Aku pulang kerumah dengan keadaan linglung.
Tidak seperti tadi pagi, kali ini aku menginjak pedal gasku dengan normal. Bahkan aku sengaja memperlambat perjalananku dengan berkendara dalam batas terlampau rendah -yang membuat setiap mobil di belakangku akan membunyikan setiap klakson disertai sumpah serapah, payah.-.
Kuputar setir mobil sehingga berbelok memasuki halaman rumahku. Kumatikan mesin mobil, namun tidak langsung menyabut kunci.
Aku pun tidak beranjak dari posisiku.
Aku masih memikirkan wanita aneh tadi.
Bagaimana mungkin ada sosok wanita dengan pakaian abad kuno di tengah kafetaria tanpa menarik perhatian?
Tidak mungkin juga tamu akan berjalan-jalan di kafetaria khusus siswa-siswi, kecuali memang ada kepentingan seperti tukang kebun yang menyiram tanaman di dalam ataupun tukang bersih-bersih.
Dan sangat tidak mungkin seseorang se-nyentrik dia, tidak terlihat siswa-siswi lain. Apalagi dengan gaun warna hitam kelam dan model kuno yang dikenakannya sangat tidak cocok untuk jaman sekarang.
Mungkin aku lelah. Yeah, aku mungkin lelah.
Namun tampak begitu nyata.
Kurasakan kepalaku mulai berdenyut-denyut. Kusandarkan kepalaku di atas kemudi, berusaha mengatur napasku yang mulai memburu.
Dia tidak nyata, ya, dia tidak nyata.
Hanya halusinasi yang terasa begitu nyata.
Bisa kudengar, suara samar pintu tertutup lalu disusul langkah kaki menuju mobilku.
TOK! TOK!
"Clare?" Tanya ibuku, mengetuk pintu kaca mobilku.
Aku menghela napas, kembali menegakan badan lalu menarik kunci mobil, dan membuka pintu. Ibuku mundur sedikit, mata cokelat kelabunya masih mengawasiku saat aku mengunci pintu mobil.
"Hai, ibu." Sapaku, memeluknya lembut.
"Hai, manis. Ada apa? Kudengar suara mesin mobil dimatikan namun aku tidak mendengar langkah kakimu masuk.." tanya ibuku.
Aku hanya menggeleng. "Tadi aku agak lelah habis menyetir, jadi beristirahat sebentar sebelum turun." Jawabku.
Ibuku menatapku sambil menangkat sebelah alis. "Okay.. lalu bagaimana sekolahmu?" Tanya ibuku lagi.
Kami berjalan bersamaan memasuki pintu rumah. "Baik, aku berhasil hadir tepat waktu." Jawabku, meletakkan sepatuku di lemari sepatu, lalu mengikutinya masuk ke dapur.
Aroma panggang daging langsung mengoda indera penciumanku. Mataku langsung tertuju ke meja makan dan menatap sosok berambut cokelat tua tipis dengan kacamata besar bertengger di wajahnya yang sudah keriput, tersenyum hangat kearahku.
"Ah, Clare, cucuku. Ayo duduk, segera kita makan masakan ibumu." Ajak kakekku.
Aku mengganguk, kulangkahkan kakiku menuju wastafel untuk mencuci tanganku, lalu duduk di kursi sebelah kakek, sedangkan ibuku menyusul dan duduk di kursi yang kosong.
"Mari makan!" Ucap kami setelah selesai berdoa, aku langsung mengambil alat makan dan menyantap makanan di hadapanku.
Aku berani bersumpah, masakan ibuku memang paling enak. Entah bumbu atau racikan apa yang beliau pakai, masakannya selalu penuh cita rasa.
Kakekku mengamati gerak-gerikku sembari makan. "Bagaimana dengan sayurannya? Kau suka?" Tanya kakekku. Aku mengganguk. "Ini dari kebun kakek?" Tanyaku penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallen Sapphire
Fantasy(SEDANG DALAM PROSES REPOST) Fallen Sapphire series : * FALLEN SAPPHIRE - book 1 ** Golden Emerald - book 2 Bagaimana jika kau terlahir dalam keluarga yang berbeda? Jika sebenarnya kau ditakdirkan bukan menjadi remaja normal? Jika sebenarnya kau mem...