SW || Part 01

957 72 8
                                    

Senin pagi ini, Soobin sudah bersiap-siap. Sebenarnya, Ia tidak perlu bersiap-siap lagi, mengingat kemarin malam dirinya sudah bersiap dan mengemas barang-barang miliknya ke dalam koper. Ia akan membawa sekitar tiga koper, dua tas dan satu tas jinjing. Banyak? Tentu. Ini bukanlah pilihannya untuk membawa barang sebanyak ini, melainkan orang tuanya.

Omong-omong, Soobin akan pindah ke sebuah sekolah asrama di Korea Selatan. Dirinya diharuskan pindah karena beberapa hal, yang penting hal itu menyangkut keluarganya terlebih ayahnya yang tengah bekerja. Ia dulu bersekolah di negara Eropa. Cukup jauh dari kampung halamannya di Seoul, Korea Selatan.

Kini, dirinya tengah menunggu di luar mobil yang tengah terparkir tepat di depan pintu rumah besar milik orang tuanya. Soobin disuruh untuk menunggu saja, sedangkan orang tuanya tengah berdandan cantik serta tampan agar menjadi pusat perhatian sekolahnya nanti. Ini sudah terbiasa kok, dan kadang itu membuat Soobin jengah sendiri.

Belum lagi jika orang tuanya terlalu memanjakan dirinya. Itu adalah hal yang menyebalkan bagi Soobin. Dirinya sudah masuk sekolah umum sekarang. Belum lagi umurnya yang sudah menginjak belasan tahun, atau yang lebih tepatnya ia sudah berumur tujuh belas tahun.

Di saat tengah memainkan ponselnya dan berkirim pesan dengan sahabat lamanya di Eropa sana, suara berisik dari belakangnya membuatnya kaget dan berbalik. Menemukan bahwa pelayan rumahnya tengah memasukkan beberapa barang miliknya ke dalam bagasi.

Pelayan itu menutup pintu bagasi lalu berkacak pinggang sembari menghela napasnya berat karena kelelahan, setelahnya, pandangannya Ia alihkan ke arah anak sang majikannya lalu menaikkan kedua ujung bibirnya. Membuat Soobin membalas senyumnya.

"Apa sudah selesai pak?" pelayan tersebut menggeleng.

"Belum tuan muda, nyonya masih berdandan"

Soobin mengangguk-anggukkan kepalanya "kalau ayah?"

Pelayan menggeleng "tuan masih bersiap dengan jasnya" Soobin tersenyum dan mengangguk paham, padahal di lubuk hatinya yang terdalam, Soobin benar-benar marah dan kesal karena orang tuanya yang selalu saja memedulikan penampilannya.

"Tuan muda ingin masuk ke dalam mobil?" Soobin sontak menoleh dan menggeleng.

"Baiklah" ucapnya sembari kembali berjalan masuk ke dalam rumah. "oh iya" ucapnya sembari membalikkan badannya dan melihat anak pertama dan satu-satunya dari majikannya.

"Tuan muda terlihat manis dan tampan hari ini" pujinya dihadiahi senyum malu dari Soobin.

"Terima kasih banyak pak, bapak juga terlihat bagus mengenakan pakaian baru itu" ucap Soobin sembari tersenyum lebar dan manis sampai menampilkan lesung pipinya.

Pelayan tersebut mengangguk sembari berterima kasih, lalu kembali melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah milik majikannya. Sedangkan Soobin menghela napasnya kasar karena lelah menunggu. Ia pun memalingkan wajahnya untuk menatap kembali ponselnya.

Entah sudah berapa lama menunggu, akhirnya suara pintu tertutup terdengar, membuat Soobin berbalik dan tersenyum, meski dipaksakan karena kelelahan menunggu.

"Soobin sayang~" seruan tersebut datang dari ambang pintu rumah utama berukuran cukup besar, milik keluarga si manis ini. Mendengar suara lembut dari sang Bunda, ia pun membalikkan badannya lalu tersenyum. Meski hatinya cukup sakit dan lelah karena menunggu. "Maaf telah membuatmu menunggu~" ucap Bunda Soobin dan didapati anggukan dari sang anak.

"Ayah mana Bun?" tanyanya di saat sang Bunda hanya sendirian keluar dari rumah besar milik keluarganya itu.

Sang bunda tersenyum. "Masih milih-milih jasnya" Soobin tersenyum lalu memalingkan wajahnya sembari menghela napasnya pelan, takut terdengar oleh sang Bunda.

Switch!Where stories live. Discover now