7. Masalah?

48 37 40
                                    

#SelamatMembaca

~🍃🍃🍃~

Tidak ada kenyamanan yang benar-benar pasti. Bagi gue hidup itu hanya bisa diikuti, tanpa bisa kita henti.

Reina

~🍃🍃🍃~

Mandi ngantre, ngambil makanan ngantre, serba ngantre dan harus saling berbagi.

"Rei, cepat dong! Mau BAB nih," teriak Lika dari luar toilet.

"Gak usah teriak juga kali, Ka." Reina mendengus.

"Ya udah makanya cepatan!"

"Emang di toilet sebelah masih ada orang?" Tanya Reina dari kamar mandi.

"Baru masuk malah!"

"Ya sudah, sabar dulu. Tinggal make baju dan kerudung doang."

Ceklek

Pintu terbuka, menampilkan Reina yang sudah mandi dan wangi.

Hari ini, Reina menggunakan baju kaos panjang berwarna abu-abu, rok dan hijab yang berwarna hitam polos. Dia masih belum terbiasa menggunakan gamis, menurutnya lebih nyaman dengan pakaian simple. Tetapi, ia harus mulai belajar menggunakan nya agar terbiasa, karena setiap ada acara tertentu di pesantren pasti yang perempuan disarankan untuk menggunakan gamis.

"Rei, kok kamu diam saja dari tadi. Kenapa? Lagi ada masalah? Coba sini! Cerita sama gue!"

"Bukan apa-apa."

"Lo gak pernah mau terbuka sama siapapun." Kalimat itu yang masih Reina dengar walau sudah melangkah untuk menjauh. Gue gak peduli!

🍃🍃🍃

Reina POV

Tinggal di pesantren sudah hampir setahun. Antara enak di manja tanpa harus bekerja atau lelah karena harus terus belajar, belajar dan belajar. Gue tipe orang yang males belajar tapi anehnya saat SD, gue bisa masuk di rangking 5 besar terus. Padahal baca aja males dan yang ngerjain PR gue pun Teteh gue.

Di sini gue sadar, kita itu hidup mengandalkan diri sendiri, bukan nya malah bersandar terus pada orang lain. Sampai-sampai tidak mau berusaha untuk mengerjakan sesuatu itu sendiri. Selalu bergantung pada orang lain itu tidak baik. Kita memang makhluk sosial tetapi kita juga harus bisa menopang hidup kita sendiri.

Gue akan cerita, bagaimana kehidupan gue di pesantren. Jadi begini, gue itu termasuk orang yang perhitungan dalam segala hal, hingga dicap pelit oleh teman sekamar. Disitulah gue merasa ketidaknyamanan dimulai.

Ada temen gue, namanya Dewi. Dia super kesal dan tidak suka sama sekali dengan gue. kalau gue lewat dijudesin, kasur gue pernah ditumpukin sampah sama dia, saking dia bencinya sama gue. Bahkan sendal gue pernah di ambil sama dia. Dia adalah awal dari semua ketidakbetahan gue di pondok. Kalau hari penjengukan gue hanya bisa menangis.

Kapan hidup gue akan berubah?

Di rumah selalu kena marah. Di pondok, temannya begitu. Tidak ada kenyamanan yang benar-benar pasti. Bagi gue hidup itu hanya bisa diikuti, tanpa bisa kita henti.

Meskipun bisa diubah tapi tidak selalu sesuai dengan keinginan kita.

"Lo gak pantes ada di sini! Dasar pelit!"

"Parah banget sih Lo! Sama temen sekamar aja pelit! Gimana mau nolong orang?!"

"Gak akan ada yang mau nolong Lo nanti!"

Umpatan Dewi yang nempel di kepala gue, membuat gue merasa tidak berguna. Selama di rumah gue gak pernah berbagi ke siapapun, karena Teteh gak mungkin ganggu gue ataupun minta apa yang gue miliki. Sebab dia selalu memiliki apa yang dia mau. Umi selalu nurutin apa yang Teteh minta. Sedangkan gue selalu dinomorduakan. Itu yang membuat gue pelit dan perhitungan pada apapun yang gue miliki.

POV end

🍃🍃🍃

"Rei," panggil Echa.

"Kenapa?"

"Lo punya pembalut gak?"

"Ada di lemari."

"Boleh minta gak? Punya gue habis."

"Gue pikir-pikir dulu deh."

"Plis, gue minta ya. Satu aja."

"Emangnya yang lain gak ada yang punya?"

"Engga tau."

"Terus kenapa harus minta ke gue?"

"Kan cuma elo yang ada di sini."

"Itu ada orang lain tuh." Reina menunjuk santri lain yang tak dikenal Echa.

"Gue gak kenal sama mereka."

"Ya udah deh boleh, gue ambil dulu ya."

"Oke."

Reina pergi ke dalam kamar yang dihuni oleh  6 orang santriwati. Ia mengambil satu pembalut malam, stok pembalut di lemari nya masih ada dua pack. Syukurlah.

🍃🍃🍃

Malamnya, saat Reina tengah tertidur pulas. Ia tak sadar, bila seseorang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Orang itu jalan mengendap-endap sambil membawa bebek-bebek an yang kalau terinjak atau kedudukan akan menimbulkan suara.

Mainan itu disimpan dekat dengan sendal milik Reina yang biasa digunakan hanya untuk di dalam kamar saja.

Kebetulan sekali, pagi itu yang bangun lebih dulu adalah Reina. Ia melihat sekitar belum ada yang beranjak dari tempat tidur. Padahal sekarang pukul 4, yang artinya sedikit lagi sudah memasuki waktu subuh.

Reina bangun dan berusaha memakai sendalnya. Namun, ia malah menginjak yang lain.

Kweekkk

"Huaa.. suara apa itu?!!" Reina berlari ke arah pintu.

"Kenapa? Ada apa?" Tanya salah satu teman kamarnya panik.

"Apaan sih Rei, pagi-pagi udah berisik aja."

"Gue kan kaget, Si." Reina menarik-ulur nafasnya.

"Tapi gak usah teriak juga kali, sampe pada bangun semua." Desi tak habis pikir, pagi-pagi begini sudah ada keribuatan.

"Maaf." Reina menunduk. Ia paling benci kalau ada masalah.

"Tenang, ini cuma mainan bebek-bebek an kok." Echa berusaha melerai mereka.

"Kurang ajar banget tuh mainan! Segala ke injak!" Reina merampas mainan yang Echa pegang, kemudian ia melemparnya asal dengan perasaan kesal.

"Kerjaan siapa sih itu? Jahil banget," tanya Siska. Sudah jelas yang lain juga tidak tahu. Mereka semua kan tidur.

"Mana gue tahu." Echa menghela nafas berat.

~🍃🍃🍃~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Avoid TroubleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang