24. Rencana Pernikahan

145 30 5
                                    

KAU mungkin mengira aku akan kegirangan
karena Seulgi bilang cinta padaku, tapi itu terdengar seolah aku adalah obat pahit yang harus dia minum atau dia akan mati.

Aku tidak bicara pada Seulgi sepanjang perjalanan pulang, dan begitu kami sudah di dalam, aku berlari menaiki tangga untuk mandi, berjaga-jaga seandainya aku terkena jamur mobil sewaan. Well, sebenarnya aku bergegas menaiki tangga; aku masih tidak bisa berlari. Aku juga mengunci pintu kamar mandi supaya Seulgi tidak bisa masuk seenaknya, karena aku tahu bagaimana jadinya nanti dan aku tak suka menjadi orang yang begitu mudah dikalahkan.

Aku seharusnya membuat rencana lebih dulu dan membawa pakaian bersih ke dalam kamar mandi, tapi aku tidak melakukannya, jadi aku harus memakai pakaian yang tadi sudah kupakai. Tak mungkin aku berjalan keluar hanya mengenakan handuk. Aku kenal Kang Seulgi, dan motonya adalah: Ambil Keuntungan.

Seulgi sedang menungguku saat aku keluar dari kamar mandi, tentu saja, bersandar pada dinding dengan sabar seolah dia tak punya pekerjaan lain di dunia ini. Ia bukan pria yang mengelak dari argumentasi; itu satu hal yang kuperhatikan dari Seulgi.

"Hubungan ini tak akan berhasil," ujarku, mendahului Seulgi. "Kita bahkan tak bisa pergi ke bioskop tanpa bertengkar, lalu kau mencoba menyelesaikan semuanya dengan 'pe-le-ce-han' ."

Alis Seulgi naik. "Memangnya ada cara yang lebih baik? Dan jangan sebut pelecehan disaat kau menyukainya."

"Itu menurutmu. Aku tidak suka diperlakukan seperti itu, apalagi saat marah. Kau membuatku seperti wanita murahan."

Alis Seulgi naik semakin tinggi. "Aku tidak seburuk itu."

"Maniak," balasku cepat.

Seulgi menghela napas. "Kau membuatku kewalahan, Sayang." Seulgi mencium keningku. "Tapi aku takkan pernah bosan, dan aku akan minta ayahmu mengajariku trik-trik bertahan hidup di tengah tornado. Ayo," bujuknya, memindahkan bibirnya ke kupingku. "Aku sudah mengaku lebih dulu. Kau sebaiknya juga bilang: bahwa kau juga cinta padaku. Aku tahu kau begitu."

Aku gelisah dan bingung, namun lengan Seulgi terasa hangat dan aroma kulitnya membuatku pusing akibat gairah. Akhirnya aku menarik napas. "Baiklah," ujarku sambil merengut. "Aku cinta padamu. Tapi jangan sekali-kali berpikir bahwa itu berarti aku akan berubah jadi istri yg lembut."

"Sangat kecil kemungkinan itu terjadi," ujar Seulgi masam. "Tapi kau pasti akan jadi istriku. Aku serius soal itu sejak awal ... awal kedua, tepatnya. Berpikir kau mungkin telah terbunuh membuatku tersadar."

"Kejadian yang mana?" tanyaku, mengerjapkan mata.

"Ada tiga." Seulgi meremasku. "Yang pertama. Aku sudah cukup ketakutan minggu ini, cukup untuk seumur hidup."

"Oh ya?"

"Kau harus merasakan posisiku."

Aku menyerah dan merebahkan kepala pada dada Seulgi. Akibatnya hatiku bergetar lagi, tapi dengan efek suara. Kebingungan, aku berkonsentrasi, dan segera sadar bahwa aku mendengar detak jantung Seulgi juga. Bukan hanya detak jantungku, detak jantung Seulgi juga berpacu cepat.

Rasa senang merekah dalam diriku, memenuhiku seperti air dalam balon hingga aku serasa membengkak, mungkin itu bukan deskripsi yang bagus tapi cukup sesuai, karena aku merasa seolah isi tubuhku terlalu besar untuk kulitku. Aku mengangkat kepala ke belakang dan tersenyum berseri lebar pada Seulgi.

"Kau cinta padaku!" ujarku penuh rasa kemenangan.

Seulgi tampak agak cemas. "Aku tahu. Aku bilang begitu, kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

To Die ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang