Jeano memainkan gitar di dalam kamar, sambil memandangi rumah didepannya dari jendela kamar yaitu rumah milik orangtua Aze. Sesekali Jeano menyeruput susu yang telah dibuatkan oleh bundanya sebelum dia keluar menuruti permintaan Jaiden yang ingin sekali pergi ke pasar malam.
Ia memetik senar gitarnya seraya bergumam lirik lagu yang ia mainkan. Rasanya rumah sangat tentram tanpa kehadiran Jaiden. Biasanya dia akan mengancam Jeano menggunting senar gitarnya karena menurut Jaiden itu sangat mengganggu. Dia benar-benar tidak tahu musik sama sekali kecuali dangdut.
Brak!
Jeano menoleh ke arah pintunya, ke arah suara pintu yang dibuka oleh Ayahnya. Ia mendengus dan meletakkan gitarnya, tidak ada Jaiden tapi ada ayahnya yang sangat ia rasa tidak menyukai kehadirannya di dunia ini.
"Kamu nggak tau udah malem ya? Kamu nggak mikirin tetangga kamu waktunya istirahat malah kebisingan dengerin suara gitar kamu?" marah Mario.
"Apa sih yah? Aku daritadi juga main gitar pelan kok nggak di genjreng-genjrengin. Bilang aja kalau ayah yang nggak suka!" bantah Jeano. Ia benar, daritadi ia hanya memainkan gitarnya perlahan dengan niat ingin merasakan nada gitar yang ia mainkan.
"Iya!"
"Kamu kalau mau main gitar sana di jalan sana, sambil bawa kotak!" lanjut Mario memarahi Jeano dengan alasan yang sangat susah dipahami di otak Jeano.
"Kenapa sih ayah selalu gini? Ayah maunya apa? Mau Jeano diem terus gitu? Iya?!" tanya Jeano pada Mario dengan menaikan nadanya. Tidak begitu tinggi, karena ia masih menghargai ayahnya sebagai orangtua.
"Iya."
Jeano tidak membalas ucapan ayahnya, ia mengambil gitarnya dan pergi meninggalkan kamar dan rumahnya. Ia benar-benar ingin pergi ke jalan, ke lampu merah. Hatinya sangat kesal dengan ayahnya, dia benar-benar terlihat tidak suka dengan kehadiran Jeano. Jangankan bermain gitar, Jeano berbicara di meja makan bercerita tentang sekolahnya pada bunda, ayahnya marah berkata untuk tidak berbicara karena itu sangat mengganggunya.
Jeano sudah ada di depan rumah, sekarang ia tidak tahu ingin kemana selama menunggu bunda dan Jaiden pulang. Apa iya dia harus pergi ke lampu merah? Tentu saja tidak. Ia memilih berjalan menuju taman yang ada di ujung komplek, tidak jauh dari rumah namun ia yakin ayahnya tidak akan mendengarkan suara gitar yang akan ia mainkan.
"Ayahku kejam, ayahku kejam, ayahku jelek, ayahku jelek..." nyanyi Jeano tanpa memikirkan nada yang ia hasilkan.
"Apasih tuh orang marah-marah mulu kerjaannya ke gue. Emang salah gue apa coba? Apa dia iri ya dia kalah ganteng sama gue?" omel Jeano bertanya-tanya.
"Terus gue sekarang kudu ngapain anjir disini, beneran mau ngamen? Orang lewat aja nggak ada!"
Ting!Ting!Ting!!
Jeano tersenyum sumringah mendengar pukulan mangkok yang merupakan suara favoritnya selain nada gitar.
"ABANGG!! NASI GORENGG!!" teriak Jeano pada tukang nasi goreng keliling yang terlihat akan mendekat pada Jeano.
"SIAP JEEE!!" balas abang nasi goreng membalas teriakan Jeano.
"Satu piring saja lima belas ribu yang banyak krupuknya." ucap Jeano dengan nada abang tukang bakso. Ia selalu melakukan itu dan abang nasi goreng juga sudah cukup hafal dengan kelakuan Jeano.
"Ngapain lu duduk disini udah kaya penjaga taman aje. Udah mulai menjajah dunia lain ye lu? Udah mulai temenan sama makluk halus ape aje?" tanya abang nasi goreng yang menurut Jeano candaannya terlalu creepy.
"Amit-amit! Jangan gitu dong bang takut gue." ucap Jeano yang membuat abang nasi goreng tertawa kecil.
"Gue diusir dari rumah tau bang. Terus abang lewat disaat yang tepat. Gue kayanya lebih sayang sama abang deh daripada sama ayah." curhat Jeano berdiri dan mendekati gerobak nasi goreng.
"Kasian banget lu tong. Apa jangan-jangan lu anak pungut? Kayanya tuh bapak lu kaga suka banget sama lu dari dulu."
Jeano mendengus, "Gapapa deh bang gue anak pungut, malah kayanya iya, sifat dia nggak ada yang nurun ke gue tapi ke adek gue.Mana gue lebih ganteng lagi!"
Abang nasi goreng hanya tertawa mendengar pernyataan yang dibuat Jeano, ia memang suka menghayal dari kecil.
Jeano merogoh sakunya dan menyadari ia tidak membawa dompet bahkan selembar uangpun tidak ia bawa.
"Bang, gue lupa bawa duit! Mau pulang juga masih males ketemu ayah, gimana nih?" tanya Jeano.
"Bayar aja besok, gua masih lewat ke depan rumah lu kok kalo misal masih idup loh ye."
"Jangan lah bang jadi ngga enak. Gimana ya?" ucap Jeano kemudian memutar otaknya.
Ada beberapa pilihan, salah satunya benar-benar mengamen mumpung gitar ada di sini bersamanya. Tapi ia berpikir itu hal yang bodoh, mau ditaruh dimana mukanya jika ternyata ia mengamen pada teman satu sekolahnya apalagi itu Haikal dkk. Apalagi jika dia bertemu dengan teman-teman Aze. Tunggu? Aze?
"Bang, tunggu disini ya! Gue balik kok nanti, mau ambil uang dulu!" pinta Jeano sembari membawa gitar miliknya.
"Iye dah sambil ngongkangin kaki nih pegel." jawab abang nasi goreng sembari meletakkan sepiring nasi goreng milik Jeano di kursi dan ia duduk di sebelahnya.
"BANGG!! BIKININ SATU LAGI, NGGAK PEDES NGGAK PAKAI KERUPUK!!" teriak Jeano yang membuat abang nasi goreng tidak jadi duduk istirahat.
Jeano berdiri di depan pagar rumah Aze yang tertutup, tapi ia bisa mendengar ada orang di dalam. Ia menyiapkan gitarnya dan mulai memetik senar. Jeano menyanyikan lagu cantik milik Kahitna.
"Cantik.. Ingin rasa hati berbisik..Untuk melepas keresahan..Dirimu" nyanyi Jeano diiringi nada dari gitarnya.
"O cantik...Bukan kuingin mengganggumu...Tapi apa arti merindu...Selalu.. owww.." lanjutnya.
Jeano sumringah ketika melihat Aze keluar dari pintu rumahnya dengan mengenakan kaos oversize dan celana panjang yang sepertinya akan ia gunakan untuk tidur.
"Gue kirain pengamen beneran! Pulang deh Je, udah malem juga!" usir Aze saat ia melihat Jeano di luar pagarnya bukan pengamen seperti yang ia pikirkan dengan kakaknya.
"Eh bentar Stace! Kali ini gue ngamen beneran, sini deh gue kasih tau."
Aze mendengus, namun ia tetap menemui Jeano daripada ia harus masuk karena ia sangat yakin Jeano akan tetap berada di luar gerbangnya sampai keinginannya terpenuhi.
"Apa?" ketus Aze.
"Stace gue diusir nih dari rumah, males masuk rumah lagi kalo bunda belom pulang. Gue udah pesen nasi goreng tapi lupa ga bawa uang. Pinjem uang lo dong." jelas Jeano.
"Yaudah, tunggu."
Jeano menunggu seperti yang diperintahkan gadis tercantik menurutnya setelah bunda. Ia memainkan gitarnya lagi untuk menunggu Aze keluar dari rumah.
"Ada hati yang termanis dan penuh cinta...Tentu saja kan kubalas seisi jiwa..Tiada lagi-" nyanyian Jeano berhenti ketika mendengar teriakan Aze menyuruh dirinya untuk berhenti bernyanyi. Bukan masalah suaraya jelek, tapi ini sangat berisik apalagi hari sudah malam.
"Nih!" ucap Aze memberikan uang 50.000.
"Lo keluar dong Stace, gue udah kaya pengamen beneran tau." pinta Jeano.
Lagi-lagi Aze menuruti permintaan Jeano, "Nih, kembaliannya ambil aja dulu dikembaliin besok aja jangan kesini lagi nanti, udah malem." jelas Aze.
Jeano mengambil uang itu beserta tangan Aze. Ia menarik Aze untuk ikut bersamanya tanpa izin dari pemilik tangan itu.
"Mau kemana sih, je? Narik seenaknya aja deh lo!." pekik Aze
"Mamam."
☆*:.。. o(≧▽≦)o .。.:*☆
Udahlah segini aja dulu sampe ada yang baca hehe
Tetep vote comment yaa guys!! thank u-ce <3
KAMU SEDANG MEMBACA
STACY
Fanfiction"You can call me stacy, you call me love, you can call me late night, and ill be at your door You can call me anything oh anything u want, but JUST DONT CALL ME YOURS" Hanya sebuah cinta remaja antara Amaraze Stacy dan Jeano Zayvius yang sering terj...