11

0 1 0
                                    

Hari ini Sharollate kembali pada rutinitasnya. Mengawali paginya dengan Home Schooling nya.

"Cepatlah sedikit Raquel, aku lapar."

"Yak. Apakah kamu lupa bahwa aku terluka karenamu?" jawab Raquel sembari menunjukkan tangan kanannya yang terbalut oleh gips.

"Baiklah, terlalu banyak tombol disini. Mana yang harus ku tekan pertama?"

"Putar dulu kuncinya,"

"Ah baiklah, lalu?"

"Instingmu saja yang kau gunakan."

"Ck, Dasar." dengan mengikuti insting Raquel akhirnya menekan salah satu tombol yang terpajang di mobil itu. Dan menginjak pedal gas, sembari membanting stir ke kiri. Dan -

"Ya Ya Ya! Kau gila?!" mobil mereka berputar tanpa henti dengan kecepatan yang tidak pelan. Tentu saja masih di depan rumah Keluarga Amber.

"Aaa!! Aku harus apa?! Katakan cepat."

"Ya injak pedal remnya!"

"Ha?! Putar ke kanan? Apanya?!" dan tanpa aba-aba Raquel membanting stir ke arah kanan hingga mobil mereka menghancurkan tembok pagar rumah Keluarga Amber.

"Aw, kau ingin mati muda?!"

"Aaa tanganku sakit. Kamu tidak apa-apa kan?" mendengar itu Sharollate sedikit tenang, ada yang khawatir padanya.

"Pikirkan dirimu sendiri, bodoh."

"Astaga Nona Sharollate, kamu baik-baik saja?" tanya Sang kepala Keluarga.

"Ah- Sebenarnya tidak, bisakah kalian memanggil Ambulance?" dengan cepat mereka menghubungi rumah sakit dan meminta ambulance, sampai akhirnya mereka tersadar dengan keadaan tembok pagar rumah mereka yang sudah tidak berbentuk.
"Aa ini, aku akan membiayai renovasinya." ujar Sharollate.

Dan ya, begitulah tangan kanan Raquel berakhir terbalut gips.

"Maafkan aku."

"Sudahlah lupakan saja, ini sarapanmu. Segera habiskan karena gurumu sudah datang." mendengar itu Sharollate langsung mengikuti arah pandang Raquel, dan memang benar ada Zeyan berdiri disana.

"Tunggulah di ruang belajar, aku baru akan sarapan." ujar Sharollate datar dan langsung dijawab dengan anggukkan kepala oleh Zeyan.

20 menit akhirnya Sharollate selesai dengan kegiatan sarapannya.

"Maaf membuatmu menunggu lama."

"Tak ap-" ucapan Zeyan menggantung, bagaimana tidak. Zeyan seperti melihat sisi lain dari Sharollate, wajah perempuan di depannya ini terlihat sedkit berseri karena ada senyuman tipis di sana.

"Berhentilah menatapku. Dan lakukan tugasmu sebagai guruku."

"Maafkan aku, baiklah kita lanjutkan pelajaran yang kemarin."

...

"Terima kasih untuk pelajaran di hari ini." ujar Sharollate sembari merapikan alat tulis dan buku-bukunya.

"Sama-sama,"

"Aku keluar duluan." Baru beberapa langkah Sharollate menjauh dari Zeyan, langkahnya terhenti karena mendengar panggilan dari sang guru.

"Ehem Sharollate,"

"Ya?"

"Apa suasana hatimu sedang senang?"

"Kenapa?"

"Kamu terus tersenyum,"

"Apa itu salah?" kini raut wajah Sharollate berubah kembali datar seperti biasanya.

"Tidak. Bukan begitu maksudku-"

"Katakan saja intinya,"

"Kamu terlihat sangat cantik dengan senyum itu." ujar Zeyan dengan suara yang pelan.

"Penipu." Sharollate berbalik dan kembali berjalan, tanpa sadar senyumnya kini mengembang semakin lebar.

"Kamu kenapa?"

"Astaga! Kau mengejutkanku Raquel."

"Senyum tulusmu indah juga."

"Ah kau pun sama seperti'nya', hanya mengatakan omong kosong." dan Sharollate segera pergi menuju kamarnya.

"Seperti'nya'? Siapa?" Raquel baru akan melanjutkan langkahnya sebelum akhurnya ia melihat laki-laki tampat itu keluar dari ruang belajar sambil tersenyum lebar.
"Ah.. Seperti'nya'." lanjut Raquel.

Hari demi hari berlalu Sharollate makin mengikis sisi keras dan gelap dalam dirinya. Ia mulai menghiasi rumahnya dengan bunga beragam warna, bukan lagi senapan dan panah berburu. Ia juga mulai berani untuk tersenyum lebar dalam menjalani hari-harinya. Entah apa alasan pasti dari perubahan sikapnya itu, yang Sharollate tahu adalah kini ia sedang belajar untuk menghargai dan mempercayai orang lain, selain dirinya sendiri.

"Selesai dari sini aku akan pergi bersama temanku, kamu ingin ikut?" tanya Zeyan pada Sharollate.

"Kemana?"

"Bioskop,"

"Aku tidak suka bioskop, membuang waktuku."

"Baiklah, aku pamit sekarang takut temanku menunggu."

"Ya ya ya, seperti ingin berkencan saja."

"Anggap saja begitu." Deg.

Sharollate mesih mematung pada tempatnya, ia hanya menatap punggung Zeyan yang perlahan menjauh dari pandangan matanya.

"Hah yang benar saja. Berkencan katanya.."

...

"Kamu ini kenapa?" tanya Raquel saat melihat Sharollate terus mondar mandir sejak satu jam yang lalu.

"Tapi apa peduliku kalau ia berkencan. Haha masa bodo lah."

"Hei! kamu ini kenapa?"

"Ah aku bisa gila jika terus begini, akan kususul dia." final Sharollate. Ia segera pergi ke bioskop yang ada di pusat kota.

...

"Apakah Sharollate sudah bisa dihubungi?"

"Belum, Raquel."

"Kemana sebenarnya anak itu-" baru saja Raquel ingin menghubungi Sharollate lagi, sang empu sudah memasuki rumah dalam keadaan basah kuyup karena memang kota sedang hujan sejak setengah jam lalu.
"Akhirnya kamu pulang, kamu-"

"Diamlah, dan menyingkirlah dari hadapanku." ujar Sharollate datar dan segera berlalu dari hadapan Raquel.

"Sharollate tunggu, kamu ini kenapa?" Raquel tanpa sengaja menarik tangan Sharollate kuat.

"Sialan! Berani sekali kau menarik tanganku dengan tangan kotormu!" kaget tentu saja, sisi Sharollate yang cerah sejak beberapa hari terakhir tidak ada lagi. Kini sorot matanya telah kembali pada sisi Sharollate yang gelap.
"Pergilah, sebelum aku menjadikanmu target buruanku." tekannya lagi dengan sedikit berteriak.

TBC.

BEAUTIFUL EVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang