Siang hari ini tenagaku rasanya seperti sudah mau habis. Terlalu memeras otak membuat perutku menjadi cepat lapar. Sama halnya dengan Arlene dan Natalie. Kami bertiga pun langsung memutuskan pergi ke kafetaria untuk makan bersama. Aku sedang ingin memakan makanan yang manis. Memilih kue mentega mungkin adalah menu yang cocok setelah sosis bakar buatan Mom tadi pagi.
Arlene ingin memesan Taco-salah satu makanan khas Meksiko, terdiri dari gulungan kulit tortilla yang berisi kombinasi sayuran serta daging asap. Sedangkan Natalie, ia ingin memesan Clam chowder, sejenis sup krim yang terbuat dari kerang dan kaldu.
Suasana kafetaria hari ini cukup ramai. Seperti biasa, James dan Henry mulai membuat ulah lagi. Mereka berdua mengacaukan antrean yang sudah tersusun rapi dengan menyerobot hingga ke barisan paling depan. Aku yang berada di barisan ketiga bersama Arlene dan Natalie pun ikut merasa kesal karena kami sudah datang duluan kemari.
Chloris muncul dari area koridor bersama Maggie dan Rowena di belakangnya. "James, three hot dogs and one pizza with mozarella cheese, please!" teriaknya pada James yang berdiri sela satu orang di depanku.
"Yeah, calm down, Baby!" sahut James lalu mengedipkan sebelah matanya pada Maggie.
Perutku yang sudah keroncongan sejak tadi tentu tidak dapat menunggu lebih lama lagi sementara kedua sahabatku ternyata masih sanggup untuk mengantre di sana. Aku pun segera keluar dari barisan itu kemudian mencari menu makanan lain yang antreannya tidak begitu ramai.
Di dekat pintu masuk kafetaria, kulihat konter Calzone-semacam pastel, tapi berukuran jumbo-masih sepi pesanan. Tak masalah meskipun tidak manis seperti yang kuinginkan barusan. Setidaknya, ada makanan yang bisa mengganjal lapar di perutku buat sementara waktu.
Aku berjalan mendekati konter Calzone itu. Namun, dari arah yang berlawanan William juga tampak sedang berjalan menuju ke tempat yang sama sepertiku. Kami berpapasan dan berdiri bersebelahan ketika memesan makanan.
Kesannya kurang mengenakan jika saling diam-diaman saja ketika bertemu teman sekelas di tempat lain selain ruang kelas, bukan? Jadi, kucoba untuk menyapanya sekali lagi.
"Hari ini ... kafetaria ramai sekali, ya?" tanyaku yang berusaha memecah keheningan di antara kami.
Dan, ya. Sudah ketebak. William hanya melirikku dari ekor matanya dan kembali menghadapkan pandangannya lagi ke depan.
Dasar bodoh. Kenapa kau malah membicarakan omong kosong dengannya? Sudah jelas sekali dia tidak akan merespon! keluhku yang merutuki diri dalam hati.
"Hai, Kathleen!" sapa Kevin seraya berjalan menghampiriku. Ia membawa Pretzel dan susu kotak stroberi di nampan makan siangnya.
"Oh, hai juga, Vin!" balasku sambil tersenyum tipis. "Bagaimana liburan musim panasmu kemarin?"
"Yeah, lumayan menyenangkan. Aku pergi ke Pantai Miami bersama keluargaku. Pemandangan di sana sangat menakjubkan," katanya. "Kau sendiri?"
"Aku tidak pergi ke mana-mana, hanya di rumah. Kamar adalah tempat liburan terbaikku."
Kevin tertawa. "Ya, kau benar sekali."
Makanan yang belum lama dipesan oleh William ternyata sudah siap duluan. Ia segera mengambilnya kemudian langsung pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun padaku dan Kevin yang jelas-jelas tengah berdiri menjulang di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Destiny
Teen FictionKathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar! Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suk...