Epilog

270 39 12
                                    

Selain bunga matahari yang menjadi kesukaan Zhehan, bunga hydrangea warna biru juga termasuk yang disukai. Persis seperti warna kesukaannya. Dan kini Gong Jun membawakannya untuk Zhehan di tempat tinggal barunya. Bunga yang Gong Jun pilih pun tak sembarangan. Ia meminta yang paling segar, baru dipetik langsung dari kebun untuk orang spesial di hatinya. Tak lupa juga beberapa bunga lavender untuk sedikit hiasan agar bertambah cantik serupa dengan si penerima nantinya.

Kaki jenjangnya menyusuri jalan yang lurus, dan lalu berbelok. Berhati-hati kala berjalan, takut ia merusak rumah orang lain. Bahaya jika itu benar-benar terjadi, bisa-bisa Gong Jun diteror.

Akhirnya Gong Jun sampai di rumah baru Zhehan. Tempat Zhehan beristirahat dari semua hal duniawi. Satu buket yang ia bawa, ia letakkan di atas nisan Zhehan. Posisinya Gong Jun berjongkok di samping Zhehan berbaring. Mengusap nisan tersebut, menghapus debu yang bersarang di sana.

"Han, cukup kesusahan gue nyari bunga yang lo suka. Pengennya beli di Mama aja. Tapi dulu waktu SMA pas study tour, gue inget banget lo pengen punya bunga hydrangea waktu kita mampir di taman bunga." Gong Jun tertawa kecil sebentar, dan lalu ia melanjutkan.

"Inget, kan, gue pernah ngeledek lo gara-gara suka bunga? Eh sekarang, justru gue yang sering beli buat lo, Han." Tangan Gong Jun sibuk mencabuti rumput yang sudah mulai tumbuh di atas tanah tempat Zhehan beristirahat. Dirinya tersenyum kecil dan menatap nisan itu dengan lekat.

"Lo jahat, Han. Gue udah mulai membuka diri, lo malah pergi. Ninggalin gue jatuh cinta sendirian. Lo bales dendam, ya?" Meski ia tak mendapat balasan, Gong Jun tetap melanjutkan sembari kembali mengusap nisan Zhehan. Seolah ia mengusap kepala kesayangannya.

"Gue nggak tahu ini udah ke berapa kalinya gue curhat sama lo. Tapi, gue harap lo nggak bakal bosen, ya." Gong Jun tersenyum lebar. Tanpa sadar, airmata sudah siap jatuh dari sudut maniknya.

"Zehan, gue kangen sama lo. Udah hampir empat tahun loh, Han, lo pergi. Dan, tahu apa yang bikin berat dari sebuah perpisahan?" Entah mengapa, mendadak Gong Jun rindu. Angin berhembus, sejuk dan nyaman melingkupi sekitar Gong Jun. Untuk sejenak, ia merasa Zhehan ada di sekitarnya.

"Perpisahan dari kisah yang belum usai ditulis bersama. Ya... Gue tahu, lo udah nyuruh gue buat tulis kisah versi gue sendiri, kan?" Ada jeda sebentar. Gong Jun menatap nanar pada nisan di depannya.

"Tapi gue nggak bisa," lirih Gong Jun.

"Gue nggak bisa. Selama ini, gue baru nulis satu lembar. Karena emang kisah gue cuma segitu, nggak ada tambahan." Gong Jun terkekeh. Memang benar, sejak Zhehan pergi, ia baru melakukannya satu kali. Juga isinya adalah awal-awal ia dan Zhehan saling mengungkapkan isi hati dan menjadi sepasang kekasih. Selebihnya, ia tidak tahu ingin menuliskan apa di sana. Setiap kali ingin memulai, Gong Jun tidak sanggup dan berakhir dengan menangis.

"Han, tahu nggak persamaannya lo sama rumah?" Jemari Gong Jun mengusap nisan Zhehan dengan halus.

"Sama-sama tempat pulang. Tapi, ada bedanya. Tahu nggak apa?" Mungkin jika ada orang yang melihat Gong saat ini. Tentu, lelaki itu akan dicap sebagai orang gila. Tetapi, Gong Jun tidak peduli. Ia benar-benar rindu Zhehan-nya.

"Kalau rumah, tempat raga gue pulang. Tapi, kalau lo, tempat hati gue pulang."

Gong Jun mencium nisan itu, bulir bening langsung menetes. Jatuh tepat di atas nama Zhehan. Hingga getar ponsel di celananya bergetar. Segera Gong Jun melepaskan kecupannya, mengambil ponselnya dan menjawab panggilan dari seseorang di seberang. Setelah itu, ia kembali menaruh ponselnya di saku celana dan menghapus jejak airmatanya.

"Gue pamit, ya? Mau jemput Idan. Namanya sengaja gue kasih sama kayak lo, biar berasa ditemenin."

"Gue masih nggak nyangka anak seimut Idan dibuang sama orang tuanya ke panti asuhan." Gong Jun menggeleng simpati. Mengingat bagaimana ia bertemu dengan Idan, anak angkatnya, di panti asuhan. Waktu itu, saat ia datang mengunjungi panti asuhan untuk sekedar memberikan sumbangan, ia menemukan satu anak lelaki yang sangat menyita perhatiannya. Dan sejak pertama kali ia melihatnya, Gong Jun langsung merasa sayang dengan anak itu dan langsung mengadopsinya. Ia juga memberi nama anak tersebut serupa dengan Zhehan.

"Jaga diri baik-baik, ya? Gue pergi dulu. Kalau ada waktu senggang, gue bakal ke sini. Sekalian bawa Idan biar kalian bisa saling kenal." Gong Jun bangkit, mengibaskan baju serta tangannya. Memandang nisan kekasihnya dan mulai melangkah menjauh dari sana.

Tanpa diketahui oleh Gong Jun, seseorang dengan pakaian serba putih berdiri di dekat pohon kamboja belakang Gong Jun berjongkok tadi, memperhatikan dari jauh dengan senyuman lebarnya. Lalu, tiba-tiba datang seekor kucing putih yang mendekatinya. Lantas Zhehan memekik kecil karena menahan gemas, ia langsung mengusap kepala kucing tersebut dan membisikkan sesuatu. Dan lantas kucing itu berlari mengejar Gong Jun.

"Gue juga kangen, Julian."

Dan dalam sekejap, Zhehan menghilang. Terbawa oleh angin bersama daun kering yang tak sengaja terlepas dari ranting. Seakan ikut menghantarkan kepergian bayangan tersebut.

Kucing Persia putih itu menyundul kaki Gong Jun berkali-kali sampai lelaki bongsor itu berhenti untuk sekedar mengecek sesuatu yang di bawah kakinya.

"Loh? Ini kucing siapa?" Gong Jun menengok ke sana ke mari. Merasa bingung kenapa seekor kucing rumahan bisa lepas di area pemakaman. Tetapi, setelah ia melihat kucing itu, ia langsung teringat pada Zhehan. Kekasihnya memang menyukai kucing, terlebih berwarna putih. Setelah mengecek lehernya, ternyata kucing tersebut tak memiliki kalung pemilik. Tanpa berpikir panjang, Gong Jun membawa dalam gendongannya.

"Kayaknya lo bakalan gue bawa, Cing. Jadi temennya Idan. Pasti dia seneng."

Dan setelah itu, Gong Jun benar-benar pergi dari sana.

End.

Pulang | JUNZHE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang