Menarik dan Menyenangkan

1.3K 90 0
                                    

Tamara memandang ponsel pintarnya dengan kesal. Dia memaki ponselnya yang seolah-olah adalah Pras karena tidak tahu sopan santun. Gadis itu kemudian mengelus dadanya untuk kembali bersabar.

"Memang, ya! Kalau kerja ikut orang begini banget nasibnya," gerutu Tamara yang sedang mengirimkan lokasinya kepada Pras.

Setelahnya, Tamara kembali tidur karena sudah sangat lelah. Dan Tamara mengoreksi, hari ini di tutup dengan amat sangat menyebalkan karena ulah seorang Prasadi.

***

Pras menutup teleponnya kemudian menaruhnya kembali di atas meja kerjanya. Pras sedang tidak bisa tidur dan Tamara adalah nama yang terlintas di otaknya untuk sekedar menjadi teman bicara. Meskipun obrolan mereka tidak jelas namun cukup membuat Pras terkekeh geli membayangkan wajah Tamara yang pasti menahan marah.

Pras memang pribadi yang tertutup. Dia juga bukan tipe orang yang banyak bicara. Tidak ada yang tahu bagaimana Pras sebenarnya. Namun, kehadiran Tamara di kantornya cukup membuatnya memiliki teman bicara. Sekertaris Pras yang sebelumnya bernama Okan. Pria itu setipe dengannya, jadi tidak ada banyak obrolan yang terjadi. Okan dipindah tugaskan untuk menjadi sekertaris pribadi ayah Pras.

Pria itu kembali menekuri laptop yang ada di depannya. Pras memang selalu seperti ini, mengerjakan sesuatu ketika dirinya tidak bisa tidur. Namun baru kali ini dirinya nekat menelepon Tamara hanya untuk mencari hiburan. Pras yakin Tamara mampu mengendalikan emosinya dengan sangat baik. Gadis itu sedikit banyak telah membuat Pras tertarik. Belum, belum sampai tahap sayang apalagi cinta. Hanya menurut pria berusia tiga puluh satu tahun tersebut, Tamara adalah sosok yang menarik dan menyenangkan.

***

Pras menjemput Tamara pukul tujuh pagi. Tamara baru saja masuk ke dalam mobil Pras yang terparkir di depan gerbang kosannya. Mereka akan berangkat ke puncak berdua saja. Tamara juga sudah membawa semua kebutuhannya selama disana. Gadis itu berpenampilan layaknya anak muda seusianya. Celana ripped jeans dan juga kaos sedikit longgar dengan sneakers converse.

"Kamu nyaman tinggal di sana?" tanya Pras sambil menunjuk kosan Tamara menggunakan dagunya.

Tamara nampak sedang mengenakan sabuk pengamannya kala Pras menanyakan hal yang membuatnya menaikkan alis sambil menatap Pras dengan sorot tidak mengerti.

"Kosan kamu kayaknya kecil, setidaknya kamu harus sewa apartemen," kata Pras memahami kebingungan yang ditunjukkan Tamara.

"Kosan saya lumayan lega, kok. Dari luar memang kelihatan kecil," kata Tamara datar seraya mengalihkan tatapannya ke luar jendela.

Tamara enggan menanggapi Pras yang menyarankannya untuk menyewa sebuah apartemen. Tidak. Itu tidak pernah terpikirkan oleh Tamara sama sekali sampai sekarang. Lebih baik untuk keluarganya di Bandung daripada uangnya habis hanya untuk menuruti lifestyle.

"Kamu nggak jawab?" Pras bertanya sambil mengemudikan mobilnya menjauhi kosan Tamara.

"Yang mana, Pak?" tanya Tamara pura-pura tidak tahu.

"Kamu yang harusnya sewa apartemen," jawab Pras yang sekarang sudah fokus ke jalanan yang sudah ramai oleh para pengendara yang mungkin juga ingin berlibur di akhir pekan ini.

"Enggak, Pak! Saya ngekos aja udah cukup, kok," jawab Tamara dengan nada yang dibuat sesopan mungkin.

Pras hanya mengangguk tanpa menanyakan lebih jauh. Dia rasa Tamara masih mengantuk karena sejak berangkat dari kosan, gadis itu nampak sesekali menguap. Pras menduga karena hal itu terjadi karena Tamara baru pulang dini hari tadi.

"Tidur aja, nanti kalau udah sampai saya pasti bangunin kamu," ucap Pras tanpa menoleh ke arah Tamara.

"Nanti anda sendirian nyetirnya. Bosen kalau sepi, Pak." jawab Tamara dengan polos.

Pras terkekeh. "Ada kamu juga sama aja, Tam. Kamu juga nggak banyak ngomong, kok," kata Pras lagi.

Tamara meringis karena Pras ada benarnya juga. "Maaf, Pak. Saya emang begini anaknya." Tamara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Pras mengangguk. "Oke, jadi kita bikin suasana mobil ini nggak sepi. Gimana?" tanya Pras.

Tamara mengangguk antusias karena setuju dengan ide Pras. "Silahkan kalau anda mau membuka pertanyaan untuk saya supaya ada bahan obrolan," jawab Tamara sambil terkekeh.

Pras ikut terkekeh. Tamara bisa bersikap menyenangkan juga. Begitu pikir Pras.

"Jadi, kamu berapa bersaudara?" tanya Pras.

"Saya tiga bersaudara dan saya anak sulung, Pak," jawab Tamara.

Kemudian gadis itu nampak berpikir sejenak. "Eh, gantian saya yang nanya deh, Pak," ucap Tamara sebelum Pras mengeluarkan kalimat pertanyaan yang lain.

Pras mengernyit kemudian mengangguk paham. "Silahkan," ucap Pras.

Pras menghentikan laju kendaraannya karena lampu merah telah menyala. Sedangkan Tamara nampak sedang berpikir keras apa yang bisa dia tanyakan selain keluarga. Bukan apa-apa, Tamara hanya tidak ingin dirinya ditanya balik mengenai keluarganya oleh Pras. Tamara masih bersedih jika harus menceritakan mengenai keluarganya yang menurutnya masih bersedih karena kehilangan sang ayah. Tamara juga tidak mau Pras jadi merasa kasihan kepadanya karena Tamara akan sangat tidak nyaman jika sampai Pras menatapnya dengan tatapan kasihan.

"Anda pernah pacaran berapa kali, Pak?" tanya Tamara.

Pras mengernyit kemudian tertawa. "Biasanya orang bertanya sesuatu seperti keluarga atau orang tersebut suka makan apa, tapi kamu langsung tanya saya pernah pacaran berapa kali." Pras tertawa terbahak-bahak.

Pras sedang mencoba menghentikan tawanya dan mulai menjalankan kembali mobilnya. Tamara hanya cemberut mendapat reaksi seperti itu dari Pras. Padahal itu adalah pertanyaan serius yang ingin dia tanyakan. Tapi, sepertinya Pras memang orang menyenangkan. Bahkan pria itu tidak menjaga reputasinya sebagai seorang atasan, Pras tertawa hanya karena pertanyaan dari Tamara.

"Ih! Anda tinggal jawab aja susah banget, deh! Malah ketawa-ketawa." Tamara ikut tertawa.

Pras kemudian sedikit melirik Tamara. "Kalau kamu sudah pernah pacaran berapa kali?" tanya Pras.

"Anda curang, Pak! Saya tanya tadi nggak dijawab, eh sekarang malah tanya saya dengan pertanyaan yang sama." Tamara menggeleng sambil berdecak. "Anda emang nggak kreatif," ujar Tamara yang menambah gelak tawa Pras.

"Oke, bakal saya jawab tapi setelah itu kamu juga jawab, ya?" Pras memberi tawaran.

"Sip deh, Pak." Tamara mengacungkan jempolnya ke depan.

"Saya sudah 7 kali..." Pras menggeleng. "Bukan, total saya sudah 9 kali pacaran," jawab Pras sambil meringis.

"Woah! Banyak dong mantannya, Pak?" tanya Tamara.

"Ya begitulah." Pras mengangguk. "Secara kamu tahu ada banyak wanita yang menggilai saya." Pras menepuk dadanya bangga.

Tamara berdecak geli. "Anda punya mantan banyak kok bangga sih, Pak," ujar Tamara.

"Memangnya kenapa?" tanya Pras penasaran. "Bukannya berarti saya memang idaman banyak wanita?" Pras menyombongkan diri.

"Iya iya, Pak. Anda emang idaman semua wanita di bumi ini kecuali saya." Tamara terkikik geli.

Pras sedikit melirik ke Tamara yang sedang terkekeh. Cantik. Hanya itu yang ada di kepala Pras ketika melihat Tamara selepas ini dalam bercanda. Tamara memang sosok yang menyenangkan.

"Kalau saya bikin kamu tertarik suatu saat nanti, gimana?" Pras menantang.

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang