Tapi kesatria hanya bertugas untuk melindungi dan pada akhirnya sang putri tetap akan memilih pangeran kan?
____
Bersama Romeo rasanya seperti bertemu kawan lama. Dia banyak bicara seperti Jupri, dia super perhatian seperti Danu seakan-akan bahwa Romeo adalah perpaduan dari mereka berdua. Kerap kali dia menemaniku saat mewawancarai anak-anak di Amarta—nama SLB milik keluarga Romeo—dan juga membantuku menangani mereka yang terkadang enggan berbicara dengan orang asing.
Ketika wawancara selesai, dia akan mengajakku makan atau mengantarku pulang yang mana meski kutolak dia akan mengeluarkan seribu satu alasan yang pada akhirnya membuatku tidak bisa menolaknya.
Seperti sekarang, aku selesai dengan wawancara terakhirku di Amarta saat Romeo datang menghampiri dan mengajakku pulang bersama. Berhubung mulai besok aku tidak akan datang lagi ke Amarta, jadi kuiyakan saja ajakan Romeo.
Dia tersenyum lebar dan langsung menggiringku menuju parkiran. Sepanjang jalan menuju sana dia terus mengoceh tentang tempat mana yang sebaiknya mereka datangi, karena dia punya banyak rekomendasi.
“Jangan yang jauh-jauh,” kataku memperingati.
“Justru mending yang jauh, mumpung masih siang sekarang.” Dia malah berkata sebaliknya.
“Kebiasaan banget!”
“Loh, bener kan?”
“Yaudah deh buat terakhiran terserah mau kemana.” Seketika dia bersorak girang. Lucu sekali melihat ekspresinya itu, mau tidak mau aku ikut tersenyum tanpa sadar.
“Nares!” Tepat sebelum aku masuk ke dalam mobil Romeo, seseorang memanggilku. Aku dan Romeo sontak menoleh pada sesosok lelaki yang kini jalan menghampiriku.
Aku mengerjap kaget. “Loh, Jupri? Kok lo ada di sini?”
Jupri melirik Romeo sekilas sebelum menjawab pertanyaanku. “Mau jemput lo.”
“Eh?”
“Ayo balik bareng gue.”
“Gue udah janji mau pergi sama Romeo, lagian lo ngapain ke sini gak ngabarin dulu?”
“Gue udah ngabarin lo kok.”
“Dih, kapan coba?”
“Kemarin, udah ayo balik!” Jupri menarik tanganku secara tiba-tiba, tapi di detik berikutnya Romeo menahan tanganku yang satunya.
“Dia udah ada janji sama gue.”
Suasana seketika menegang. Aku tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan kedua lelaki ini. Jupri tidak pernah memasang raut wajah sedingin itu di depan orang lain bahkan saat dia harus meladeni perempuan-perempuan menyebalkan yang mendekatinya. Sementara Romeo dia berhasil mempertahankan wajah tenangnya, walau harus kehilangan senyum ramah yang biasa dia pasang.
Serta merta aku menarik tanganku dari mereka dan menatap keduanya bergantian. “Kalian apa-apaan sih, kita nggak lagi syuting film!”
Adegan semacam ini sering terjadi di manga atau anime shoujo saat si tokoh utama diperebutkan kedua lelaki yang menyukainya, tapi mereka kan nggak begitu. Mereka hanya seorang teman. Jadi, situasi tegang semacam ini harusnya tidak terjadi.
“Kita makan bertiga!” putusku membuat mereka mengernyit tak suka. “Kalau mau protes gue mending balik aja sendirian.”
Lalu secara serempak mereka mengatupkan kembali mulut rapat-rapat. Menelan serentetan kalimat protes yang mungkin ingin disuarakan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playlist: End to Start [END]
Romanzi rosa / ChickLitKatanya aku perempuan secantik matahari terbit, nyatanya aku tidak seperti itu. Alih-alih matahari, mungkin aku lebih mirip seperti bulan. Batuan gelap yang tidak dapat menghasilkan cahayanya sendiri. [Special Collaboration] Written on : 01 Jan-30 S...