+ Husband 2

3K 391 26
                                    

WARN :
Agak delapan belas coret.

•••

Jaden menyesap lembut bibir milik Lily. Wanita itu sudah berada di pangkuan Jaden, mengalungkan tangan di leher suaminya dengan erat. Sesekali mengusap rambut Jaden dengan pelan.

Ketukan pintu kamar membuat Jaden melepas tautan bibir mereka. Sedangkan Lily malah semakin mengeratkan pegangannya di leher Jaden.

"Tiduran dulu ya? Gue mau buka pintu." Jaden menggendong Lily seperti koala. Mendekatkan diri ke kasur guna membaringkan Lily. Namun wanita itu tak mau lepas.

"Ly, masa buka pintu kayak gini? Mana pakaian lo udah berantakan banget," decak Jaden sembari membenarkan dress Lily yang sudah melorot, showing off her shoulders and cleavage.

Jaden sudah memesan kamar sendiri, berbeda dengan private room yang kedua Ayah mereka pesan. Ya, dengan meninggalkan Baron dan Sam berduaan. Habis mau bagaimana? Jaden really can't hold back his lust.

Bukannya melepas pelukan dari leher Jaden, Lily malah membuat kiss mark di sana. "Look, i made one tattoo for you, eungh mual."

Setelah berkata demikian, wanita itu memuntahkan seluruh isi perutnya di jas Jaden. Sedangkan laki-laki di depannya hanya mengeram frustasi dengan tingkah Lily yang semakin menjadi.

"Sorry, i threw up. But i think it will speed you up to take off your clothes, hehe."

Jaden menghela napas. Lily sudah melepas rangkulan erat dari lehernya, laki-laki itu pun segera membaringkan Lily ke kasur. Setelah itu, Jaden berniat membuka pakaian Lily karena terkena cairan perutnya sendiri.

Namun sebelum melakukan hal tersebut Jaden terlebih dulu membuka kemeja dan celananya yang kotor. Menyisakan boxer dan kaos putih yang ketat di tubuh atletis-nya.

"Argh sial. Kenapa gue malu?!" kata Jaden setelah membersihkan diri dan menaruh baju kotornya di kamar mandi.

"Okay Jaden, let's do it.  Ngapain malu, anjing? She is still your wife and it's your rightness, boy." Jaden lagi-lagi berbicara sendiri membelakangi Lily. Dia tak sadar kalau wanita itu sudah melepas bajunya sendiri dan mendekat, lalu memeluknya dari belakang. Tak hanya memeluk Lily juga meraba tubuh Jaden sampai ke pusat.

Jaden mengerang tertahan, bersegera menghentikan tangan Lily yang semakin liar. "Apa lo selalu being aggressive kalau lagi mabuk, Ly?" bisiknya.

Lily mengangguk, lalu menyeringai melihat wajah Jaden yang semakin dipenuhi keringat. Wanita itu melepas tangan Jaden yang bertengker di pinggangnya. Then, Lily sucks her index finger sensually and taking off her underwear.

"Anw, Jaden, gue yang udah gantiin lo malam itu. Rasanya mau gila tau nggak?"

Bungkam. Jaden benar-benar kaget dengan pengakuan Lily. Dia frustasi. Rasanya ingin sekali meniduri Lily sampai pagi. Tapi, dia butuh satu kata lagi untuk menyakinkan dirinya.

"What do you think? let's do it. there is no more time," paksa Lily.

Laki-laki itu masih terdim menatap manik mata Lily. "Lo yakin? Lo nggak akan nyesel?"

"No, fuck me please, Jaden."

Cukup. Jaden tidak kuat. He immediately kissed her harshly. Biting, licking, and fighting tongues there. Setelah berhasil membuat Lily sesak napas, dia bersuara. "Don't ask me to stop. Because i won't stop until i'm satisfied."

"Nice info, okay, i won't ask you to stop."

Jaden melepas kaos miliknya, kemudian mendorong Lily ke ranjang. Ya, malam ini akan jadi malam yang sangat panjang.

•••

Lily membenamkan seluruh tubuhnya di dalam selimut. Dia bahkan tidak punya nyali untuk sekadar membuka mata saat ini.

"Gue tau lo udah bangun." Suara Jaden menyelusup ke dalam telinganya dengan begitu rendah.

"Mampus." Tidak ada yang bisa Lily lakukan selain mengumpat dan mengumpat dalam hati. Dia masih kekeh dengan aktingnya. Bersembunyi, pura-pura tidur di balik selimut.

Terdengar embusan napas kasar. Jaden mendaratkan bokongnya di kasur, terdiam sejenak kemudian bertanya. "Gue harus apa?"

Pertanyaan dari Jaden sukses membuat pikiran Lily menganai semalam bungkam. Melihat Lily yang tak merespon, Jaden tersenyum miris. Dia pikir, yang semalam Lily hanya khilaf.

"Ah gue paham. Kalau gitu kita bakal tetep cerai—"

Sret.

Lily menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Wajahnya terlihat emosi. "LO TUH GA ADA TANGGUNG JAWABNYA BANGET SEBAGAI SUAMI SIH. LO UDAH MAKE GUE, DAN LO MASIH MIKIR MAU NYERAIIN GUE?!" teriak Lily sembari memukul lengan Jaden dengan beringas.

Laki-laki itu mencekal kedua tangan Lily pelan. Kemudian dengan perlahan membawa wanita itu ke pelukannya. "Udah, okay? Gue nggak bermaksud gitu, tapi kan lo nggak suka sama gue. Gue nggak mau maksa lo lagi."

"Gue itu bukan nggak suka sama lo. Tapi belum. Makanya usaha kek biar gue jatuh cinta. Jangan diem doang kayak patung," ujar Lily sembari membenamkan wajahnya di dada bidang Jaden.

Mendengar perkataan Lily, Jaden membeku. Selama ini dia hanya menunjukkan perhatiannya secara diam-diam. Dia juga tak pernah angkat bicara soal hubungan baku ini. Mungkin itu penyebabnya dia merasa semuanya tetap sama dan akan terus sama.

"Sorry."

"Kenapa minta maaf?" tanya Lily. Wanita itu mendongak, menatap Jaden yang terlihat berpikir, menimang kata.

"Karena gue terlalu pasif dalam hubungan ini. Gue pikir, lo nggak akan pernah suka sama gue. Dari dulu, kalau udah ada kaitannya sama Aland, gue selalu ngalah sama dia. Meski takdir selalu ngebiarin gue menang pada akhirnya."

Hening. Lily tak mau memotong percakapan Jaden. Dan Jaden masih mengatur detak jantungnya untuk mengungkap perasaannya pada Lily.

"Gue sejak awal .... udah jatuh cinta sama lo, Ly."

Lily agak terkejut. Selama ini, Jaden selalu pandai bermain ekspresi dan menyembunyikan kebenaran itu. Namun beberapa detik setelahnya, Lily tersenyum. "Kalau gitu, buat gue jatuh cinta sama lo juga ya, Jaden?"

"Okay, i'll make you fall deep into me. I promise."

"I'll be looking forward to that, Jaden."

END

•••

APA YANG KALIAN
HARAPKAN?

YILISM WORLD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang