Jangan lupa Vo🌟ment...
**
"Lo jadi 'kan pesen kaos?" tanya Adhan begitu kami tiba di luar.
"Jadi, lah, udah sepakat belum harganya?"
Adhan mengangguk. "Pesen sepuluh aja kita udah dapet potongan, apalagi ini lebih dari dua puluh. Kebetulan sekarang lagi masuk bulan promosi, makanya harganya udah anjlok banget dari pas awal kita nego."
"Jadi berapa?"
"Seorang cukup bayar sembilan puluh ribu aja, udah dapet kaos sama training senada."
Aku berohria. "Duitnya udah ngumpul semua?"
"Belum. Nanti kalo mau bayar langsung ke gue aja, soalnya bendahara club kita gak bakal masuk sampe seminggu ke depan."
"Kemana memang?" tanyaku penasaran.
"Mana gue tahu."
"Bisa bayar sekarang?" Adhan menoyor jidatku. Tidak keras memang, namun cukup untuk membuatku terhuyung ke belakang.
"Ya bisa lah! sana ambil duitnya, sekalian temenin gue nagih."
Aku mendengus, sedari dulu teman SD ku itu tidak berubah. Kalau tidak kasar, ya ngegas. "Bentar."
Sesampainya di dalam, aku langsung di suguhi pemandangan dua pasutri yang saling melempar senyuman satu sama lain. Dengan Rafa yang menyobekkan roti untuk kemudian dimasukkan ke mulut Nanat. Dibanding pacar, dia lebih pantas disebut Ayah kalau sudah begitu.
Nanat tersenyum canggung kearahku, aku membalasnya dengan senyuman cerah.
"Permisi," ucapku kepada Rafa. Dia bergeser. Aku langsung mengeluarkan selembar uang seratus ribu dari dalam tas yang terletak di belakang punggungnya. Dia duduk di kursiku saat ini.
Tanpa melirik lagi kearah mereka berdua terutama Rafa, aku langsung keluar kelas.
"Nih." Adhan menyambut uluranku, lalu memberikan kembalian dari saku bajunya.
"Gue udah ngabarin lewat grup, jadinya kita ngumpul di ruangan aja." Info Adhan.
"Nanti kalo udah anter ke gue ke kantin ya, mau beli minum." Ucapku, tidak canggung sama sekali.
Dulu kami sangat akrab semasa SD, melebihi kedekatanku dengan Rafa malah. Saat itu kami bertetangga. Namun, saat kelas empat keluarganya memutuskan untuk pindah rumah. Untungnya kami selalu berada di sekolah bahkan kelas yang sama sampai kelas sembilan. Terlebih, sekarang kami satu ekstrakurikuler, yakni ekskul musik.
"Oke," balasnya. Saat melewati pintu masuk, aku merasa di perhatikan. Tapi tidak mungkin, bukan?
"Oke. Zaki, Faisal, Arini, Cecep sama Delia yang belum. Tenggatnya sampe sabtu, ya. Tenang aja masih lama, kok." Ucap Adhan.
"Iya, sayang."
"Nunggu arisan cair, ya!"
"Hooh, sante aja ah."
"Gue besok deh. Lupa sekarang mah beneran," itu suara Cecep.
"Gue mo ngepet dulu."
Kami pun keluar kelas setelah sempat berdempetan di pintu masuk. Semuanya tidak sabar untuk kembali ke kantin, padahal waktu istirahat hanya tersisa sedikit lagi.
🍎🍎
Adhan menyerahkan satu kotak teh instan padaku, hasil rebutannya bersama salah satu siswi. Pasalnya Minuman itu cukup digemari murid di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obsessive Friend (On-going)
Teen Fiction** Memiliki sahabat yang terobsesi padanya, menariknya untuk masuk kedalam pusaran masalah seiring waktu berjalan. Pilihannya hanya dua. Menjadi tawanan, atau kekasih💋