Playlist 25 : Girls Time

390 72 25
                                    

Jadi intinya aku mau minta maaf.

____

Aku tersenyum puas menatap satu persatu lembaran sketsa yang sudah kugambar sedemikian rupa. Empat sosok gadis yang berbeda tertera di masing-masing lembaran tersebut mewakili keempat anak Arumdalu.

Setelah berbaikan dengan Lana minggu lalu, kupikir ini sudah saatnya aku memperbaiki hubunganku dengan anak Arumdalu yang lain dan oleh sebab aku terlalu malu untuk berbicara langsung seperti yang kulakukan pada Lana waktu itu, maka kuputuskan untuk menggunakan metode lain.

Dengan telaten aku menuliskan kata demi kata di balik lembar sketsa tersebut. Tiap-tiap orang punya pesan sendiri dariku. Tak banyak memang, tapi kuharap mampu menyampaikan maksudku.

Pertama kutuliskan sesuatu untuk Iris sebagai anak Arumdalu yang pertama mengenalku. Dia gadis yang baik, tak terlalu banyak bicara dan kurasa memiliki toleransi yang sangat tinggi. Iris adalah orang yang selalu membersihkan rumah dengan amat teliti. Rasa-rasanya aku tidak akan menemukan debu barang seujung jari pun di sudut rumah ini.

Goresan tinta dari pena berwarna kuning emas yang kugunakan setidaknya cukup enak dilihat dan aku sangat percaya diri dengan tulisan tanganku.

Buat Iris

Tulisku sebagai kata pembuka. Selanjutnya tak perlu kuceritakan bagaimana isinya, aku terlalu malu.

Kedua untuk Kak Shelma, orang yang paling sering mengomeliku agar tidak melewatkan jam makan. Tak jarang pula dia menggedor-gedor kamarku sebatas untuk mengecek apa aku masih hidup atau tidak. Meski jadi orang paling sibuk di Arumdalu, tapi Kak Shelma agaknya masih memperhatikan teman-teman rumahnya. Terutama Yoru.

Aku tak heran jika Yoru bertanya-tanya siapa pemilik dirinya yang sebenarnya karena ya, sepertinya Kak Shelma ingin berkompetisi denganku untuk menjadi manusia yang paling Yoru sayangi. Dia sering sekali membelikan Yoru snack mahal yang setelah kupikir-pikir lagi, jangan-jangan itu sogokan untuk Yoru.

Selanjutnya untuk Kak Delyn. Kokinya Arumdalu—yang masak kalau dia mau saja—sekaligus orang yang paling dicari saat Kak Shelma sudah mulai ngamuk-ngamuk di rumah. Selebihnya ternyata aku tak banyak tahu soal Kak Delyn. Apa-apa yang dia sukai, apa-apa yang dia benci aku sama sekali tidak memiliki gambaran.

Ehm, maaf Kak Delyn. Setelah ini aku janji akan mencari tahu lebih banyak.

Terakhir untuk Lana. Meski aku sudah minta maaf padanya, tetap saja rasanya kurang afdol kalau menyebut Arumdalu tanpa dirinya. Aku mengambil pena biru dan mulai menuliskan sesuatu.

Buat Alana kawan seperjuanganku mengahadapi skripshit.

Begitu tulisku di bagian pembuka. Karena sudah berbicara tentang banyak hal dengannya minggu lalu, maka tak banyak yang kutuliskan untuk Lana. Hanya sebait kalimat penyemangat untuk sama-sama meraih gelar sarjana yang selalu kita impikan.

Selesai dengan kegiatan tulis menulis pesan, aku merapikan keempat gambar itu dan menumpuknya menjadi satu. Rencananya aku akan meletakan gambar-gambar ini di meja makan bersama cake yang sudah kubeli tadi malam bersama Jupri.

Omong-omong soal Jupri, dia terpingkal ketika mendengar ide konyolku soal minta maaf menggunakan gambar dan pesan. Katanya dia tidak menyangka seorang Naresya mau repot-repot melakukan hal cheesy semacam itu.

Sempat drop karena reaksi Jupri, aku berniat untuk mengurungkan niatku. Kataku mungkin memang lebih baik dibicarakan secara langsung, tapi Jupri menyemangati sambil menepuk-nepuk pundakku—walau akhirnya tetap mengejek juga.

Playlist: End to Start [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang