#20 Sebuah Klaim

757 148 28
                                    

Jina tersenyum kemudian meraih knop pintu. Ia lantas berlari saat mendapati Tzuyu masih tertidur pulas di ranjangnya. Dahinya lalu berkerut saat mencium aroma aneh di sana. Namun, itu tak menyurutkan semangatnya untuk membangunkan Tzuyu. Ia heran karena bibi kesayangannya belum bangun meski jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi.

"Bibi, ayo sarapan. Ayah memintaku untuk membangunkan Bibi."

"Bibi akan menyusul kau duluan saja." Tzuyu membalikkan tubuh, membelakangi gadis kecil itu. Terselip rasa bersalah dalam hati. Namun, ia merasa kepalanya begitu berat. Ia menyesal karena semalam ia minum terlalu banyak. Mungkin jika tidak, ia takkan berakhiran seperti ini. Ia harap gajinya tak dipotong karena bangun terlambat.

"Baiklah, cepat menyusul, ya." Jina merangkak turun. Tatapannya lantas berkeliling, mencari tahu sumber dari aroma aneh yang ia cium. Ia yakin ada sampah hingga tercium aroma aneh di kamar bibi kesayangannya.

"Bagaimana? Apa Bibi sudah bangun?" Dengan lengan baju yang digulung sampai siku serta celemek di tubuh, lelaki itu sibuk menyajikan makanan-makanan yang ia buat. Termasuk sup anti pengar untuk Tzuyu. Ia yakin, gadis itu pasti merasa sakit kepala setelah semalam meminum banyak sekali alkohol. Ia tak tahu kapan Tzuyu membawa botol-botol itu ke apartemen. Padahal, seharusnya Tzuyu berhenti karena ada 3 anak kecil di sana.

"Apa di kamar Bibi ada sampah?" tanya Jina. Tatapan polos itu tentu membuat Jungkook tersenyum. Memang tidak baik mengenal hal itu pada anak sekecil Jina. Ia bersyukur karena selama mengasuh triplets, ia tak pernah minum-minum.

Jungkook mengedikkan bahu dengan wajah pura-pura tak tahu. "Apa sangat bau? Ayah akan minta Bibi kesayanganmu itu membersihkan kamarnya."

"Bukan Bibi, tapi Ibu." Jisung meralat dengan wajah kesalnya. Ia sudah mengganti panggilan Tzuyu dengan sebutan itu. Artian Ibu dalam kepalanya terlalu sederhana. Wanita yang memasak, menyuapinya, dan mengajaknya bermain. Ia mempelajarinya dari kartun yang sering ia tonton.

"Hari ini jadi Ibuku," sahut Jihyun.

"Andwae! Ibuku."

"Ish, Ibuku."

Jina menghela napas. Sungguh, ia ingin ikut bertengkar. Namun, ia belum punya tenaga karena belum makan apa pun. Jadi, ia putuskan untuk diam. "Ibuku. Sudah. Itu yang paling adil."

Jungkook tersenyum melihat pertengkaran mereka bertiga. Ia yakin, meski ia menikah dengan wanita lain, triplets hanya akan memanggil ibu pada Tzuyu. Namun, tak akan ada yang tahu ke depannya 'kan? Mungkin saja Tzuyu memang jadi ibu mereka.

Astaga, aku baru saja mengharapkannya? Ini pasti karena semalam.

🐾🐾🐾

"Itu artinya kau bertemu dengan orang yang tidak tepat?"

"Apa aku terlihat menyedihkan?" tanyanya sembari menunjuk diri sendiri, memastikan jika pertanyaan Tzuyu diajukan padanya.

Tzuyu berdecih melihat penyangkalan yang Jungkook lakukan. "Menurutmu, hidup penuh penyesalan bukan bagian dari hidup menyedihkan? Aku yakin isi kepalamu sekarang penuh dengan kata andai."

Jungkook menghentikan botol soju itu sebelum sampai ke bibir Tzuyu. "Berhentilah minum, Tzuyu."

"Aish, memangnya kau siapa?"

Jungkook merebut botol itu kemudian meletakkannya di samping agar Tzuyu tak bisa meraihnya. "Ini demi kebaikanmu, Tzuyu. Berjanjilah ini terakhir kali aku melihatmu seperti ini. Tzuyu-ya, kau sungguh tidak mau hidup bahagia?"

Lithe✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang