Prolog

261 82 25
                                    


5 tahun yang lalu//


"Onur! Gai telah tiada,"

Kabar buruk itu datang kembali. Semua orang tertegun, berdiri dengan raut wajah yang sulit ditebak. Suara gemertak gigi membuktikan emosinya.

Salah satu pria berdiri dari kursinya, mengeluarkan sesuatu dari saku celana. Sebuah pisau kecil. Matanya melirik dengan tajam.

Pria itu melempar pisau kepada sang pemberi kabar yang beruntung karena cepat-cepat mengelak dari serangan.

"GLEKK," keringat dingin membasahinya.

"Kegagalan ini, bukanlah akhir dari segalanya, melainkan suatu awalan yang akan segera dimulai." Ucap seorang pria, yang tak lain adalah Tuan Onur. Pria yang sangat angkuh dan bangga atas perbuatannya.

Sebuah komplotan tim yang bekerja sama membalaskan dendam dan menghancurkan kehidupan musuhnya. Hanya tersisa 4 pejuang lagi. Semua kedudukan, harta, dan nyawa telah habis dirampas.

Mereka memiliki musuh yang sangat sulit dihabisi, bukan karena tak memiliki tujuan, tapi, mempunyai ambisi. Merebut kekayaannya, hartanya, dan semua yang ia miliki.

Semua yang menjadi saingannya akan mati. Ia harus tak tertandingi. Hanya ia yang patut dipuja. Roda pasti berputar, ada kalanya kita akan berada di bawah.
Cukup, jangan bermain dengan api. Semua akan terbakar.

***

Seorang CEO besar. Tak memiliki rasa takut, gentar dan menyerah. Kekayaannya melimpah ruah, semuanya telah ia wariskan kepada anak-anaknya. Rambut putih yang telah mengubah penampilannya, umurnya sudah tak layak menjabat sebagai CEO. Ia dikenal dengan nama Albara Alcatras.

Telah banyak musuh yang terbunuh. Seseorang yang ingin menguasai kedudukannya. Dari masa ke masa, tak ada ketenangan di dalam hidupnya. Maut selalu mengelilingi lingkaran keluarganya.

Kini, perjuangan Albara terhenti, sudah tak layak lagi. Kekuasaan sepenuhnya, ia berikan kepada sang putra.

Seorang pria yang dingin, berwibawa dan tak kenal gentar. Wajahnya selalu datar, dan tatapan matanya selalu tajam. Hatinya tak dapat ditebak, banyak rahasia yang tersembunyi.

Dialah Aidan Alcatras, putra Albara.
Pria yang mengemban tanggung jawab besar. Hidupnya penuh dengan kegelapan, sosok yang kejam terhadap musuh-musuhnya. Tiada ampun.

***

Dia datang dengan baju yang berlumur darah. Wajahnya penuh dengan amarah. Napasnya menderu, melihat mayat yang mati tertusuk di hadapannya.

Tak lama, suara langkah kaki menggema di ruangan. Tanpa menoleh, Aidan telah mengetahui siapa sosok itu.

"Dia sudah tiada, Ayah," ucap seorang pria dengan suara datarnya.

Albara masih diam di tempatnya. Sedikit menarik sudut bibirnya ke samping, merasa penasaran mengapa sang putra terlihat kalut.

"Mengapa kau membunuhnya?" tanya Albara.

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan,"

Aidan berbalik menghadap sang Ayah.
Albara tersenyum ke arah putranya, benar-benar Aidan miliknya. Sifat dan emosi itu tidak pernah tergantikan.

"Masih tidak berubah," kekeh Albara, mendekati sang putra.

Aidan menundukkan pandangannya, jari-jari tangannya terbuka hingga besi tajam berlumur darah itu terjatuh ke lantai.

"Saddam, kau masih memiliki hati," Albara menepuk pundak Aidan dan merengkuhnya.

Aidan menatap intens mata sang Ayah, kata-kata yang selalu menjadi penyemangat nya, sosok yang selalu mendukungnya di berbagai sisi. Sosok yang selalu ada dalam setiap situasi, sosok yang kadang membuatnya bingung akan kalimat yang selalu dibungkus dengan rahasia.

Albara melepas rengkuhannya, ia berbalik dan melangkah meninggalkan Aidan. Ketenangan adalah hal yang harus Aidan renungkan.

Aidan menatap setiap langkah sang Ayah menjauhinya. Tak jauh di depan, langkah Albara terhenti. Ia menolehkan kepalanya ke samping.

"Ini adalah kisahmu, dan kamu harus menyelesaikannya," - Albara Alcatras.

Tbc.

"See you in 2022!"
𝙷𝚒! 𝚂𝚝𝚊𝚢 𝚠𝚊𝚒𝚝𝚒𝚗𝚐 𝚙𝚛𝚎𝚗𝚍ツ

Alcatras [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang