Bagi Lily, Jaden adalah orang yang sangat kaku. Mereka saling kenal dan dipertemukan di dunia bisnis. Menikah pun karena bisnis. Ya, mereka sudah menikah tiga bulan yang lalu, karena— dijodohkan. Klise memang.
Lily awalnya jatuh cinta pada Aland. Kakak tiri Jaden. Laki-laki itu punya selera humor yang bagus. Persis seperti tipe idaman Lily. Entah mengapa dia malah dijodohkan dengan dewa es, yang senyumannya sangat mahal.
Belum lagi, setiap hari Lily dipusingkan dengan pertanyaan dua keluarga mengenai "Kapan mereka bisa dapat anggota baru?" Singkatnya, mereka menyuruh Lily agar lekas hamil. Ck. Bagaimana mau hamil jika berpelukan saja tidak pernah?
Berbicara saja seringnya Lily yang memulai. Itupun mengenai sesuatu yang penting. Jika tidak, rumah mereka akan dipenuhi ribuan jangkrik. Membosankan!
Malam ini seperti biasa. Lily menunggu laki-laki itu pulang di ruang tamu dengan pakaian yang bisa dibilang cukup memancing iman. Tapi Lily yakin, Jaden tidak akan terpancing.
Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh lebih. Harusnya Jaden sudah pulang sejak pukul sembilan. Ini sudah lebih satu jam.
"Tuh anak ke mana sih?" Lily menghubungi nomor Jaden, tapi tidak aktif. Dan jujur, Lily khawatir. Sedikit. Entahlah.
Selang beberapa menit setelah berjalan mondar-mandir, Lily mendengar suara mesin mobil. Dengan cepat Lily membuka pintu. Sedangkan Jaden baru saja akan mengayunkan tangan. Mengetuk pintu.
"Lo tuh kalo telat pulang kabarin gue dulu. Biar gue nggak usah nunggu," amuk Lily.
Jaden menghela napas. Baru pulang langsung dapat amukan. Siapa yang tak kesal? Namun memang dasar pendiam, bukannya balik membalas, laki-laki itu lebih memilih melewati Lily dan pergi ke kamar.
"Gue nggak dianggep?!"
Lily menutup pintu kasar. Lalu berjalan ke kamar menyusul Jaden. Ya, mereka memang tidur sekamar. Tapi tak pernah bersentuhan. Mereka sepakat untuk membuat batasan di ranjang menggunakan bantal guling.
Pintu balkon terbuka lebar. Di sana, Lily memergoki Jaden yang tengah duduk di kursi sembari menyalakan rokok. "Lo ngerokok?"
Melihat Jaden yang lagi-lagi tak menggubrisnya Lily merebut kotak rokok yang berada di tangan kanan Jaden. Lalu membuangnya. Namun, saat wanita itu hendak merebut rokok yang sudah menyala, bokongnya melesat cepat ke pangkuan Jaden.
Lily terkejut. Sedangkan Jaden masih tampak tenang dan mencoba menahan asap yang kan keluar dari mulutnya agar tak mengenai wajah cantik Lily. Setelahnya, Jaden membuang muka ke samping guna menghembuskan asap.
"Gue tau, gue kaku. Tapi gue masih punya nafsu. Pakai pakaian yang bener. Belahan dada lo keliatan."
Reflek, Lily menyilangkan tangan di depan dada, lalu beranjak dari pangkuan Jaden. Sedangkan laki-laki itu diam-diam menyunggingkan senyum miring.
"Takut?" ejeknya.
Lily berdecak. Selain sisi dingin, Jaden punya sisi sarkas sekaligus menyebalkan yang muncul tiba-tiab seperti ini. "Nggak. Siapa yang takut?!"
Sebetulnya, bukan Jaden yang enggan menyentuh Lily. Tapi gerak-gerik Lily cenderung tak mau disentuh, sehingga Jaden selalu terlihat bersikap acuh tak acuh. Padahal, laki-laki itu jelas ingin. Dia normal. Bagaimana mungkin bisa tahan? Apalagi saat pagi dia selalu menemukan Lily yang memeluknya erat dan secara tidak sadar mengerang pelan tepat di telinganya.
Tapi dia selalu pandai bermain ekspresi. Karena dia tahu, Lily tidak mencintainya. Dia mencintai Aland. Fakta itu menyakitkan, sampai mencium pipi istrinya saat terlelap pun dia tak berani. Cupu memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
YILISM WORLD
RandomWang Yibo and Lalisa's one or two shot 💘 [🙅] Kinda 18+ and contains harsh words.