Istri Idaman

1K 66 0
                                    

Jangan lupa follow penulis dulu 🤗 Kasih vote dan tambahkan ke library kalian!
Enjoy! ❤

                                                                                          🌻🌻🌻

"Ma, ini Tamara." Pras menoleh ke samping. "Calon istri pilihan Pras," kata Pras seraya mengenalkan Tamara yang nampak cantik dengan riasan sederhananya. "Tamara, ini mama aku." Pras kemudian tersenyum menatap calon istrinya.

"Halo! Aduh cantiknya calon mantuku." Vena langsung memeluk Tamara.

"Halo, Tante. Apa kabar?" Tamara berusaha tersenyum di tengah kegugupannya.

"Baik, sangat baik waktu Tante tahu Pras bawa calon mantu buat Tante." Vena tersenyum lembut. "Oh iya, panggil Mama aja! Sebentar lagi kamu jadi mantu mama, kan." kata Vena melanjutkan.

"Iya, Ma." Tamara tersenyum lega karena merasa telah diterima disana.

Aura keibuan dari Mama Pras mampu dirasakan oleh Tamara. Keluarga Pras menerima Tamara dengan tangan terbuka. Gadis itu kemudian diajak untuk makan malam bersama keluarga Pras yang lain.

Pras adalah anak pertama dari Setiaji dan Vena. Pras memiliki satu adik perempuan yang bernama Dinda. Tamara langsung akrab dengan Dinda. Gadis itu baru menginjak bangku kuliah sama seperti Alvin, adik laki-laki Tamara.

"Tamara, kata Pras kamu itu cerdas, lho. Dia sering muji-muji kamu di depan Mama sama Papa. Iya 'kan, Pa?" kata Vena kepada Setiaji yang nampak tersenyum ramah.

"Iya, Papa lega Pras dapat kamu. Semoga semuanya lancar, ya! Kamu kasih tahu Papa aja kapan kami bisa ke rumah kamu di Bandung untuk acara lamaran," ucap Setiaji menanggapi ucapan istrinya sambil menatap Tamara.

"Nanti Pras bicarakan dulu sama Tamara, Pa, Ma." sahut Pras.

"Iya, Pa, Ma, nanti Tamara juga ngabarin ibu dulu di Bandung," tambah Tamara.

"Papa sama Mama nurut kalian aja enaknya gimana," kata Setiaji dengan tenang.

Mereka kemudian melanjutkan sesi makan malam dengan sesekali saling melemparkan candaan dan juga obrolan ringan.

Tamara tidak menyangka bahwa keluarga Pras akan semenyenangkan ini. Tamara pikir mereka akan menolak dirinya dan juga Tamara sudah membayangkan bahwa keluarga Pras adalah keluarga yang kaku.

Setelah selesai makan makan, papa Pras kedatangan tamu. Sedangkan mama Pras sedang sibuk berkutat dengan laptopnya. Tamara tahu kalau mama Pras juga seorang pengusaha. Mama Pras memiliki butik yang terkenal dan juga sudah ada banyak cabang di negara ini.

"Mama lagi sibuk, ya?" tanya Tamara.

Pras mengangguk. "Maklum, mamaku bukan tipe wanita yang suka berdiam diri di rumah dan hanya menunggu uang pemberian dari suami." Pras menatap wajah Tamara. "Sejak dulu mama sangat suka bisnis dan kalau malam seperti ini, mama biasanya sibuk me-review hasil penjualan butiknya," lanjut Pras.

Tamara mengangguk paham. "Keren banget!" katanya takjub. "Aku kagum sama mama, aku juga ingin seperti mama." Tamara tanpa sadar tersenyum dengan mata menerawang.

"Kamu bisa melakukannya." Tangan Pras tiba-tiba terulur untuk mengacak kepala Tamara dengan lembut.

Tamara membeku di tempat duduknya.

"Tapi, aku ingin kamu mengutamakan keluarga terlebih dahulu seperti mama," lanjut Pras.

"Hm." Tamara menoleh kemudian mengangguk dan tersenyum. "Tentu saja aku akan melakukannya!" jawabnya.

Pras menghela napas dalam. "Sosok istri idaman di dalam benakku itu seperti mamaku sendiri." Pras menatap kolam renang yang berada di depan mereka.

Tamara menoleh dan menatap wajah Pras yang terlihat tampan meskipun di lihat dari samping.

"Mama masih sehat dan kelihatan cantik di usianya yang sekarang, mama juga pandai mengurus rumah dan keluarga tapi juga sosok tangguh yang sukses mendirikan butiknya tanpa bantuan papa." Pras tersenyum. "Mama memang sudah memiliki butik yang di rintis dari nol sebelum menikah dengan papa karena di jodohkan." Pras kemudian terkekeh.

"Mama keren, ya!" kata Tamara sekali lagi memuji calon ibu mertuanya.

"Hm." Pras menganggukkan kepalanya.

"Apa aku bisa seperti mama kamu?" gumam Tamara lirih.

Pras menatap wajah Tamara yang terlihat begitu cantik malam itu. "Kalau kamu bisa menarik dengan menjadi dirimu sendiri, kamu tidak perlu menjadi seperti orang lain," jawab Pras dengan tatapan teduhnya.

"Tapi, kamu bilang kalau istri idaman kamu seperti mama?" Tamara terlihat mencebikkan bibirnya.

"Aku bilang istri idaman di dalam benakku. Kalau istriku besok bisa membuatku menjadikannya idaman tanpa menjadi seperti mama tidak akan jadi masalah. Bukannya setiap manusia memiliki keinginannya masing-masing?" Pras menaikkan satu alisnya.

Tamara terdiam.

"Aku juga memiliki keinginan meskipun aku tahu tidak semua keinginanku akan terwujud dan aku tahu memiliki istri idaman seperti mama itu sangat sulit," kata Pras.

"Lalu?" Tamara masih betah menatap rahang tegas Pras yang sangat dia sukai.

"Itu bukan masalah untukku, lagipula aku tidak pernah berharap terlalu banyak pada orang lain," jawab Pras.

Tamara tidak tahu harus menjawab seperti apa. Tatapan Pras seperti sedang membuatnya menjadi patung.

"Apa aku seganteng itu?"

"Hah?" Tamara terperangah.

"Kamu bahkan nggak bisa menutup mulutmu saat melihatku." Pras terkekeh.

"Itu..." Tamara menggaruk tengkuknya. "Itu... ak... aku..." Tamara merutuki kebodohannya.

"Ayo kita ke kamarku!" Pras bangkit berdiri.

"Kita mau ngapain ke kamarmu?" Tamara melotot.

"Mau bikin anak!" jawab Pras yang langsung melenggang pergi meninggalkan Tamara begitu saja.

***

Kini mereka sedang berada di dalam kamar Pras. Kamar bernuansa hitam dan putih itu nampak sangat rapi. Tamara sedang duduk di sofa yang ada di sudut ruangan. Sedangkan Pras sedang memegang cangkir berisi kopi hitam sambil duduk di kursi meja kerjanya.

"Kenapa?" Pras menatap Tamara setelah menyesap kopi hitamnya.

"Mama serba bisa, aku masih berpikir kalau aku juga ingin seperti mama," ucap Tamara dengan mata berbinar.

"You did." Pras tersenyum

Senyum Pras mampu membuat dada Tamara menghangat. Pras dengan semua perlakuan manisnya kepada Tamara membuat gadis itu lama-kelamaan menjadi terbiasa dengan kehadiran Pras disampingnya.

Ponsel Tamara berdering. Gadis itu segera mengambil ponselnya dari dalam tas kecilnya. Tamara melihat pop up pesan dari sahabatnya, Gangga. Tamara tersenyum sekilas melihat isi pesan Gangga.

Gangga : Gue lagi pengin makan nasi goreng kambing dekat kosan lo.

Tamara tidak menyadari bahwa Pras sedang menatapnya intens. Pria itu bisa menebak siapa yang mengirimi calon istrinya itu sebuah pesan.

"Gangga," batin Pras.

Laki-laki itu kemudian meletakkan cangkir kopinya di atas meja dan menghela napas lelah.

"Apa pesan itu dari Gangga?" tanya Pras.

Tamara mendongak. Tatapannya bertubrukan dengan manik mata Pras yang juga tengah menatapnya dengan tajam. Seketika senyuman Tamara luntur. Dia menelan ludahnya pelan.

"Iya." Tamara tidak ingin berbohong karena Tamara tahu bahwa sekali berbohong maka akan menciptakan kebohongan yang lainnya.

"Bisakah kamu membatasi pergaulanmu dengan Gangga?" Pras meminta dengan wajah serius kepada Tamara.

"Iya, tentu saja." Tamara tersenyum tulus.

"Sepertinya kamu sangat senang jika Gangga menghubungimu, benar begitu 'kan?" Pras masih menatap Tamara.

"Tentu saja! Dia sahabatku satu-satunya, Pras," jawab Tamara dengan wajah tenang.

"Bukan karena kamu suka?" tanya Pras menyelidik.

TerberaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang