[ 2 4 ; hate and broken ]

21.4K 2.3K 74
                                    

Jika ditanya, apakah Energia masih kecewa dengan Zantara? Jawabannya masih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika ditanya, apakah Energia masih kecewa dengan Zantara? Jawabannya masih. Namun Energia berusaha untuk bersikap tidak ada yang terjadi demi Atom dan juga demi dirinya sendiri.

Malam ini sesuai rencana, Atom akan menyerang Einstein. Kenapa bukan markas Newton saja yang diserang? Diluar dugaan memang. Zantara seolah memiliki jalan pikirannya sendiri.

Zantara mengubah tempat penyerangan sehari sebelum semua siap. Yang seharusnya kediaman Newton, justru Einstein yang dikorbankan.

Padahal menurut Energia jika Zantara memiliki dendam dengan Newton, sekolah itu tidak ada sangkut pautnya bukan? Einstein hanya sekedar bangunan yang tidak bersalah.

"Lo takut, Ner?" Aray seketika sudah berdiri disamping Energia yang berwajah datar.

"Gue harus takut?" Tanya kembali Energia tanpa membalas tatapan sahabatnya.

Aray berdecih. "Kalau sampai Einstein hancur, kita sekolah dimana?"

"Gak mungkin sampai hancur total kan?" Energia masih menanggapinya tanpa beban.

"Lo nggak tau?"

"Nggak tau apa?"

Aray berbisik, "Zantara nggak main-main saat ini. Gue denger sendiri, dia pengen Einstein rata."

"Segitunya banget. Markas Newton aja yang dihancurin." Menurut Aray, sahabatnya yang satu ini memang gampang sekali dimanipulasi.

"Gue kasih spoiler, sebelum lo tau detail. Atom dan Newton bukan sembarangan kelompok. Keduanya nggak akan bisa berdamai, kecuali salah satu pemimpinnya mati atau dikatakan kalah."

"Tapi apa untungnya bagi Atom kalau Einstein nggak berfungsi lagi."

"Tolol, Einstein kan salah satu harta dari sekian banyak yang dimiliki keluarga Keloelektrovolt. Dimana itu adalah keluarganya Barion, pemimpin Newton yang sekarang."

Kepala Energia pusing lama-lama mendengarkan perkataan fakta yang berasal dari Aray. "Gue nggak tau dan nggak mau tau, ribet. Yang penting misi selesai, dah cabut."

"Energen, mau kemana lu?!" Aray berseru melihat langkah Energia yang menjauh.

"Ke alam barzah, ikut?"

"Babi."

♡♡♡

Energia tidak bisa terus diam seperti orang bodoh. Semua anggota Atom seolah tahu apa isi kepala Zantara yang tak mudah diterka, namun hanya Energia saja yang tidak. Energia merasa seperti bukan siapa-siapa diantara mereka.

Sebelum malam menyapa, dan aksi dimulai. Energia memilih pulang ke apartemen. Sudah lima hari juga apartemennya itu kosong karena ditinggalkan olehnya.

Di lobi, Energia kembali melihat sosok itu. Sosok yang tak ingin dia lihat lagi. Energia bak patung ditempat. Bahkan ketika sosok itu mendekat ke arahnya, Energia seharusnya lari tapi gerakan tubuhnya seolah terkunci.

"Anakku, Gia."

Pria itu. Pria yang tidak tahu diri. Pria yang begitu Energia benci. Pria yang Energia harap sudah lenyap dari muka bumi.

Kini dengan tampang tak berdosa nya, pria itu malah menunjukkan tatapan sendunya seraya merentangkan tangannya. Berharap diberi pelukan hangat oleh anak kandungnya. Yang sayangnya, tidak akan terjadi.

"Papa tahu kamu disini, papa tahu kamu nggak bisa pergi jauh dari papa kan, Nak?"

Muak. Hanya itu yang tergambarkan dalam diri Energia.

"Papa kangen kamu, Nak. Papa ingin peluk kamu, papa ingin kamu kembali ke rumah."

Mata Energia memicing. "Setelah membuang, anda ingin saya kembali ke rumah yang lebih pantas disebut neraka itu?"

Pria itu menggeleng berat. "Papa mana mungkin bermaksud membuang kamu, Nak."

"Bohong! Anda bohong. Lebih baik anda pergi dari sini."

"Tidak, Nak. Tolong, kamu ikut papa pulang."

Kenapa pria itu tidak mau mengerti, Energia sangat membencinya. Sampai rasanya Energia ingin mati hanya karena melihat wajah pria bajingan yang sayangnya adalah papanya sendiri.

"Nak, pulang."

Energia menepis tangan papanya ketika hampir mengenai lengannya. "Saya nggak akan pulang, sampai sampah-sampah itu keluar dari rumah. Rumah yang dulu hanya ada saya, papa dan mama."

Mata pria itu berair, mungkin karena ucapan Energia yang mengatakan anak dan istri barunya itu sampah. "Mereka juga keluarga mu, Nak."

"Saya sudah tidak punya keluarga, semenjak mama meninggalkan dunia."

Dada pria itu langsung sakit mendengarnya. "Papa tahu, papa salah. Tapi apa kamu nggak bisa beri papa kesempatan? Kita mulai semuanya dari awal."

Energia susah payah menahan gejolak emosinya.

"Papa kangen, Gia. Anak papa yang manis."

Tawa sumbang terdengar. "Gia yang bodoh sudah mati. Yang ada hanya saya sekarang. Anda harusnya berhati-hati karena saya bukan seperti anak anda yang mau saja menderita. Saya yang akan membuat anda dan keluarga baru anda menderita!"

Energia harap itu pertemuan terakhir mereka.

♡♡♡

a/n:

silakan yang ingin marah atau memaki-maki karena up-nya lama. aku terima dengan berat hati, haha senang hati dong.

aku banyak kesibukan fren. bukan kuliah si, lebih ke keseharian yang kayanya tu bikin aku susah buat nulis atau mikirin ide.

babay, next? kalau diingetin.

i purple u 💜

always happy, u

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

always happy, u.

ssavera, 12 November 2021.

[revisi ; 23 Februari 2023]

TOKSIKOLOGI [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang