan mendecih, "Oke. Sekarang buktikan." Posisi Gong Jun sudah bersiap-siap menghalang Zhehan. Namun, ternyata Zhehan lebih gesit dengan tubuhnya yang lebih kecil dan dengan gampangnya memasukkan bola ke dalam ring.

Kedua, ketiga, bahkan keempat kalinya Gong Jun kecolongan. Dari Zhehan yang tiba-tiba muncul dan merebut bolanya, menghindar dengan gesit sampai berputar-putar, hingga yang paling curang adalah menggelitik pinggang Gong Jun saat hendak merebut bola dari tangannya. Benar-benar tidak adil.

Dengan bergaya meledek seraya menjulurkan lidahnya, Zhehan menggoda Gong Jun. Melihat wajah itu memerah karena kesal.

"Curang, lo! Nggak-nggak, pokoknya pertandingan ulang!" Tentu Gong jun tidak terima. Pasalnya ia sudah dikerjai dan Zhehan selalu saja memasukan bola ke dalam keranjang. Gong Jun tidak terima itu.

Mulut Zhehan cemberut. Ia memeluk bola basketnya dengan erat seraya menggeleng hebat, "Nggak. Udah lo terima aja, kemampuan lo itu di bawah gue, Jul." Tangannya mengambang rendah, menggambarkan kemampuan Gong Jun dalam bermain basket.

"Nggak! Sini bolanya." Gong Jun mengejar Zhehan, berusaha mengambil bola basket tersebut dari pelukan Zhehan. Sementara, lelaki itu berlari. Menghindar setiap kali Gong Jun hampir berhasil merebut bolanya.

Pulang | JUNZHE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang