Cr. Pinterest
Hazwan mendekati dua bocil yang kini berenang menggunakan sebuah pelampung berwarna orange. Mereka begitu gembira saling bekerja sama melempar air ke arah Hana. Sehingga mau tak mau gadis itu sedikit membalas keduanya.
Terdengar suara mainan bebek yang ditekan sehingga mampu mengalihkan perhatian beberapa orang disana, ia tidak peduli akan hal itu.
"Wah ada bebek - bebekan!" seru Zia, wajahnya tambah sumringah saat beberapa bebek kecil itu mulai mengambang mendekat ke arahnya.
"Kalian suka bebek ini?" ujar Hazwan masih dengan logat khas melayu nya, Malaysia.
"Suka om!" Azmi menanggapi pertanyaan itu, "Azmi - Zia bilang apa sama Om?"
"Terima kasih Om" ujar keduanya sembari tersenyum dan meraih salah satunya untuk di ajak berenang sedikit, "Sama-sama sayang"
"Azmi, dekat sini aja yaa mainnya. Zia juga" ujar Hana sedikit was - was, dia tidak bisa berenang karena melihat mereka berdua sedikit menjauh. Dan Gadis itu sedikit risih karena ada lelaki asing berada di dekatnya.
Sedangkan dua bocil itu mulai bermain tak mendengarkan ucapan Hana barusan.
"Mereka begitu lucu. Apakah mereka anak-mu?"
Hana sedikit melirik pria berkulit putih itu yang kini berada tak jauh darinya, sedikit menjaga jarak.
"Bukan. Mereka anak asuh-ku." Gadis itu masih menatap dua bocil itu, takut kalau mereka tenggelam.
"Mereka tidak akan tenggelam,karena sudah memakai pelampung, tenanglah." Hazwan seakan mengerti apa yang ada di fikiran gadis di sampingnya. Pria itu mendekat ke arah pinggir kolam dan duduk di bebatuan,
"Bagaimana aku bisa tenang kalau ada pria asing yang memberi mereka mainan, dan sedikit menjauh dariku." timpalnya sedikit sarkasme.
Pria itu terkekeh, "Kau cemburu karena aku tidak membawa mainan untukmu, atau kau cemburu karena mereka lebih suka bermain dengan bebek itu daripada dirimu?"
"Tidak keduanya Tuan. Mereka adalah tanggung jawabku saat ini. Karena keselamatan mereka adalah nomor satu."
Pria itu menoleh, Apakah bisa aku menjadi pria nomor satu di hatimu? Batinnya.
"Kita belum berkenalan sejak pertama bertemu. Bolehkah aku tahu nama-mu?" Hazwan hanya sedikit basa-basi, padahal ia sudah mengetahui identitas gadis ini. Namun gadis itu terdiam,
"Mba Hana" panggil suara lembut dari belakangnya, Hana tersentak dan menoleh,
"Iya bunda?"
"Dimana anak-anak?"
"Mereka di sa - na, loh mereka kemana?" Hana terkejut. Pasalnya sedari tadi ia mengawasi mereka, tapi kenapa tidak ada di pandangannya.
"Dimana anak-anak mba?" tanya bunda sekali lagi dengan nada sedikit lebih tegas, "Tadi mereka main disana bun, bareng bebek-bebek kecil"
Bunda mengucap Istighfar dan berusaha menenangkan diri. Hana kelimpungan, dan pria itu sudah berdiri di hadapannya, "Mereka mengikuti beberapa anak kecil ke arah sana"
Tunjuknya ke sebuah lahan perhijauan yang tertutup atap, tak menunggu waktu lama bunda segera berjalan lebih dulu meninggalkan keduanya. Sedangkan Hana bertanya-tanya, Siapa pria ini? Bagaimana mereka berdua bisa pergi dengan orang asing?
Hana menyusul bunda, dan mendapati mereka sedang berkumpul, banyak anak-anak di sini.
Loh? Ko ada kolam renang lagi?"Azmi - Zia.. Kenapa pergi engga bilang mba Hana dulu?" ujarnya penuh khawatir, "Mba Hana tadi dipanggil engga nyahut, jadi Azmi pergi sama teman yang lain"
Hana lega sekali melihat mereka baik-baik saja. "Maaf bunda, Hana kecolongan" gadis itu sedikit berlutut pada bunda yang kini duduk di salah satu bangku,
"Iya mba Hana. Lain kali lebih hati-hati ya. Mereka rentan untuk dibawa oleh orang asing." ujar Bunda, dan Hana mengangguk menanggapi itu. Dilihatnya Adya yang kini tertidur pulas, ia ingin sekali menggendong gadis mungil itu,
"Mba tolong gendong Adya sebentar" Hana tersenyum senang dan menggendong dengan hati-hati supaya bayi mungil itu tidak terbangun,
Semua itu tak luput dari pandangan Hazwan. Cara Hana meminta maaf, menatap lawan biaranya, suara yang lembut dan tidak dibuat-buat, seakan menambah kekaguman dalam diri Hazwan.
Hana mengayun Adya supaya lebih merasa nyaman, "Hana."
Gadis itu menoleh, "Namamu Hana. Aku Hazwan, Apakah boleh aku menggendong bayi itu?"
"Bajumu basah." Hazwan mengangguk, "Bolehkah aku mengelus pipinya? Ia begitu cantik saat tidur"
Hana meliriknya, disusul anggukan kepala pertanda setuju. Hazwan tersenyum, ia pun sedikit lebih dekat dengan Hana dan segera mengusap pipi halus itu, ia menggeliat.
Hana tertawa ringan, dan baru menyadari sesuatu, seperti mimpi tadi malam.
"Apakah kau sedang membayangkan sesuatu tentang kita?"
"Bagaimana kau tahu?" ucap Hana secara tak sadar, dan itu berhasil membuat jantung Hazwan berdegup kencang.
"Tentu aku tahu. Matamu mengatakan segalanya" ujarnya penuh percaya diri,
"Mataku tidak bisa berbicara jika kau lupa."
Hazwan bingung dibuatnya, bukankah barusan gadis ini menjawab nya dengan sungguh-sungguh?
Ia menghela nafas, dan sedikit menjauh dari gadis itu. Lalu berjalan mendekati bunda, bos gadis ini. Ia harus berbicara sesuatu.
Setelah berbicara, Ia menghilang dibalik pintu di ikuti oleh seorang pria yang menemaninya,
Hazwan tidak menoleh sedikitpun ke belakang. Namun ada seringai kecil di bibirnya, seakan merencanakan sesuatu.
🌻
🌻
🌻
🌻
🌻
🌻
Jangan lupa tinggalkan jejak 😉
Kalian bisa follow aku di Instagram
@TYuzaRLuv, TYuzaR 🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana Firdaus
General FictionHana Firdaus "Cukup untuk menerima setiap lelaki sebagai kawan,namun tidak untuk menjalin hubungan" itulah prinsipnya. Ia hanya akan luluh pada saat yang tepat. Namun tak disangka, prinsip yang dipegang teguh olehnya sedikit bergoyang layaknya per...