10. Sudah Saatnya

5.1K 690 141
                                    

Ketakutan Dena bukan tidak berdasar. Segala hal bisa saja terjadi karena video viral itu. Terbukti sekarang saat orang-orang tahu bahwa ia anak dari Cintya hanya dari modal stalk akun media sosialnya. Padahal Dena tidak pernah memposting foto berdua dengan mamanya––kalau bersama Angkasa, banyak.

Dena mengusap wajahnya kasar kala kekhawatirannya menjadi nyata. Sebuah DM dari akun bernama pengguna @zidan.z tanpa foto profil meminta untuk mengikuti dirinya, beserta sebuah pesan masuk. Dena belum ada niat membalasnya, tetapi ia membuka akun tersebut.

Kecurigaan Dena terkonfirmasi kala melihat hanya ada satu postingan, di mana foto Zidan sekeluarga. Tampaknya saat hari raya. Mereka memakai baju couple berwarna biru navy. Di sana ada Ziya dan Zav juga.

Jadi, ia dan Ziya benar-benar ada hubungan darah.

Jadi, berita yang pernah beredar itu benar. Dulu dia tidak mencoba mengkonfirmasinya pada mama karena tidak mau terluka atau melukai mama dengan mengungkit masa lalu, tetapi kini sudah jelas. Bahwa mamanya mengandung dari seorang pria beristri. Terbukti dari Ziya yang lebih tua daripada Dena. Sedangkan Zav seumuran dengan Dena.

"Na, udah?"

Menoleh, Dena tersenyum kecil. "Udah."

Angkasa mengambil alih kotak berisi barang-barang Dena dari kantor. "Di ruanganmu masih ada yang perlu diambil?" tanyanya lagi.

"Nggak ada, Mas. Langsung pulang aja."

"Yuk."

Dena mengikuti Angkasa ke parkiran di mana mobil pria itu berada. Sampai hari ini, Dena masih belum memberitahukan Angkasa soal keberadaan sang papa yang sudah ia ketahui. Semata-mata karena Dena takut Angkasa tetap memilih pergi darinya sekali pun tahu ayah Ziya juga ayahnya. Semata-mata karena Dena tidak mau orang yang penting di hidupnya, kembali harus dimiliki Ziya.

"Mampir ke lobi bentar. Ada Ziya nungguin."

"Oke."

Dena masuk ke mobil saat Angkasa menyimpan kotak berisi barang-barangnya di kursi belakang. Saat Angkasa menyusul, mobil segera keluar parkiran.

"Jadi rencananya abis ini Dena mau ngapain?" tanya Angkasa.

"Mau tidur sepuasnya."

"Nggak mau kerja lagi?"

"Dena nggak mau mikirin itu dulu, Mas."

"Terus duit jajanmu gimana? Minta mama?"

Dengan cepat Dena menoleh pada Angkasa. "Ngapain minta mama?" bingungnya, "minta Mas Caca-lah!"

Angkasa tertawa mendengar suara penuh percaya diri itu. Ia mengacak rambut Dena sampai empunya berteriak protes. Namun, Angkasa tidak berhenti. Sesampainya di lobi, barulah Angkasa menghentikan aksinya.

"Mas, rambut Dena berhamburan!" rengek Dena. Ia cemberut. Tangannya sibuk merapikan rambutnya.

Gerakan tangan Angkasa yang hendak membuka mobil berhenti. Ia menatap Dena, lalu membantu merapikan rambutnya.

Dena tidak bergerak. Pandangannya tertuju pada wajah Angkasa yang berada hanya beberapa senti dari wajahnya. "Mas ...."

"Hm?"

"Mas nggak mau gitu pertimbangkan lamaran Dena?"

"Dena mau melamar di perusahaan tempat mas kerja?"

"Bukan." Dena berdecak karena Angkasa tidak menangkap maksudnya. "Lamaran beneran. Lamaran jadi suami Dena."

Dapat membaca gerakan Angkasa, Dena menutup dahinya dengan tangan sebelum pria itu menjitaknya.

Say Yes, Mas!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang