Ragu (15)

754 117 13
                                    

Waktu menunjukkan pukul sembilan lewat empat puluh lima menit saat motor yang membawa mereka berdua masuk kedalam komplek perumahan tempat tinggal Nura.

Tidak ada yang bersuara, keduanya sama-sama diam.

Sejak Bintang menyuarakan kalimat terakhirnya tadi, Nura tidak menjawab apa-apa. Mereka sempat saling bersitatap selama beberapa detik sebelum akhirnya Nura berdiri dan mengatakan bahwa hari sudah semakin malam dan mereka harus segera pulang. Laki-laki itu juga tidak bersuara, hanya mengikuti apa yang Nura katakan, meninggalkan atap gedung olahraga. Tidak ada yang mengatakan apapun, bahkan saat keduanya sama-sama kembali menaiki pagar untuk keluar. Nura tidak berbicara sepatah katapun. Bintang, laki-laki itu hanya sekali berbicara saat mengingatkan Nura untuk berhati-hati saat gadis itu akan melompat.

Masalahnya, tingkah laku Nura yang seketika berubah membuat Bintang tidak tau harus berbuat apa.

Dirinya juga merasa bingung.

Kesunyian itu masih terus berlanjut sampai motor Bintang tiba di depan rumah Nura. Gadis itu turun, membuka helm dan memberikannya pada laki-laki itu

"Thanks."

Bintang hanya bisa diam di atas motor saat Nura berbalik begitu saja setelah berterima kasih dan masuk kedalam rumah melewati gerbang.

Tidak ada sapaan lainnya

Tidak ada senyum

Bahkan saat mengatakan satu kalimat tadi, gadis itu tidak melihat kearahnya

୨⎯ ✧.* ⎯୧

Setelah masuk kedalam rumah, Nura berdiri bersender di pintu utama yang terbuat dari kayu jati tersebut. Gadis itu menatap kosong ruang luas didepannya sambil berpikir apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

Tangannya berada di dada, menekannya kuat-kuat. Pasalnya, debaran di jantungnya tak kunjung berhenti setelah tujuh kata tadi keluar dari mulut laki-laki itu.

"Gue mau jadi bintang yang lo suka."

Nura menggeleng pelan, berusaha menghilangkan kalimat itu dari pikirannya. Bayangan bagaimana tatapan Bintang setelah mengatakan kalimat itu masih terus terputar di kepala.

Tatapan penuh keyakinan, yang sempat membuat Nura merasa terkunci selama beberapa detik setelah melihat manik mata itu. Gadis itu merasa tidak ada sandiwara disana, bukan lelucon atau sekedar kalimat puitis.

Dan hal itu entah mengapa membuat dirinya takut, takut dengan hal yang tak bisa gadis itu jelaskan bagaimana maksudnya. Perasaan aneh yang menjalar, yang sebelumnya belum pernah ia rasakan.

"Nura?."

Suara berat dari arah depannya membuat gadis itu mendongak, mendapati seorang laki-laki sedang menuruni tangga. Pria berusia sekitar empat puluhan itu tampak gagah seperti biasanya, tegap dan penuh wibawa.

Nura menyunggingkan senyum sumringah, saat mengetahui bahwa ayah-nya, Adrian Bagaskara. Tanpa mengabarkan apapun ternyata sudah kembali berada dirumah.

"Kamu ngapain berdiri disana?."

Alih-alih menjawab pertanyaan tersebut, gadis itu segera berlari kecil menghampiri. Memeluk pria itu erat, kemudian memberikan satu kecupan  pada pipi kanannya.

"Papa kapan nyampe nya?, kok gak ngabarin Nura dulu kalau mau pulang?."

Adrian tersenyum lembut "Ya kurang lebih sekitar hampir satu jam yang lalu, Papa tadi langsung nyari kamu pas nyampe, tapi pas liat di kamar kamu nya malah gak ada. Kata bibi kamu keluar, tapi kok pak Diman Papa lihat ada didepan. Kamu habis darimana terus perginya sama siapa?."

𝓢𝓾𝓻𝓻𝓮𝓹𝓽𝓲𝓽𝓲𝓸𝓾𝓼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang