Kakak lucu, aku suka

815 122 13
                                    

Jangan lupa vote ya...
Kalau ada salah kepenulisan atau typo bisa dicomment, nanti aku perbaiki lagi. Author sangat menerima kritik dan saran. Terimakasih...

***

Aku turun panggung dengan keadaan kesal—acting—dan bernafas lega saat di tangga terakhir, akhirnya dialogku selesai, dari bawah aku melihat Winter bersama lelaki yang perannya memang dipasangkan dengan Winter, seperti pangeran yang menyelamatkan putrinya disaat-saat terakhir kisah, yang selalu datang sebagai pahlawan pelindung dari si antagonis, yang selalu berakhir dengan suara narator "happily ever after."

Tubuh keduanya kini tertutup kelambu, tapi aku masih bisa melihat keduanya dari samping yang memang itu satu-satunya bagian terbuka untuk kru masuk. Dari depan yang terlihat hanya kelambu putih, tubuh lelaki itu dan Winter tertutupi sampai saat panggung berubah gelap, kru bagian pencahayaan menyalakan satu sumber cahaya di belakang tubuh mereka sehingga dari depan nampak siluet dari tubuh keduanya, teriakan penonton mulai memekakkan telingaku, adegan akhir yang memang dibuat rada spicy berhasil membuat penonton kalang kabut kebaperan. Dilihat dari depan siluet Winter nampak memeluk leher lawan mainnya dan lelaki itu juga nampak mendekati tubuh Winter dan berakhir ciuman, walaupun itu cuma ilusi optik karena kenyataannya lelaki itu hanya memiringkan wajahnya kesamping, tapi mereka berhasil membuat riak penonton terdengar sampai drama berakhir dan panggung berubah gelap lagi, entah kenapa aku sepertinya satu-satunya orang yang tak dihinggapi virus baper yang diciptakan mereka berdua, aku hanya diam sampai Winter turun dan menghampiriku.

Kenapa ngak aku aja?

"Kak, bagus ngak actingku tadi?" Winter bertanya padaku dengan senyum yang tak henti-hentinya menghiasi wajahnya.

"Bagus banget!!! Ah baper!!!"

Bukan aku yang menjawab, melainkan teman-teman satu club theater yang sedari tadi bersorak saat Winter turun panggung.

2 minggu ini aku memang dekat dengan Winter, waktu yang singkat memang, tapi entah dari kapan aku mulai menyukainya. Tunggu, apa? Suka? Ngak, kagum doang. Siapa juga sih yang tak suka dengannya? Cantik, berbakat nyanyi, jago matematika, acting apalagi. Padahal baru 3 minggu dia sekolah disini tapi yang kagum padanya udah satu sekolahan, entah kenapa aku tak suka dengan hal itu, bukan iri apalagi dengki, hanya tak suka saja saat aku bersamanya ada saja orang yang menghampirinya atau sekedar sapa, yang nyapa juga bukan satu dua orang, mungkin perlangkah juga ada aja yang nyapa dia, tapi aneh aja gitu, Winter kalo disapa yang bukan temannya ngak pernah bales, cuek banget.

-

Setengah jam aku duduk di halte tapi tak ada satupun bis ataupun taksi yang lewat, tadi sebenarnya ada bis yang memang rutinan lewat di rute ini, tapi gara-gara barangku tadi ada yang ketinggalan di kelas, aku jadi balik lagi dan alhasil aku ketinggalan bis.

"Kak Karin!"

Aku menoleh ke asal suara, dapat kulihat motor sport hitam berhenti di depanku, aku awalnya takut ku kira siapa ternyata di balik helm itu adalah Winter.

"Eh bener ternyata kakak, kakak kok belum pulang? Udah sore, mau hujan juga."

"Ini lagi nunggu taksi." Jawabku.

Dia melihat sejenak arloji di tangannya, "ngak bakal ada di jam segini, sama Winter aja, udah mau hujan juga, apa ngak dingin hawanya?"

Aku sejenak diam menimang ajakannya.

"Ih kebanyakan mikir, udah ngak papa Winter anter aja." Winter menarik tanganku dan memasangkan helm tanpa menunggu jawabanku.

Mau tak mau ya kan, dari pada beneran hujan nanti malah ngak bisa pulang.

"Win, kamu kok dipanggil Winter sih? Kan nama kamu Minjeong." Basa-basiku dari pada diem-dieman di lampu merah ya kan.

"Ngak tau deh, dari SMP udah dipanggil kayak gitu, aku dingin katanya, tapi perasan b aja tuh, ya kan kak?"

Aku berfikir sejenak, "iya sih kamu tuh dingin sama orang yang ngak kamu kenal, tapi kalo udah akrab, kamu kayak monyet lepas kandang."

Winter mencubit lenganku yang melingkar di perutnya, "ih sakit tau!" Gantian aku yang mencubit perutnya.

"Ya lagian, apaan banget aku disama-samain sama monyet. Lagi pula, yakali aku langsung barbar sama orang yang ngak aku kenal, rusak imageku nanti." Jelasnya dengan kesal.

Dih, batinku

"Tapi dulu sama kakak kok langsung akrab? Ya emang sih beberapa jam sebelumnya kita kayak orang ngak kenal, emang ngak kenal sih. Ya tapi kok langsung akrab gitu?" Aku mengingat dulu Winter yang sudah berani menertawakan ku.

Winter diam sembari melihatku dari kaca spion, manik mata kecoklatannya menatapku teduh, tampak guratan muncul di bawah matanya yang ku tau dia sedang tersenyum walau terhalang helm. Entah mengapa kalimat yang akan keluar dari bibirnya membuat jantungku ingin lari dari tempatnya.

"Kakak lucu, aku suka."


Tbc


Udah 3 chapter yang aku tulis dan aku publish, niatnya cuma buat cerita pendek aja, ngak tau nanti.
Ini cerita Winrina pertamaku, soalnya author lagi mabuk mereka berdua hehehe.
Sampai chapter ini ceritanya ngebosenin ya?

Buat Drama Sendiri Yuk! (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang