.
.
.
Fael sudah benar-benar sembuh dari efek samping obat diet yang kemarin. Kini tidak mudah haus lagi, malah untuk minum segelas air saja harus dibujuk terus menerus. Namun, sama halnya seperti dulu, Fael tetap saja susah untuk diberi makan. Naya harus memikirkan banyak menu sehat dan tentunya menarik, agar Fael mau makan.
Di pagi menjelang siang ini, Fael tengah bersantai dengan sang ibu di gazebo dekat taman belakang mereka. Xam sudah membuat aturan, supaya mereka tidak keluar rumah tanpa seizin sang kepala keluarga dan tidak boleh datang ke tempat Mark. Baik rumah Mark ataupun rumah sakit tempat Mark bekerja. Akhirnya, Naya dan baby Fael pun tertahan di dalam rumah.
Suara audio musik anak-anak terdengar dari ponsel Naya, Fael yang sedang dia pangku, menyanyikan lagu yang sesuai dengan audio itu.
"Catu ditambah catu cama engan dua." Suara Fael yang cempreng pun terdengar, kepalanya ikut bergoyang saat mendengar audio itu seraya bernyanyi. Sementara Naya dia paksa untuk bertepuk tangan mengikuti lagunya.
"Dua ditambah dua cama dengan..." Fael pun terdiam, membuka lebar telapak tangannya lalu menghitung jarinya. Dua dari tangan kiri dan dua dari tangan kanan.
"Ayo berapa, sayang?" Tanya Naya sambil menjeda sebentar audio dari ponselnya.
"Empat, Ma. Dua jali tambah dua jali, jadi empat," ujarnya semangat.
"Pintar sekali anak Mama," puji Naya lalu mengecup jemari mungil putranya. Naya pun memutar kembali audionya dan Fael ikut bernyanyi mengikuti sang ibu, supaya lagu penjumlahan itu bisa benar.
Evelyn alias Jenie tak sengaja melihat momen indah antara Naya dan Fael itu. Tadinya dia ingin mengambil baju-baju Fael di area loundry room yang searah dengan gazebo. Dia ikut tersenyum melihat senyum indah Fael, dan merasa terharu dengan ketulusan kasih Naya.
Andai aku tidak bercerai dulu, mungkin aku akan seperti itu dengan Hagi. Hagi kau di mana nak...? Bisiknya dalam hati, sambil menyeka air matanya.
...
Fael kini tengah tidur siang di kamarnya, sementara Naya tengah berada di kamarnya sendiri. Fael tidur sambil memeluk bonekanya dan lengkap dengan pacifier di mulut.
Evelyn melangkah menuju kamar Fael dengan keranjang besar yang dia bawa. Keranjang itu berisi baju-baju Fael yang sudah selesai disetrika pelayan lain, dan tugas Evelyn untuk menyusunnya di lemari Fael. Evelyn melangkah dengan pelan, karena dia tahu jika Fael sedang tidur siang. Lalu wanita itupun menyusun baju Fael dengan tenang, dan tidak menimbulkan suara yang menganggu Fael.
"Euhh..."
"Mama..." Baru saja Evelyn menyusun beberapa baju, suara lenguhan terdengar dari Fael. Evelyn hanya diam, mungkin Fael hanya mengigau kecil.
"Mamah, hiks..." Fael mulai menangis. Evelyn meletakkan baju yang sedang dia pegang ke keranjang, lalu mendekati majikan kecilnya.
"Tuan, ada apa?" Ujar Evelyn lembut sambil mengusap rambut lebat Fael.
"Bobo cini cama Fael, Ma." Tanpa membuka matanya, Fael menarik tangan Evelyn untuk berbaring di sampingnya. Dia pikir itu Naya.
"Baiklah, tuan." Evelyn melepas sendal rumahnya, lalu berbaring di samping Fael. Fael langsung memeluknya erat, dan membenamkan wajahnya di dada Evelyn.
Evelyn alias Jenie, merasakan jantungnya berdegup keras, jantungnya ingin meloncat saja. Rasa ini seperti pernah dia rasakan walau tak sering. Yang dia pikirkan saat ini adalah Hagi, anak yang dulunya selalu dia perlakukan dengan kasar itu belum tahu di mana keberadaannya.
Evelyn pun mengusap rambut Fael berulang, aroma harum anak ini membuatnya tak mau jauh.
"Mama, cini gatal..." Fael merengek sambil membawa tangan Evelyn menyentuh punggungnya. Evelyn memeriksanya, ternyata ada beberapa benjolan kecil yang membuat Fael merasa gatal. Evelyn mengusap benjolan kecil itu, dan Fael merasa nyaman saja.
"Evelyn..." Tanpa sadar ternyata Naya sudah masuk ke kamar Fael.
"Nyonya..." Evelyn langsung duduk dan menjauhkan tangannya dari punggung lembut Fael. Naya mendekat, wajahnya sulit diartikan.
"Apa yang kau lakukan pada anakku?"
"Saya hanya menemaninya, nyonya," ujar Evelyn takut.
"Evelyn, tolong sadar diri kalau peranmu hanya sebagai pengasuh anakku. Tidak layak kau menemani dia saat tidur, apalagi sampai mengusap punggungnya secara langsung begini. Hanya ibunya yang boleh melakukan hal seperti itu, MEMANG KAU IBUNYA?"
"Ah...Maaf nyonya, tadi tuan Fael menangis lalu saya menenangkan dia. Itu saja," ujar Evelyn. Merasa sadar diri, Evelyn pun melanjutkan tugasnya yang sempat tertunda tadi. Sementara Naya langsung berbarik memeluk anaknya.
...
Fael baru selesai mandi sore, tubuh kecilnya dibalut handuk putih bersih. Dengan lucu dia pun berlari di sekitar kamar, sembari menunggu Naya keluar dari kamar mandi.
"Mandi...mandi...Fael cudah mandi," ujarnya sambil bergoyang-goyang kecil. Lalu berlari ke arah jendela, melompat beberapa kali, lalu berlari lari lagi.
"Baby jangan lari-lari, sayang..." Peringat Naya dengan lembut, kadang dia heran dengan Fael yang kelewat aktif. Mungkin ini yang membedakan Fael dengan El, kalau El sangat tenang dan tidak terlalu aktif.
"Sekarang anak Mama pakai baju dulu, sini mendekat," ujar Naya. Fael pun kembali berlari menghampiri Naya, lalu melepas handuknya begitu saja. Naya tidak merasa malu begitu pula dengan Fael, baginya Fael hanya seorang balita yang sedikit lebih tinggi. Sikapnya, cara bicaranya, bahkan tubuhnya sama sekali tidak menunjukkan sikap seorang remaja.
"Pakai minyak dulu supaya hangat dan wangi," ujar Naya.
"Mama, minyak ini lambut Papa pakai?" Tanya Fael dengan polos.
"Bukan, sayang. Papa tidak pakai minyak ini di rambutnya, ini untuk perut. Untuk Papa minyak rambut," jelasnya. Fael pun meminta minyak telon itu di telapak tangannya, lalu memakaikan pada perutnya sendiri.
"Mama..." Fael menatap sang ibu dengan takut, sambil melihat sesuatu yang dia perbuat tanpa sadar. Fael tiba-tiba mengompol tanpa bilang-bilang, kesalahan Mark saat Fael di dalam tabung dulu membuat anak itu tidak bisa merasakan jika ingin buang air kecil. Semua meluruh tanpa dia sadari. Naya belum memakaikan dia diaper hingga si bayi pun pipis begitu saja.
"Baby pipis tidak bilang Mama, untung belum pakai baju ya. Tidak papa, Mama tidak marah, Fael pakai diaper saja kalau begitu." Naya mencium pipinya untuk meyakinkan kalau dia tidak marah.
Setelah itu Naya pun memakaikan bajunya dan mendandani anaknya supaya terlihat semakin tampan. Lalu mereka menunggu Xam pulang kerja di teras rumah.
"Nyonya, ini susu untuk tuan kecil." Evelyn datang dari dapur, membawa susu untuk Fael dan teh untuk Naya, juga beberapa cemilan lainnya. Evelyn terpesona dengan ketampanan Fael, namun yang paling dia suka adalah bola mata anak itu. Warnanya sedikit biru, namun terlihat coklat juga karena sinar matahari sore yang menimpanya. Mata itu mengingatkan dirinya pada Hagi. Pada putranya yang tidak tahu ke mana.
"Minum susu yuk..." ujar Naya sambil memberikan segelas susu untuk Fael.
"Mama, bibi itu capa?" Tanya Fael.
"Dia bibi Evelyn, kalau Mama tidak sedang di rumah, Fael dijaga sama bibi Evelyn ya," ujar Naya.
"Bibi Elyn cantik..." ujar Fael dengan polos dan apa adanya. Evelyn hanya tersenyum canggung. Semoga dia bisa semakin dekat dengan Fael.
Next...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Experiment Son [HIATUS]
Ficción GeneralKehilangan anak satu-satunya untuk selamanya membuat Xam dan Naya sangat terpuruk. Naya tidak lagi memiliki semangat hidup dan hampir terkena depresi. Karena tidak ingin sang istri terus bersedih, Xam membuat eksperimen untuk menciptakan seseorang y...