1

227 27 9
                                    

.
.
.
.

Sore hari ini, Bandung tak henti-hentinya di guyur hujan berangin. Pohon-pohon bergoyang tak menentu, genangan air dan baunya tanah yang khas menyapa indra penciuman Haechan.

Beberapa siswa maupun siswi yang mengenalnya berlalu lalang tak lupa menyapa nya dengan sebuah senyuman yang Haechan tak ketahui arti di baliknya.

Satu persatu Snack yang ia beli sudah habis ia makan. Hingga tak terasa, sudah setengah jam ia berdiri menunggu teman biadabnya yang tak kunjung datang.

Katanya sih, mau daftar futsal dulu sebentar. Iya, sebentar nya seorang temen itu kayaknya wajib diwaspadai emang.

"Sorry, hehe." Ucap sang teman yang baru saja berlari menerobos hujan. Bajunya yang basah sudah tak ia pedulikan lagi, yang penting dia aman, aman dari amukan Haechan.

"Gue nunggu hampir satu jam loh Jen!" Kesal Haechan pada temannya. Namanya Jeno, tetangga sekaligus sahabat yang selalu mengikutinya kemana pun ia pergi.

"Sorry, tadi kenalan dulu sama cewek-cewek yang juga ikut daftar futsal." Ucap Jeno menggaruk tengkuknya yang tak gagal.

Haechan menghela napasnya lelah. Yah, Jeno memanglah Jeno, tak pernah berubah sedikitpun, julukan playboy kelas kakap memang akan terus melekat pada jiwanya.

"Serah Lo ah." Ketus Haechan.

"Jangan ngambek gitu dong Chan! Kayak cewek aja Lo." Ujar Jeno tersenyum tipis.

Haechan mendelik, tak terima dengan ucapan Jeno yang meledeknya. Mendapat tanggapan tak suka dari Haechan, Jeno dengan cepat berdehem pelan, merangkul pundak temannya supaya posisinya lebih dekat dengannya.

"Jadi gimana? Mau langsung pulang atau belanja dulu?" Tanya Jeno.

"Belanja." Jawab Haechan yakin.

"Kan hujan Chan? Males banget gue kalau harus basah-basahan." Heran Jeno menggeleng tak setuju.

"Kan naik bis bege! Lagian kalau pulang dulu nanti kesorean, males gue kalau harus keluar lagi." Balas Haechan.

"Yaudah, list dulu barang-barang yang mau dibeli, biar entar gampang tinggal nyari." Kata Jeno.

Haechan mengangguk, membuka tasnya untuk mengambil pulpen dan sebuah buku catatan yang sudah tak memiliki sampul dan jilid lagi.

Haechan juga gak ngerti itu jilidnya ngilang kemana, dicuri jin kali ya? Ya padahal mah, Haechan aja yang gak bisa jaga barang nya dengan baik.

Biasa, anak cowok, bukunya gak jauh-jauh pasti dipake gambar, terus di coret-coret pas gabut, belum lagi buat jadi bahan lemparan sampai bukunya kusam dan robek.

Kalau gak gitu, ya paling mentok-mentok kertasnya abis disobek. Buat apa? Pastinya sih di pake buat bikin pesawat kertas ala-ala.

"Gampang, ini mah ditulis di dalam bis juga bisa." Balas Haechan sembari memperlihatkan buku tulisnya.

•••

Sesampainya di pasar terdekat, Haechan dan Jeno dengan cepat membeli semua barang yang akan mereka butuhkan untuk dua hari kedepan. Mulai dari sandal capit, senter, celana training, camilan dan sebagainya.

The 13 Club (00L & 97L)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang