Sejak hari dimana Hana merelakan Jaffa dan Kaifa, kini ia sudah bisa membuka diri untuk lebih menyerap energi positif. Hubungannya dengan Hazwan pun mengalami peningkatan.
Perlahan namun pasti Hana mencoba membuka pintu hati nya dengan kunci yang sudah ditemukan. Ia tersenyum mengingat hari dimana Jaffa dan dirinya memutuskan untuk berdamai. Bebannya sudah berkurang.
Seminggu berlalu, kini Hazwan sudah memulai rutinitasnya dalam bekerja. Aktivitas nya selama di Malaysia kembali membuatnya sibuk, belum lagi perihal perjodohan mengenai dirinya, itu sudah membuatnya pusing.
Namun lagi-lagi itu semua akan hilang saat ia mendapat kabar bahwa Hana sudah baik-baik saja sejak hari itu. Hari dimana Hazwan memantapkan hati untuk menjaga nya.
===
Assalamualaikum bunda
"Waalaikumussalam Shahia, apa kabar mu nak?" ujar ibu paruh baya di sebrang telefon,
Allhamdulillah, Allah masih melindungi Aya bunda. Bagaimana dengan bunda?
"Kabar bunda baik sekali. Kapan kita bertemu? Hazwan sudah kembali dari Indonesia."
Besok lusa Aya free. Aya bisa menemani bunda jika bersedia.
"Kalau begitu, Aya bisa ke rumah dan temani bunda pergi ke pengajian. Waktunya akan bunda kabari lagi ya"
Baik bunda. Aya tunggu kabarnya, Assalamualaikum..
"Waalaikumussalam Aya."
Telefon terputus dan sang ibunda menatap anak sulung nya, Hazwan yang kini bersitatap dengan laptop di meja kerjanya.
"Nak, bisa kita bicara sebentar?"
Hazwan mengalihkan perhatian pada sang Bunda, dan menutup laptopnya. Kini ia berjalan menuju sofa didalam ruangan tersebut.
Interior ruang kerja Hazwan didalam rumah sangat minimalis. Dengan cat tembok berwarna hitam dan putih, kesan misterius melekat disana. Serta perabot yang tak terlalu banyak namun rapih.
Beberapa tanaman hias melengkapi kesunyian di pojok ruangan itu. Terdapat lemari berukuran besar untuk menyimpan buku dan beberapa piala yang bertuliskan nama Hazwan Al-Hanan.
"Iya bunda"
Bunda tersenyum, ia dapat mengetahui sesuatu yang belum di ungkapkan oleh Hazwan dari matanya. "Apakah ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh anak bunda?"
Pria bermata sipit itu menghela nafas,dan menatap ibunda nya sembari menggengam tangan yang sudah merawatnya sedari bayi,
"Apakah boleh Awan menolak perjodohan ini?" to the point pria itu, sang bunda hanya tersenyum simpul dan menjawabnya, "Apa yang membuat Awan menolaknya? Bukankah Aya adalah gadis dari keluarga yang terpandang, dan Inshaallah mampu menjadi isteri dan ibu yang merawat keluarga dengan baik."
"Ada bunga cantik yang menghiasi hari Awan bunda. Awan bertemu dengannya di hotel tempat menginap, ia sangat menyukai anak-anak dan parasnya memancarkan keibuan."
"Awan terpesona olehnya karena belum melihat sisi terdalam dari Aya. Bukankah kalian belum pernah bertemu? Siapa yang selalu mempunyai alasan untuk tidak ikut pertemuan itu?" todong Bunda Tahani dan itu mampu membuat lelaki nya tertawa ringan,
"Bertemu dulu dengan Aya. Jika merasa tidak cocok, Awan boleh bawa sesiapapun yang memang mampu membuat hati ini bergetar." ujar bunda Tahani sembari menyentuh dada kiri Hazwan,
"Lalu bagaimana dengan Ayah?"
"Awan harus mampu memenangkan hati ayah."
"Bunda keluar dulu, jika dah selesai dengan pekerjaan - segera tidur" ujar Bunda lembut sembari mengelus pundak kokoh itu dan meninggalkan nya sendirian dalam keheningan.
===
Di lain tempat dan waktu
Hana memarkirkan motor dan beranjak menuju cafe yang berada disampingnya. Ia berjalan sembari memasukkan kunci ke dalam tas dan menuju tempat order untuk memesan makan dan minuman, lalu berbalik ke meja yang sudah terdapat dua manusia-kawan nya.
Merogoh handphone didalam tas, lalu bermain lincah disana.
"Gimana kerja 3 hari di Bogor? Dapat apa aja disana?" tanya pria di hadapannya, Aman.
"Menyenangkan! Ini gue bawa Stawberry satu bungkus" ujarnya sembari mengambil Buah merah menggoda itu dari tas yang dibawanya.
"Wah. Pasti manis nih secara yang bawa Hana" ada kalimat menyindir yang diagungkan oleh Mahira.
"Makasih loh bu bos" Hana membalasnya dengan senyum simpul.
"Oh iya, apa yang mau lo ceritain? Kayanya seru banget sampai harus kumpul gini" sahut Aman, mereka berdua memang di ajak oleh Hana untuk bertemu untuk membahas sesuatu.
"Jaffa mau nikah." singkat Hana, mengetahui hal tersebut Mahira dan Aman kompak terkejut, "What? Secepat itu dia mendapatkan pengganti?" seru Mahira
"Gue yakin dia punya pacar pas lagi deket sama lo Han. Fikiran cowo tuh cerdik babe. Dia bisa mengambil keuntungan sama cewek satunya, dan bisa kasih kesempurnaan untuk yang lain."
"Gue masih enggak nyangka. Bentar, kok lo bisa tau kalau dia mau nikah?"
Hana tersenyum simpul, "Gue ketemu sama dia pas disana. Mungkin emang waktu nya udah tepat untuk kita berdamai. Dan saat itu dia juga mengira kalau cowo yang sama gue, pacar gue."
Aman dan Mahira saling pandang, "Pacar? Maksud lo kemarin kesana bukan sama bunda tapi sama simpanan lo gitu" sungut Ira,
"Cowo itu.. " Hana menjelaskan secara detail pada malam itu, tanpa ada yang terpotong sedikitpun. Karena ia tidak ingin ada salah faham di antara mereka.
"Allhamdulillah, Hana udah pulih dari keterpurukan. Gue penasaran sama pesona cowo Malay itu." sahut Mahira, sedangkan Aman terlihat menganggukan kepalanya.
Hana menyeringai, "Gue pulih bukan berarti bisa langsung menerima dia. Toh kita emang enggak ada hubungan apa-apa kok sejauh ini. Hanya sebatas saling sapa di chatting."
"Kita lihat kedepannya. Kita cuma bisa berdoa yang terbaik buat lo Han." ujar Aman sembari menyeruput kopi di depannya,
Hana dan Mahira sebatas mengangguk pertanda setuju, mereka pun menghabiskan waktu kumpul bersama.
Setelah dirasa cukup malam, mereka segera beranjak dari cafe dan pulang ke rumah masing-masing. Dengan Aman dan Hana yang mengantar Mahira pulang, dan setelahnya mereka berdua berjalan beriringan dengan motor masing-masing. Tepat dipertigaan, Hana melambaikan tangan pada Aman yang berlalu sendirian ke arah rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hana Firdaus
General FictionHana Firdaus "Cukup untuk menerima setiap lelaki sebagai kawan,namun tidak untuk menjalin hubungan" itulah prinsipnya. Ia hanya akan luluh pada saat yang tepat. Namun tak disangka, prinsip yang dipegang teguh olehnya sedikit bergoyang layaknya per...