7. Margarita

505 101 9
                                    

AKU bukan mencari hiburan, hanya mencari tempat untukku bersantai selama beberapa hari hingga keadaan di rumah tenang.

Aku tiba sekitar jam enam sore.
Begitu melihat samudera Atlantik, Irene -gadis pantai dalam diriku, ingat?- menghela napas puas. Irene mudah sekali dibuat bahagia.

Aku beruntung bisa mendapat pondok pantai mungil yang nyaman di perhentian pertamaku; keluarga yang tadinya menyewa baru saja membatalkan pesanan mereka. Hebat kan?

Aku lebih suka menyewa bungalow/pondok daripada kamar, karena privasinya lebih besar.

Saat membongkar ransel, ponselku berdering.

Ini ketiga kalinya nomor Seulgi muncul di caller ID ponselku, dan sekali lagi aku membiarkan telepon itu. Ponselku terus berbunyi, memberitahuku bahwa ada pesan suara yang masuk, tapi aku belum mau mendengar satu pun.

Kupikir, jika aku tak tahu apa yang dikatakan Seulgi, secara teknis aku tidak menentangnya, benar kan? Dia mungkin mengancam akan menahanku atau semacamnya, dan itu hanya akan membuatku kesal, jadi lebih baik aku tidak mendengarkan pesan Seulgi.

Setelah membongkar ransel, aku pergi ke restoran seafood yang waw dan makan udang rebus banyak-banyak, dan aku benar-benar suka itu.

Atmosfer restorannya kasual serta pelayanannya cepat, dan aku tiba di sana tepat sebelum jam makan siang yang ramai.

Aku datang dan pergi hanya dalam waktu 45 menit. Saat kembali ke pondok kecilku, kerlip bintang sudah memenuhi sepanjang pantai dan hawa panasnya sedikit berkurang; kapan lagi waktu yang lebih baik untuk berjalan-jalan?

Anggaplah aku puas. Setelah berjalan-jalan aku menelepon ke rumah dan memberi tahu ibuku di mana dia bisa menghubungiku. Ibu tidak bilang apa-apa soal Seulgi, jadi mungkin letnan itu tidak mengganggu mereka.

Aku tidur nyenyak malam itu, dan bangun pagi-pagi sekali untuk berlari di pantai. Aku tidak berolahraga kemarin, dan aku tak betah bertahan lebih lama tanpa melatih otot-ototku. Aku berlari singkat sejauh lima kilometer di atas pasir, yang baik untuk kaki, kemudian mandi dan mencari toko untuk membeli sereal, susu, serta buah.

Setelah sarapan, aku mengenakan
Kaos dan celana pendek, aku juga mengikatkan kain pantai di pinggang sehingga menutupi sebagian kakiku. Dan yang penting memakai tabir surya banyak-banyak. Tidak lupa mengambil buku dan handuk pantai, memakai kacamata hitam, lalu pergi ke pantai.

Aku membaca sebentar di kursi malas dengan payung yang cukup besar di atasku; lalu saat matahari semakin terik, aku menyejukkan diri dengan minuman dingin sambil menikmati pemandangan laut, dan membaca sebentar lagi.

Pada jam sebelas siang, udaranya sudah terlalu panas bagiku, jadi aku memakai sandal jepitku, mengambil tas, dan berbelanja.

Aku menemukan celana pendek biru yang sangat imut dengan atasan warna biru-putih, serta topi dan tas jerami dengan bordiran bergambar ikan dari benang metalik, sehingga bordirannya berkilau di bawah sinar matahari. Tas itu cocok untuk membawa barang-barang pantaiku.

Aku makan siang di atas dek terbuka yang menghadap ke lautan, dan, seorang pria tampan mencoba merayuku. Tapi aku di sini untuk istirahat, jadi dia tak beruntung.

Akhirnya aku kembali ke pondok. Aku mengambil ponselku yang sedang di-charge, dan saat aku mengeceknya, tak ada panggilan tak terjawab, jadi jelas Seulgi sudah menyerah.

Setelah mengoleskan losion tabir surya lagi, aku kembali ke pantai. Rutinitas sama: membaca, menyejukkan diri di laut, membaca lagi. Jam setengah empat sore, aku begitu mengantuk hingga tak bisa membuka mata. Setelah menutup buku dan memeluknya, aku tidur.

To Die ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang