Yang Sebenarnya (20)

547 119 42
                                    

"Halo tuan, Bintang baru saja keluar dari sekolah, apa saya-"

"Tidak usah pedulikan dulu anak itu, yang paling penting sekarang bawa Nura."

Egi mengangguk, walaupun lawan bicaranya tidak dapat melihat itu.

"Baik, tuan."

୨⎯ ✧.* ⎯୧

Ting...Tong

Suara bel beserta pintu yang digedor berkali-kali membuat Ari langsung bergegas kearah pintu, tanpa melihat-lihat lagi atau memeriksa siapa yang ada diluar, laki-laki itu langsung saja membuka lebar pintu apartemen.

"Tang, lo dari—eh."

Ardin  ambruk begitu saja ke lantai, keringat membasahi wajahnya ditambah darah yang sudah nampak mengering di pelipis laki-laki itu. Ari buru-buru berjongkok, memopong Ardin masuk kedalam apartemen dan menempatkan keatas sofa.

"Lo kenapa?, ke—kenapa jadi gini?."

Yang ditanya hanya menggeleng pelan, mengatur nafasnya sebelum pada akhirnya bersuara. "Nura mana?."

"Hah?."

"Nura dimana?, dia tadi kesini kan?."

"Dia tadi emang kesini, tapi beberapa jam yang lalu dia pergi lagi buat nyusul Bintang." ujar Ari. "Katanya tadi dia pergi bareng lo."

Ardin meringis, menahan perih disekitar kepalanya yang berkedut. Dirinya baru saja sadar setelah tadi sempat pingsan, dan menemukan tubuhnya terbaring diatas kursi mobilnya sendiri dengan AC yang menyala. Kalau ia tidak sadarkan diri, sudah dipastikan dirinya akan mati di dalam sana tanpa ada satupun yang tau.

Laki-laki itu kembali menghela nafas berat. Matanya tak sengaja melihat kearah laptop dan koran yang tergeletak diatas meja. Kemudian tatapannya lekat, melihat kearah Ari.

"Kalian cari tau semuanya?."

Ari sempat terdiam, mengetahui fakta bahwa si ketua osis yang bahkan tidak pernah mengobrol dengannya ini ternyata adalah keponakan dari Revalino membuat dirinya merasa was-was, tidak menutup kemungkinan jika Ardin juga terlibat dalam masalah ini. Siapa yang tau baik jahatnya orang lain?.

Tapi, Ari merasa tidak boleh takut. Kalaupun memang laki-laki di depannya ini adalah orang jahat, ia harus menghadapinya, semua itu demi keselamatan sahabatnya.

"Cari tau apa maksud lo?."

"Ini," Ardin mengarahkan tatapannya keatas benda-benda yang ada diatas meja. "Bintang udah tau semuanya?."

"Tau tentang apa?, tentang Adrian yang udah bunuh orang tuanya? atau tentang orang yang ternyata om lo itu adalah suruhannya Adrian yang selama ini ngancam Bintang dan nyelakaian Bella sampai dia koma?." ujar Ari

Ardin menghela nafas. Semua rencana jadi kacau sekarang. Ia ingat, dirinya sempat tidak setuju dengan pilihan om Revan untuk menyembunyikan fakta yang sebenarnya terjadi kepada Bintang karena ia tau hal ini akan terjadi. Semakin disembunyikan dan dibuat penasaran maka semakin banyak kesalahpahaman yang timbul.

Dirinya sudah tidak bisa diam saja, walaupun tidak ada perintah langsung dari Revan untuk menceritakan semuanya, Ardin sudah tidak peduli.

Baik Bintang ataupun Nura berhak tau semuanya.

"Gimana responnya Bintang?." tanya Ardin, menoleh pada Ari.

"Lo nanya responnya dia gimana?. Begok." laki-laki itu bersuara dengan nada tinggi, terlihat kesal. "Lo kira anak mana yang gak bakalan marah pas tau orang tuanya meninggal karena kecelakaan yang disengaja? dan terlebih lagi orang yang bunuh orang tua nya adalah ayah dari perempuan yang dia anggap baik, yang dia anggap malaikat penolong buat dia."

𝓢𝓾𝓻𝓻𝓮𝓹𝓽𝓲𝓽𝓲𝓸𝓾𝓼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang