Time: Now
---
Alin melepas sepatu heels nya, ia meringis melihat bekas lecet dibagian tumit kakinya. Sudah lama sejak terakhir kali gadis itu menggunakan sepatu dengan hak tinggi. Gadis itu mengurut pelan belakang kakinya agar lebih mendingan.
Tiba-tiba sebuah sepatu kets diletakkan dihadapannya. Alin melihat tubuh jangkung yang kini berjongkok dihadapannya menggantikan heels yang sebelumnya ia pakai dengan sepatu kets tersebut.
"Sakit banget?" tanya suara bariton dihadapannya.
Alin menggeleng, "gak juga, cuma gak biasa aja mas,"
Lelaki itu kemudian menatap Alin, menularkan senyum hangat miliknya kepada Alin. Ia lalu mengusap rambut Alin dengan lembut.
"you're doing great today, it's your first time but you've done so well, mas bangga," ujar lelaki itu tersenyum hingga matanya menyipit.
Alin juga ikut tersenyum, memamerkan dua lesung pipi miliknya. Lelaki itu kemudian bangkit dan mengulurkan lengannya ke hadapan Alin.
"Kamu mau makan apa malam ini? Biar mas traktir,"
"hmm- seblak boleh ya mas?" Alin bangkit dan mengaitkan lengannya dengan lengan pria itu.
Lelaki itu mengerutkan kening sesaat, "tapi kan, kamu gasuka pedes,"
"siapa bilang? Suka kok, kalau gak suka nanti biar mas Danny yang habisin hehehe,"
Lelaki itu tertawa kecil, kemudian mengacak rambut Alin dengan gemas.
"Memang ya kamu, selalunya mas jadi tong sampah kamu," ucapnya menjawil hidung Alin.
Alin tertawa, mereka lalu beranjak menuju basement tempat mobil terparkir.
"Alin, boleh ngobrol sebentar?" Interupsi sebuah suara.
Alin berbalik, begitupula Danny yang berada disebelahnya. Mereka menatap daksa jangkung yang berada di hadapan mereka saat ini. Mata Alin membulat ketika mengetahui siapa yang berada dihadapannya kini.
"Justin?"
Lelaki itu mengangguk.
"Siapa?" tanya Danny yang bingung dengan kehadiran lelaki asing ini.
"Ah, itu-" seketika Alin menjadi gugup.
"Saya teman SMA nya Alin, Mas," jawab Justin.
Danny kemudian mengangguk paham.
"Kalau gitu mas tunggu di mobil ya?" tawar Danny kemudian.
Alin mengangguk ragu, tapi kemudian Danny benar-benar pergi meninggalkan Alin dan Justin berdua.
"How's your life, Alin?" tanya Justin memulai pembicaraan.
"Baik-baik aja dan akan selalu begitu," ungkapnya singkat.
"Ah, I see gue nonton Muda dan Berprestasi Talk Show tadi."
"Oh iya, thanks,"
"Yang tadi itu -"
"Tunangan gue," jawab Alin cepat.
Justin mengangguk-anggukan kepalanya paham.
"Nathan, baik-baik aja kok Lin,"
"Gue gak nanya,"
"Gue lagi ngasih tahu ke Alin 10 tahun lalu, kalau Nathan baik-baik aja,"
"Alin 10 tahun yang lalu juga baik-baik aja, dia gak pernah mengenal seseorang bernama Nathan, dan siapapun yang lo maksud gak ada hubungannya sama gue, Justin."
"Lin-"
"Justin, let's stop here, my fiancée waiting for me. I don't want to keep him waiting,"
Justin mengangguk pasrah.
"Boleh minta kontak lo?"
Alin berpikir sesaat.
"Cuma buat gue simpan aja, gue gak bakal ganggu lo sama sekali, gue janji."
Alin akhirnya mengangguk. Setelah memberikan kontaknya kepada Justin, gadis itu benar-benar pergi tanpa sepatah kata apapun.
Justin menghela nafas.
"Nath, she looks okay, but deeply hurt inside,"

KAMU SEDANG MEMBACA
Nathaniel
Fiksi PenggemarAlin pikir memiliki karir yang sukses, tunangan yang mapan, dan prestasi yang gemilang merupakan puncak kejayaan dari kehidupannya. Namun kilas balik memori yang terkubur dalam ingatannya dibuka secara paksa untuk mengingat seorang lelaki bernama Na...