👑 3/6 👑

4.4K 752 29
                                    

[Name] berlari kencang di sepanjang lorong istana menuju letak dimana kamar Claude berada. Ada yang mengatakan padanya ketika ia selesai merawat yang mulia selir bahwa sang pangeran kembali babak belur akibat ulah Permaisuri.

Gadis itu tentu saja marah, panik, dan khawatir. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang wanita dewasa menyiksa anak kecil seperti itu?

Sebesar apa rasa benci permaisuri pada pangeran hingga wanita itu bersikap seolah akan membunuh Claude kapan saja ia merasa kesal?

Untunglah katanya Putra Mahkota datang dan berhasil membawa Claude keluar dari amukan permaisuri.

Anastasius...

[Name] bersyukur, Putra Mahkota tidak kejam seperti Ibunya. Anak itu juga terlihat menyayangi Claude seperti adik kandungnya sendiri.

"Yang Mulia!"

Pintu yang tadinya tertutup itu kini terbuka lebar karena ulah [Name] yang kini segera menghampiri ranjang dimana tubuh kecil Claude terbaring. Ada Anastasius yang duduk di kursi yang ada di sebelah tempat tidurnya.

"Dia sedang tidur. Dokter sudah memeriksa dan mengobatinya," ucap sang Putra Mahkota.

Dengan nafas yang masih tersengal, gadis pelayan itu akhirnya jatuh bersimpuh di sisi Claude yang masih menutup matanya di atas tempat tidur. Di tengah pandangannya yang berkabut, [Name] bisa melihat memar kembali menghiasi tubuh kecil itu.

"Aku minta maaf karena tidak bisa menghentikan Ibu."

Kalimat Anastasius bagaikan angin lalu di telinga [Name]. Gadis itu terlalu terpaku pada kondisi pangeran kecilnya yang menyedihkan. "Kenapa?" bisiknya lirih. "Kenapa Permaisuri begitu kejam pada Pangeran?"

[Name] tampaknya tidak peduli jika ada yang mendengar kata-katanya. Bahkan kehadiran Anastasius yang notabene adalah anak permaisuri pun seolah tidak berpengaruh apapun.

"Maaf."

Kalimat maaf yang kembali diucapkan Putra Mahkota menjadi penutup kejadian yang memilukan hari itu.

.
.
.
.

Claude bangun tiga hari kemudian. Pangeran kecil itu demam semalaman dan membuat [Name] cemas bukan kepalang.

"Apakah ada yang dirasa tidak nyaman? Anda butuh tambahan bantal atau selimut? Apa Anda haus? Lapar? Atau-..."

"Aku baik-baik saja, [Name]." Claude tertawa pelan melihat pelayannya yang heboh sendiri. Begitu tau bahwa Claude sudah sadar, [Name] segera memberondongnya dengan berbagai macam pertanyaan.

"Jangan bohong, Yang Mulia. Anda tidak sadar selama tiga hari! Apakah Anda tau betapa cemasnya kami?" [Name] berusaha untuk tidak menangis, tapi airmatanya jatuh tanpa dikomando. "Anda membuat saya takut."

Claude hanya bisa menatap [Name] yang kini malah menangis sesegukan di samping ranjangnya. Kepala gadis itu terkubur di lipatan tangannya di atas kasur.

Secemas itukah [Name] padanya? Apakah [Name] takut Claude mati karena ia tidak bangun selama tiga hari?

"Aku baik-baik saja. Sungguh. Berhenti menangis. Aku tidak suka melihatmu sedih, [Name]." Claude tersenyum kecil. Tangan kecilnya terangkat untuk mengangkat wajah [Name] dan menyeka airmata di wajah pelayan berharganya tersebut.

"Anda sungguh tidak apa-apa? Lukanya ..."

"Lukanya sudah tidak sakit, kok. [Name] lupa? Aku kan kuat! Jadi tidak perlu khawatir."

[Name] terdiam memandang senyum Pangeran kecilnya. Benar, Claude itu kuat. Buktinya anak itu masih bisa tersenyum di tengah situasinya yang seperti ini.

Memang tak semua senyuman berarti bahagia. Sering kali senyum menjadi penutup hati yang tengah terluka.

"Bolehkah saya memeluk Anda, Yang Mulia?"

"Tentu saja."

Ketika Claude merentangkan tangan kecilnya, [Name] segera membawa tubuh kurus itu ke dalam rengkuhan hangatnya.

.
.
.
.

Words : 502Senin, 6 September 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Words : 502
Senin, 6 September 2021

OLDER || Claude de Alger Obelia [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang