Jangan lupa Vo🌟ment...
**
Ini salah.
Hanya mata yang terpejam, sesungguhnya fikiranku tetap bekerja. Bagaimana bisa aku menyambangi alam mimpi dengan kondisi seperti ini. Tangan seseorang membelit tubuh kecilku.
Bukannya tidak ingin melepaskan diri, justru saat aku bergerak barang sedikit saja, Rafa semakin mengeratkan pelukannya.
Apakah sesama teman boleh melakukan ini?
Aku harus masuk sekolah pagi nanti. Dan tentunya, perlu tidur untuk menjaga stamina. Tapi ini sudah cukup, aku tidak ingin lebih dekat lagi dengannya.
Dari jarak sedekat ini saja harum tubuhnya memenuhi indera penciumanku, memunculkan desiran asing di hati. Bagaimana jadinya kalau tubuh kami menempel, aku makin tidak bisa tidur saja. Bisa jadi sampai besok.
Nafas Rafa terdengar semakin teratur, sudah lebih dari tiga jam pula kami berada di posisi seperti ini. Aku yakin bisa lolos kali ini.
Deg
Baru saja melek, sudah dikagetkan Rafa yang ternyata sedang menatapku dengan kedua mata terbuka sempurna.
"E-eh Raf, belum tidur?"
"Gimana aku bisa tidur kalo kamu gerasak gerusuk terus," jawabnya.
"Kamu haus?" tanyaku tak nyambung. Pasalnya suaranya terdengar serak, apa karena kebanyakan minum minuman dingin?
Rafa malah tertawa. Sumpah demi apapun itu terlihat mempesona sekali. Aku sampai mengucek mata.
Huft Kenapa penglihatanku jadi seperti ini? pasti karena jarak yang terlalu dekat, aku yakin. Pertahanan diriku jadi reyot. Kalau begini apa bedanya aku dengan teman perempuan di sekolah.
Nafasku tertahan saat Rafa kembali memperpendek jarak diantara kami, untungnya akal sehatku muncul di saat-saat seperti ini, jadi aku mundur. Tangan Rafa yang tak lagi bertengger di punggung semakin mempermudah aksiku. Sepertinya dia juga ingin bermain-main.
Dia tetap kukuh, terus-terusan mepet kearahku. Apa maksudnya si Rafa ini, sih. Tidak biasanya dia seagresif itu, padahal aku tidak merasa melakukan sesuatu yang bersifat memancing. Bajuku bahkan sangat tertutup.
Aku sudah hampir sampai ke ujung, namun Rafa tetap mendekat. Anehnya aku tidak takut, hanya sedikit risih ditatap seperti itu.
Namun ternyata instingku salah, aku sudah sampai ke ujung. Akibatnya, saat kembali mundur, aku terguling ke bawah lengkap dengan Rafa. Pasalnya Kami terbelit selimut yang sama.
Gila.
Tidak pernah terbayang sama sekali akan terjebak di kondisi seperti ini bersamanya. Ini berbahaya.
"Raf, awas!" namun Rafa tidak mengindahkan perkataanku, dia tetap berada diatasku meski kedua tangannya bekerja menahan berat badannya agar tidak benar-benar menindih tubuhku. Bisa penyet diri ini kalau itu terjadi.
Saat Rafa hendak mendekatkan wajahnya, aku lebih dulu membenturkan kepalaku ke batang hidung mancung itu.
Ups, pasti itu tadi sakit. Terbukti, dia langsung menyingkir sambil memegangi hidungnya. Untung saja tidak berdarah.
"Aduh, Raf, maaf." Ucapku di sela-sela tawa. Rafa sama sekali tidak melihatku, barangkali dia kesal. Sudah pasti.
"Hahahaha," aku sangat bahagia melihat wajah tersiksanya.
"Rubi, kamu berhutang untuk ini." Ancam Rafa.
🍎🍎
Pagi harinya kami sudah berinteraksi seperti biasa, tentu saja tidak melanjutkan acara tidur bersama. Tanpa perlu kusuruh, dia memilih untuk tidur di sofa dekat TV.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obsessive Friend (On-going)
Teen Fiction** Memiliki sahabat yang terobsesi padanya, menariknya untuk masuk kedalam pusaran masalah seiring waktu berjalan. Pilihannya hanya dua. Menjadi tawanan, atau kekasih💋