| 1 6 ; my father |

21.2K 2.5K 133
                                    

"Ini aku pisahin, kamu nggak suka tomat kan?" Zantara dengan perhatiannya memilah mana yang bisa dimakan oleh kekasihnya dan mana yang tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini aku pisahin, kamu nggak suka tomat kan?" Zantara dengan perhatiannya memilah mana yang bisa dimakan oleh kekasihnya dan mana yang tidak.

"Tapi sekali-kali kamu juga harus nyoba tomat, rasanya nggak seburuk yang kamu pikirkan."

Melihat bagaimana Energia menatap kosong ke arah lain, Zantara mengelus bahu kekasihnya pelan menyadarkan.

"Hm, kenapa?" Buru-buru Energia memusatkan atensinya pada Zantara.

"Ada yang ganggu pikiran kamu?" Energia menggeleng secepat mungkin.

"Ayo, kita makan." Zantara termasuk orang yang sensitif. Ia cukup terganggu dengan lawan bicara yang raganya disini tapi isi kepalanya berada di tempat lain.

"Iblis itu ngapain kamu?" Sendok yang dipegang Energia direbut oleh Zantara, agar Energia tak bisa menghindar dari pertanyaannya.

"Nggak ada, dia nggak ngapa-ngapain aku." Zantara ingin memperpanjang pembicaraan itu tapi mengingat Energia belum makan dari tadi siang, akhirnya Zantara membiarkan Energia menikmati makanannya.

"Aray bilang, kamu udah dibawa ke rumahnya. Benar?" Karena tak ada yang perlu ditutup-tutupi, Energia mengangguk.

"Kamu ketemu sama orang tuanya?"

"Cuma ketemu bundanya."

Zantara tersenyum kecut. "Ayahnya iblis itu, berbahaya. Kamu harus hati-hati, ya."

"Iya, aku selalu hati-hati." Apalagi keberadaan Energia selalu menjadi tanda tanya bagi mereka yang tak mengenalnya. Mereka yang selalu berpikiran negatif tentangnya.

"Kamu mau nginep disini?" Zantara menawarkan. Rumah yang ditinggali Zantara selalu kosong. Sampai sekarang, Energia tak berani bertanya soal kemana keluarga Zantara. Atau setidaknya apakah Zantara memiliki kerabat jauh atau tidak, Energia tidak pernah tahu.

"Nggak deh, nanti aku pulang ke apart kamu aja."

Meski agak kecewa, Zantara mengangguk saja. "Aku anterin, oke?"

"Aku bawa motor sendiri. Lagian masih sore, jalanan rame."

Mereka menyelesaikan makannya lebih cepat. Energia bersiap pulang dan Zantara yang mengamati kekasihnya itu tenang.

"Energia," seru Zantara mencoba menahan kekasihnya agar lebih lama ditempat yang sama dengannya.

"Hm?" Alis Energia terangkat sebelah.

"Jangan jatuh cinta dengan iblis itu," tersirat kekhawatiran dari ucapannya barusan.

Energia mendekati Zantara dan mendekapnya. "Kamu meragukan perasaan aku ke kamu?"

Zantara membalas dekapan itu erat, seolah ingin Energia tahu bahwa Zantara tidak ingin kehilangannya.

"Bukan, hanya sedikit takut kamu berpaling." Mendapat laporan setiap harinya tentang kedekatan Barion dan Energia, jujur selalu membuat hati Zantara panas.

TOKSIKOLOGI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang