Chapter 6

105 62 64
                                    


PART 06

Hujan lebat itu perlahan mereda, tak ada lagi petir yang terdengar, hanya tersisa hujan gerimis dan angin yang kencang. 

Para sahabat Aliya sedang duduk lesehan di lantai ruang tamunya. Mereka berlima duduk membentuk lingkaran dengan satu batang lilin yang menyala di tengah-tengah mereka.

“Jailangkung or ngepet?” tanya Gilang dengan suara pelan dan sedikit berbisik. Suasana terasa begitu hening dan mencekam, terlahap gelapnya ruangan.

“Bener-bener nyesel gue bukain pintu rumah.” Aliya hanya menghembuskan napasnya pasrah.

Pasalnya, Lily dan Gilang membuat rencana akan melakukan suatu aksi yang mistis. Dan kebetulan sekali, rumah Aliya mengalami pemadaman listrik dan membuat seluruh ruangan menjadi gelap dan mencekam.

Aliya telah menolak keras sahabatnya untuk tidak membuat onar. Beberapa dari mereka pun ada yang protes tidak usah melakukannya. Sungguh kekanakan sekali. Aliya tidak suka semua ini.

“Beneran, kita mau ngelakuin ini?” Ayesha bergidik sejak tadi karena kulitnya yang terasa semakin merinding.

“Gilang, lo udah gila, ya. Gue nggak mau ikut.” Veer berniat untuk beranjak tapi lengannya dicekal oleh Gilang.

“Hahah, gue malu banget kalo ada di posisi lo. Tiga temen cewek kita aja berani, masa nyali lo kecut banget,” ucapan Gilang sukses membuat Veer mendengus kesal. Mau tak mau, Veer harus membuktikan perkataan Gilang itu mustahil.

“Oke, kita ngepet aja.” Gilang menentukan pilihannya.

“Bego, lo mau jadi babinya?” Lily mengangkat dagunya tinggi menantang Gilang.

“Amit-amit gue yang mau, suruh Veer aja, kita yang jaga lilin!” Gilang menepuk keras bahu Veer.

Veer menjitak kepala temannya dengan keras. “Anak setan! Lo mau numbalin gue!”

“Anjir, selow bre ....” Gilang menggosok kepalanya dan membuat tanda peace. Terkekeh.

DEGH! Suasana yang tadi ricuh, tiba-tiba mendadak hening saat satu batang lilin itu habis dan padam. Beberapa detik yang amat mencekam.

“Hua! Umiiii.” Ayesha berteriak kencang.

“Lilin brengsek!” umpat Gilang, mencoba untuk bersikap tenang.

“Duh, di mana ponsel gue.” Aliya meraba-raba sekitarnya mencari keberadaan sang ponsel kesayangan.

“Aliya, gu-gue takut,” lirih Ayesha--bersedekap di lengan Aliya.

“Woy, bantuin cari ponsel gue!” Aliya mulai gusar dan berdiri sambil tertatih mencari ponselnya.

Mereka berlima benar-benar panik saat melihat seluruh pandangan menjadi gelap, tak ada seberkas pun cahaya.

“Aliya, gue takut.“ Lily mendekatkan tubuhnya rapat-rapat ke Aliya.

“Siapa yang ngajak-ngajak beginian?” ketus Aliya.

Lily hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sebenarnya, itu bukan sepenuhnya kesalahannya. Gilang pun ikut campur dalam hal ini.

“Aliya, meja sofa lo dimana?” pekik Gilang di sana.

“Nggak tau, ini gelap bego, gak keliatan!” Tangan Aliya mencoba meraba-raba sekitar. Aliya tak bisa melihat apapun. Tangannya menarik sesuatu yang terasa ganjil.

"ASTAGA ALIYA!" Veer mendengus--sambil mengusap rambutnya.

"Eh, maaf, ngga keliatan,"

“Kalian semua kemana?" pekik Gilang di sudut sana.

KLEEEK....

“Astaghfirullah”

“Allahu”

“Siapa? Bunda? Kak Liza ?” panggil Aliya dengan suara bergetar menahan takut saat mendengar pintu rumahnya terbuka.

“Siapa?” panggil Lily dengan tubuh yang gemetar.

“Itu siapa....” Veer meneguk ludahnya dengan susah payah.

Suara langkah kaki seseorang yang misterius memasuki rumah. Aliya lupa mengunci pintu, itulah sebabnya, pintu rumahnya terbuka begitu saja. Awalnya mereka mengira, hanya angin kencang yang membuat pintu terbuka.

Tetapi, jika didengar, terdapat suara langkah kaki yang misterius terdengar jelas dari telinga mereka.

“Kak Aliza, jangan main-main, deh.” Aliya dan temannya mencoba untuk mundur.

Angin dingin yang berhembus kencang melewati pintu membuat kulit mereka merinding. Mereka benar-benar tidak bisa melihat apapun, karena seluruh ruangan gelap, tak ada seberkas pun cahaya.

“La-lari, woy. “ Gilang berjalan kecil dan mencoba memundur mundur ‘kan tubuhnya.

Ayesha menggenggam erat jari-jari tangan Aliya dan merapatkan tubuhnya pertanda takut.

“I-itu bukan boneka Chucky ‘kan? Atau badut?” pikiran Ayesha sudah dihantui beragam halusinasi.

“Caki pala lo!” pekik Gilang di sudut ruangan sana. Percayalah keringat dingin terus-menerus membanjiri dahinya. Ia dan Veer panik saat mendengar lontaran dari Ayesha.

“BWAAAAAA!” Juna berteriak sangat kencang sambil menyinari bagian bawah wajahnya dengan senter.

“ALLAHUAKBAR!”

“AAARGH!”

Mereka sangat terkejut. Bahkan rasa itu, bercampur aduk dengan rasa takut yang menjalar di seluruh tubuh. Ayesha merasakan keram di lututnya, hingga membuat kakinya lemas seperti jelly. Lelucon ini sangat berbahaya bagi orang yang penakut.

***

Hari-hari berlalu begitu cepat, sudah lebih dari dua minggu Aliya libur bekerja, karena ia sempat mengalami kecelakaan waktu itu. Luka-lukanya perlahan mengering dan ia pun memutuskan untuk kembali bekerja saja.

Awalnya Aliya tidak tahu, jika Tuan Aidan itu sebenarnya pemilik Hotel mewah yang dibangun di sebelah tokonya bekerja. Tuan tampan yang selama ini sahabatnya bicarakan. Aliya tidak meragukan lagi tentang paras pria itu, memang ia tampan.

Aliya pun mungkin cukup tertarik padanya, walaupun ia sempat jengkel dengan sikap dingin Aidan. Aliya juga cukup tahu diri, mana mungkin seorang CEO sekaligus pengusaha kaya-raya mau dengan Aliya yang kentang.

Suatu keberuntungan saat kejadian kecelakaan yang dialami Aliya waktu itu, yang malah membawanya pada hal yang tak terduga.

Aliya dan Aliza ditawarkan untuk bergabung bekerja di hotel yang sangat mewah. Tentu Aliya sangat tertarik. Dia akan mengundurkan diri bekerja di tokonya jika dia diterima bekerja di hotel Aidan.

Aliya melihat kakaknya berdiri di depan pintu kamarnya dengan pakaian yang rapi, Aliya mengangkat sebelah alisnya. Apakah Aliza ingin mengajaknya jalan-jalan?

“Kak Aliza? Ada apa kak?” tanya Aliya.

“Lah, kok kamu belum siap-siap?” Aliza mengangkat satu alisnya ke arah adiknya.

“Hah, maksudnya?” Ia kebingungan.

Aliza menepuk dahinya pelan.

“Ck! Kebiasaan suka forget! ‘Kan minggu kemaren Tuan Aidan kas....” ucapan Aliza segera terpotong karena Aliya langsung menyelanya.

“Oh iya, Yaya kelupaan!” teriak Aliya hingga membuat Aliza menutup kedua telinganya dengan erat.

“Kakak tunggu bentar ya, Aliya mau siap-siap dulu, hehe,” pintanya lalu berbalik memasuki kamarnya dan menutup pintu dengan kencang hingga membuat Aliza tersentak. BRAKK!

“Astaghfirullah, sopan kah, begitu?” Aliza berucap dan mengelus dadanya.

Bersambung.

Alcatras [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang