8

5 3 0
                                    

"Aku ikut." final Sharollate.

Pukul 14.00 Sharollate dan Zeyan sudah sampai di sekolah Zeyra untuk menjemputnya. Tetapi, sudah setengah jam mereka menunggu Zeyra tak kunjung terlihat.

"Apa mungkin dia ada tugas kelompok dan lupa mengabari, ya?" tanya Zeyan sembari terus berusaha menghubungi adiknya.

"Mungkin saja, aku ingin ke toilet sebentar. Kau tunggulah di sini." setelah mengatakan itu, Sharollate lantas pergi meninggalkan Zeyan. Bukan ke toilet yang ada di Sekolah Menengah Atas ini, melainkan berkeliling mencari keberadaan Zeyra.

...

Sharollate terus memandangi sekelilingnya, hingga netranya menangkap sosok yang ia cari sejak tadi. Ya sosok Zeyra yang tengah di tarik paksa oleh lima anak perempuan seusianya.

"Buruan?" ujar Sharollate dengan suara pelan sambil mengangkat sebelah alisnya. Langsung saja ia mengikuti arah orang-orang yang membawa Zeyra.

"Sudah kukatakan padamu untuk menjadi pelayan yang baik! Mengapa kamu tetap menjadi pelayan yang tidak menurut si?!" teriak salah satu anak perempuan di antara kelimanya kepada Zeyra yang kini telah terduduk lesu.

"Ma-maaf." ujar Zeyra dengan suara lirihnya.

"Kamu ini memang harus diberi pelajaran!" tangan yang lainnya siap terangkat, ingin menampar wajah Zeyra. Namun, tangannya langsung dicekal oleh Sharollate.

"Yak! Siapa kamu?! Lepaskan!!" teriaknya pada Sharollate.

"Aish berisik." balas Sharollate dengan nada datarnya dan sedetik kemudian tangan orang itu telah dipelintir paksa hingga orang itu menjerit kesakitan.

"Argh sakit! Kamu gila?!"

"Aku gila? Bukankah itu juga yang kalian lakukan padanya?" Sharollate dengan santainya menunjuk Zeyra yang masih terkejut dengan apa yang dilakukan oleh teman SDnya itu.

"Kami tidak ada urusan denganmu-"

"Jelas ada. Dasar pengecut." tatapan tajam Sharollate seperti menciutkan nyali para pembuli Zeyra, hingga mereka mundur beberapa langkah dari tempat mereka berdiri sebelumnya.

"Apa maumu sebenarnya?!" masih berteriak tetapi ada sedikit ketakutan didalam kalimat yang terucap.

"Pergilah, menjauhlah dari Zeyra. Jangan berani mendekatinya jika kalian hanya ingin mengganggunya. Dan kau, urusanku denganmu lebih dari peringatan ini." tunjuk Sharollate pada ketua kelompok pengecut itu.

"Mengapa kami harus?!!"

"Karena kupikir kalian sayang nyawa kalian. Atau aku salah?" suara Sharollate cukup membuat mereka bergidik ngeri karena tidak ada keraguan dalam kata-kata anak perempuan yang sebenarnya sebaya dengan mereka ini.

"Bos, lebih baik kita pergi dari sini." keempatnya menarik satu orang yang masih menatap tak terima ke arah Sharollate.

"Kau. Akan kuberi kau pelajaran agar hidupmu berjalan dengan lebih baik." ujar Sharollate dingin sambil menatap tajam ke arah salah satu anak perempuan yang dipanggil 'bos' itu. Setelahnya mereka berlima segera berlalu meninggalkan Sharollate, dan Zeyra.

"Dan kau. Jika kau mengalami kesulitan mengapa tidak bicara jujur pada keluargamu?" kini Sharollate beralih menatap temannya yang kian menunduk karena tidak tahu harus bereaksi seperti apa lagi.

"Terima kasih, Sharollate."

"Ayo. Kakakmu sudah menunggumu di depan." Zeyra sontak mendongak terkejut.
"Jangan pasang wajah seperti itu, nanti ia jadi khawatir. Sudah lah ayo." Sharollate berjalan mendahului Zeyra yang masih berusaha menetralkan wajah dan detak jantungnya.

"Zeyan!"

"Akhirnya kamu kembali, eh Zeyra?" Mata Zeyan langsung beralih menatap sang adik yang berjalan mengekori Sharollate.

"Maaf membuat Kak Zeyan menunggu."

"Kamu tidak apa-apa?" mendengar pertanyaan ini Zeyra sedikit melirik temannya. Tetapi, yang dilirik justru balik memberikan ekspresi yang seolah bertanya 'mengapa kau menatapku? jawab saja sesukamu.'

"Aku tidak apa-apa, kak."

"Syukurlah kalau begitu. Ayo kita pulang, aku akan mengantarmu dahulu." Zeyan beralih menatap Sharollate.

"Tak perlu. Aku masih ada urusan, kalian pulanglah."

"Sungguh?" Zeyan menatap ragu ke arah Sharollate.

"Hm. Pergilah."

"Baiklah kalau begitu, kami pamit pulang."

"Hm."

Setelah kepergian Zeyan dan Zeyra, Sharollate segera mencari seseorang. Ya, seseorang itu adalah ketua kelompok pembuli tadi. Netranya menatap tajam setiap sudut sekolah.

"Ketemu." senyum tipis tapi mengerikan itu terukir dari wajah cantik Sharollate.
Ya netra Sharollate akhirnya menemukan sosok ketua pembuli itu sedang berjalan seorang diri. Hingga sampai di tempat yang sepi, Sharollate menepuk pundak orang itu pelan.

"Hai Buruanku."

"Kamu-" belum juga selesai perempuan di hadapannya ini dengan kalimatnya, Sharollate sudah memberi tinjuan kencang di area hidungnya. Saking kencangnya perempuan itu pun pingsan dengan darah segar mengalir dari kedua hidungnya.

"Ack! Menyusahkan." Sharollate berdecak kesal. Segera ia menghubungi supirnya untuk menjemputnya. Dan tak butuh waktu lama supir itu tiba di hadapan Sharollate.

"I-ini siapa, Nona?"

"Tak perlu banyak tanya, bantu aku memindahkannya ke dalam."

"Huh?"

"Cepat!"

""Ba-baiklah,"

"Apakah Raquel ada di rumah?" tanya Sharollate pada supirnya ketika mereka sudah sampai di sekitar tempat tinggalnya.

"Ada, nona muda."

"Telepon ia, suruh ia membelikanku alat tulis dan buku catatan yang baru."

"Huh?"

"Cepatlah. Jangan 'huh-huh' terus."

"Ya-, iya baiklah, nona."

Sesuai harapan, Raquel pergi meninggalkan rumah dengan taksi online. Segera Sharollate membopong tubuh perempuan yang ia tinju tadi memasuki area rumah.

"Kau pergilah."

"Ma-maaf, nona?" supirnya takut salah mendengar perintah dari majikannya itu.

"Pergilah, kubilang."

"Ah ya, baiklah nona." dengan penuh keraguan supir itu melangkah menjauhi Sharollate.

"Tunggu."

"Ada apa lagi, nona?"

"Kau bisa tutup mulutmu, kan?" jelas saja pertanyaan ambigu ini membuat banyak pertanyaan timbul di dalam kepala sang supir. Tetapi, tetap diangguki setuju olehnya.

Jika kalian(para pembaca) menebak perempuan yang sedang tidak sadarkan diri itu dibawa ke ruang rahasia bawah tanah oleh Sharollate. Kalian benar. Ya di sanalah, ah tepatnya di bangku yang ada di ruang pengap itulah Sharollate mengikat tubuh tak berdaya perempuan itu.

"Hmft-" tubuh perempuan itu akhirnya menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Ah buruanku sudah sadar," senyum Sharollate merekah indah disusul dengan tubuh perempuan di hadapannya yang terus memberontak, seolah meminta untuk dilepaskan.
"Berhentilah bergerak sekarang, sebelum aku memaksa tubuhmu untuk berhenti bergerak." ujar Sharollate dingin.

TBC.

BEAUTIFUL EVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang