Hanya Empat Hari (10)

757 124 14
                                    

Sudah hampir tiga puluh menit Nura berada di gazebo halaman belakang rumah. Sedari tadi gadis itu menatap ponselnya, tertuju pada salah satu nama kontak yang belum sempat ia ganti

'Calon Pacar Gue'

Nura bergidik ngeri setelah membaca tulisan tersebut, pikirannya kembali mengingat sikap laki-laki itu, sikap cuek, dingin dan arogan yang dia miliki. Kalau bisa waktu diputar, Nura berharap untuk tidak pernah berurusan dengan makhluk kutub itu lagi. Sebenarnya, hal itu bisa saja terjadi, mengingat gadis itu tak begitu dekat dengan si anak baru. Tapi sialnya, tugas kelompok seni mengacaukan semuanya. Mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus 'bersama' dalam kurun waktu untuk satu minggu kedepan.

"Oke Nura, rileks. Lo cuma perlu ngeluarin suara lo, lo kan gak liat mukanya dia, iya, lo harus berani."

Gadis itu berbicara sendiri, berusaha menenangkan dirinya karena walaupun nanti mereka berbicara hanya lewat ponsel entah kenapa jantungnya tetap merasa berdebar.

Nura menghela nafas, kemudian menekan ikon ponsel di layar pada nama kontak yang tertera. Selama beberapa saat Nura diam, menunggu panggilan tersebut tersambung sampai akhirnya suara seorang laki-laki disebarang sana terdengar.

"Halo?."

Nura membenarkan posisi duduknya tegak, menarik nafas untuk yang kedua kalinya.

"Halo, umm—ini gue-."

"Selamat Malam, dengan Laundry Bunda Bandung, cuma disini cuci pakaian bersih dengan kwalitas yang baik dan hasil yang memuaskan. Pakaian wangi membuat istri disayang suami!. Ada yang bisa kami bantu?."

Untuk seperkian detik Nura diam terpaku. Kemudian kembali melihat kelayar ponsel. Tidak, dia tidak salah, kontak yang ia hubungi sama dengan kontak yang diberikan oleh Ari tadi siang. Tapi kenapa?."

"Halo mbak, gimana?, mau cuci pakaian berapa kilo?."

"Halo, umm, ini nomornya Bintang kan?."

"Maaf, mbak. Maksudnya?."

"Ini gue nelpon ke nomor lo yang dikasih sama Ari, anak baru yang katanya temen lo itu, tapi kok-." gadis itu tiba-tiba tersadar akan sesuatu. "Lo ngerjain gue ya?, eh kalau mau main-main jangan gini dong, gak lucu becandaan lo."

"Maaf ini ada apa ya mbak?, ini memang nomor oprasional usaha laundry bunda. Mungkin mbak nya yang keliru, mbak bisa cek sendiri ke akun offical kami, disana tertera nomor yang sama."

Nura menghela napas, memejamkan matanya. Sial, dia dikerjai!

"Umm, maaf mas, saya yang salah. Maaf ya mas, saya tutup lagi telponnya."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Nura langsung mematikan obrolan salah alamat yang tersambung. Gadis itu mengeram pelan.

Awas aja si Ari!

୨⎯ ✧.* ⎯୧

"Eh, ada apaan nih?." Ari melihat kearah Nura, gadis itu sekarang berdiri di depan pintu kelas. Menghalagi jalannya.

"Seharusnya gue yang nanya gitu sama lo."

Ari melirik penasaran. Sesaat kemudian Nura kembali bersuara.

"Maksud lo apa ngasih nomor palsu ke gue?."

"Hah?, nomor palsu?."

"Gak usah pura-pura lupa ingatan. Kenapa lo ngerjain gue dengan ngasih nomor laundry ke gue dan bilang kalau itu nomor Bintang?."

Pertanyaan yang keluar dari mulut Nura seketika membuat laki-laki itu tertawa, bahkan sampai memegangi perut. Sementara gadis didepannya melihat dengan ekspresi datar.

𝓢𝓾𝓻𝓻𝓮𝓹𝓽𝓲𝓽𝓲𝓸𝓾𝓼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang