Memilih Pergi (19)

538 114 36
                                    

"Ardin?."

Hanya satu kata itu yang keluar dari mulur Nura. Dahinya mengernyit, penasaran kenapa teman sedari SMP nya itu ada di disini sekarang, lebih tepatnya di gedung ini.

"Ra, lo ngapain disini?."

"Gak—harusnya gue yang nanya itu sama lo, kenapa lo kesini?."

Ardin menutup rahangnya rapat, menelan ludah. Ia tidak menduga pertemuannya dengan Nura akan terjadi disini, tanpa adanya perkiraan sebelumnya.

"Ardin?, jawab."

"Lo kesini sama siapa?, sendirian?."

Nura berdecak. "Gak penting, jawab dulu pertanyan gue, lo ngapain-"

"Lo kesini sama siapa?." nada suara laki-laki itu meninggi, membuat Nura sempat terdiam ditempatnya.

"Gue kesini sendiri."

Laki-laki itu menghela nafas, kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya, mengutak-atik layar kemudian menempelkan benda tersebut ditelinga. Ratu mengamati gerak-gerik Ardin dengan penuh rasa ingin tau.

"Halo, pak Diman."

Mendengar nama itu serta merta membuat gadis di depannya mengerjap kaget.

"Ini pak, saya mau bilang kalau sekarang Nura lagi sama saya." ujar Ardin. "Jadi pak Diman gak usah nunggu di sekolah lagi, langsung ke tempat om Revan aja, ya?."

"..."

"Iya pak gak apa-apa, Nura aman kok sama saya."

Setelah berbicara, panggilan tersebut langsung diakhiri. Ardin langsung menoleh kearah anak perempuan yang sekarang menatapnya tajam.

"Sejak kapan lo punya nomornya pak Diman?, dan—sejak kapan juga lo kenal dekat sama om Revan?."

Belum sempat Ardin menjawab, bunyi pintu yang bergeser dibelakang mereka membuat keduanya menoleh. Seorang perempuan dengan seragam suster muncul dari sana.

"Maaf, ini yang mau ngambil titipan dari dokter Radit ya?."

"Iya sus bener, saya Ardin, yang disuruh buat ambil beberapa barangnya dokter."

"Oh, ini. Semuanya sudah disatukan dalam satu tempat." ujar suster tersebut sambil memberikan map coklat ditangannya, Ardin menerima benda tersebut.

"Makasih ya suster."

"Iya sama-sama, kalau begitu saya tinggal dulu. Mari."

Pintu kembali terbuka dan suster tersebut menghilang dibaliknya. Sekarang, di lorong ini hanya ada dua orang yang saling adu tatap dengan pikiran yang berbeda.

"Dokter Radit?, tiba-tiba ditempat ini?, jangan bilang semua ini cuma suatu kebetulan." ujarnya. Gadis itu mendekat, menatap laki-laki didepannya dengan lekat. "Actually, who are you?."

୨⎯ ✧.* ⎯୧

Pria berperawakan tinggi tersebut menatap ruang kosong di depannya, tidak ada benda apapun di rumah kecil ini, tidak ada tanda-tanda adanya sebuah keluarga yang tinggal disini.

Selama ini dirinya telah dibohongi, oleh orang yang sepenuhnya ia percaya.

"Maaf tuan, saya sudah mendapatkan informasi dari masyarakat disekitar sini."

Pria itu berdehem, berbalik menoleh melihat kearah laki-laki yang baru saja bersuara.

"Mereka bilang apa?."

"Tidak ada perempuan dan cucunya seperti yang tuan sebutkan pernah tinggal di tempat ini, rumah ini juga sudah sangat lama tidak ditempati."

"Apa kamu yakin?."

𝓢𝓾𝓻𝓻𝓮𝓹𝓽𝓲𝓽𝓲𝓸𝓾𝓼Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang