15

0 0 0
                                    

"Kita sampai, sekarang turunlah."

"Ini di mana?"

"Rumah Tuan Abraham, sebentar lagi dokter akan sampai kesini. Dokter itu akan merawat Nona Sharollate sampai pulih."

"T-tapi, Sharollate sudah tidak bernapas?"

"Ia meminum ramuan yang menghentikan napasnya dalam beberapa jam, dan saat ia kembali bernapas harus cepat ditangani oleh Dokter Profesional."

"T-tapi kenapa?"

[Flashback On]

"Ah aku tidak peduli lagi tentang dirimu, yang jelas semua harta itu menjadi milikku."
"Bersiaplah untuk menemui ajalmu." lanjut Abraham, pasti.

DOR!

Sharollate menutup matanya. Tapi sedetik setelahnya ia kembali membuka matanya, ia tidak merasakan sakit di bagian tubuh mana pun. Ia menatap sang paman dengan raut penuh pertanyaan.

"Hiduplah.. Meski harus memulai semuanya dari awal, setidaknya buatlah dirimu nyaman dengan apa yang sebenarnya hatimu inginkan."

"Mengapa? Mengapa kau tidak menembakku saja?!"

"Kamu.. Tetaplah keponakanku yang telah aku besarkan."

"Tapi aku sudah tidak memiliki siapa pun paman- mereka semua menipuku. Tidak ada yang benar tulus menemaniku, bahkan paman sekali pun."

"Berhentilah merasa seolah-olah hanya kamu yang terluka di dunia ini Sharollate! Kamu sudah dewasa, kamu bisa melihat dari banyak sudut pandang sebelum memberi penilaian. Setidaknya pikirkan posisi orang lain yang melihatmu dari sudut padang mereka juga."

"Paman.."

"Hiduplah disini, di rumah ku yang tidak terjamah bisingnya kota. Kamu masih bisa bersosialisasi jika kamu ingin jika tidak maka tetap tak akan ada yang tahu tempat ini."

"Bagaimana caranya?"

Abraham tersenyum tipis.

[Flashback Off] 

Baru saja Raquel ingin protes akan apa yang dikatakan oleh anak buah Abraham tapi dirinya kembali bungkam.
"ini demi kebaikan Nona Sharollate,"

"Apapun yang terbaik untuk Sharollate aku akan mendukungnya.." Lirih Raquel.

"Bagus, kalau begitu aku pamit pergi. Jagalah Nona Sharollate selalu,"

"Baiklah, dan Terima kasih untuk semuanya.."

...

Satu jam setelah kesadaran Zeyan pulih sepenuhnya,

"Sudah aku katakan jangan berurusan dengan Sharollate lagi, kenapa kakak tidak mau mendengarkan?" ya Zeyra sedari tadi tidak henti-hentinya mengoceh karena kesal dengan sikap bodoh kakak satu-satunya itu.

"Berhentilah bicara dan cukup suapi saja aku, aku lapar."

"Ya, ya baiklah.."

"Berita terkini, tubuh pewaris tunggal Perusahaan ternama JR Group yakni Sharollate Dandelion ditemukan sudah tidak bernyawa di tepian sungai Dark Forest. Hingga kini pihak berwajib masih mencari tahu penyebab kematian remaja perempuan ini. Tapi, dugaan sementara adalah Sharollate tergelincir masuk ke sungai dan hanyut beberapa KM dari tempatnya berburu. Sekian berita terkini saat ini, kami akan terus memberikan berita terupdate untuk kalian semua. Terima kasih." --- seperti dihujami beribu anak panah, sesak telah mendera dada Zeyan saat ini.

"B-bagaimana mungkin," ujar Zeyra tanpa sadar.

"Mengapa tidak mungkin? Kamu lupa bahwa Sharollate juga manusia biasa? Kamu lupa bahwa Sharollate juga bisa terluka kapan saja?" ujar Zeyan dengan napas yang memburu menahan amarah juga tangis di saat bersamaan.

...

1 tahun berlalu,

"Lucya, cepatlah bergegas atau kamu akan terlambat ke kampus."

"Aku sudah siap Raquel, lihat."

"Baiklah duduk dan habiskan sarapanmu."

Selesai dengan sarapan, perempuan bernama Lucya itu bergegas menuju perbatasan desa untuk berangkat ke kampus bersama teman-temannya. Ya memang akses transportasi dari rumah Lucya ke kota sangatlah minim.

"Cia, maaf kami terlambat."

"Tidak apa-apa, ayo kita berangkat."

"Mampir ke perpustakaan dahulu ya?"

"Baiklah-baiklah, ayo.."

Sesampainya mereka di perpustakaan yang tidak jauh dari kampus tempat mereka belajar, mereka langsung menuju ke tempat buku yang menjadi prioritas mereka.

"Cia, tahukah kamu novel Darkness Jilid 3 baru saja datang?"

"Sungguh?"

"Ya jika kamu penasaran, lihat saja di tempat novel itu biasa berada"

"ya ya ya baiklah.." Lucya berjalan penuh antusias ke arah tempat novel biasanya berada. Hingga langkahnya terhenti saat tidak sengaja menabrak tubuh seorang laki-laki.

"Maafkan aku.. Aku tengah terburu-buru sampai tidak memperhatikan jalan.." ujar Lucya tulus dengan napas setengah terengah karena berlari.

"Ah ya tidak ap-" kalimat laki-laki itu terhenti, sembari terus memandangi wajah perempuan di depannya ini.

"Kalau begitu aku permisi.. Ada sesuatu yang penting yang harus aku dapatkan.." Lucya segera berlalu dari hadapan laki-laki yang masih membeku di tempatnya berdiri.

"Mata itu... Terlalu mirip dengan milik-nya.."

"Cia ayo cepat! Kelas akan segera di mulai"

"Iya iya.." Lucya kembali ke tempat resepsionis perpustakaan berada untuk mengurus Novel yang akan dipinjamnya.

"Cia, laki-laki itu terus menatapmu.. Sungguh menyeramkan."

"Aa.. Aku tidak sengaja menabraknya tadi, atau mungkin ia ingin meminta ganti rugi?"

"Sudah jangan berurusan lagi dengannya, sepertinya ia orang baru" ujar salah satu teman Lucya dan dengan segera mengajak semua temannya keluar dari perpustakaan.

"Apa itu dia tapi bagaimana mungkin.." ujar pria itu lirih.

Setelah kejadian hari itu, laki-laki itu terus saja menanti kehadiran Lucya entah apa tujuannya. Yang jelas itu membuat Lucya dan teman-temannya terganggu.

"Maaf sebelumnya, mengapa kamu terus memperhatikan aku seperti itu? Karena jujur itu mengganggu ku dan juga teman-temanku.. Jika memang kamu ingin meminta ganti rugi atas kejadian tempo hari, maka cukup katakan saja tidak perlu terus memperhatikan aku begini setiap harinya.." ujar Lucya dengan nada yang santai tapi intonasinya penuh penegasan.

"Ah maaf, sebenarnya aku terus memperhatikan mu karena aku merasa kamu begitu mirip dengan seseorang yang ku kenal dulu.."

"Hm? Siapa dia? Kenapa tidak langsung menemuinya saja? Kenapa justru terus disini dan memperhatikan orang lain?"

"Inginku juga langsung menemuinya, memeluknya dan tidak akan melepaskannya. Tapi sayang, setahun yang lalu.. Ia pergi meninggalkan dunia ini."

"A-ah.. Maafkan aku, sungguh."

"Tidak apa-apa, oh ya perkenalkan namaku- Zeyan.."

"Ah aku Lucya, panggil saja cia.. Kalau begitu bolehkah aku meminta tolong padamu agar tidak terus memperhatikanku dengan tatapan itu.. Teman-teman ku terganggu akan hal itu,"

"Ah ya baiklah.."

"Baik terima kasih Zeyan, kalau begitu aku pamit dulu.."

Di mata Zeyan, ia bagaikan sedang melihat Sharollate yang kembali hidup. Tetapi, di mata Lucya ia masih melihat Zeyan seperti setahun yang lalu. Tatapan hangat dan tutur lembut milik Zeyan seakan membekas begitu apik di ingatan Sharollate.

Jadi, beginikah kisah ini harus berakhir? Meninggalkan dunia lama untuk bisa memulai dunia yang baru. Beginikah akhir yang adil bagi semuanya? Atau sebenarnya akhir seperti ini adalah hukuman nyata bagi semuanya..?






END.

BEAUTIFUL EVILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang