Tap🌟 nya zuyungg..
Follow juga authornya sebagai bentuk dukungan kalian biar makin rajin up🌝___
_Author_
Semilir angin membelai permukaan wajah gadis yang tengah terlelap di ruangan bernuansa dark grey itu.
Begitu terjaga, dia merasakan sesuatu benda yang hangat nan kokoh menempel di keningnya. Menimbulkan gerakan serupa elusan yang teramat ringan, seolah akan hancur begitu di gerakan dengan tempo yang lebih kuat.
Berangsur-angsur kesadarannya terkumpul, tanpa ragu lagi Rubi membuka kedua kelopak mata. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah seorang pria dengan setelan casual sedang terpejam menyandar di kepala ranjang, namun tangannya tidak berhenti bekerja.
Sempat linglung beberapa saat. Memikirkan kenapa ia bisa berada disini, sekaligus mengapa bisa ada orang itu bersamanya.
Seingatnya ia pulang bersama Rafa, bertemu dengan April dan- ya! rencana mengambil suling yang tidak terealisir karena insiden olahraga lantai itu.
Rubi merasa kesal. Padahal dirinya termasuk golongan strong girl sampai melabeli diri sendiri dengan sebutan itu.
Malah, saat duduk di bangku SMP ia pernah jatuh dari atas dahan pohon yang tinggi namun tetap mampu mempertahankan kesadarannya. Masa menggelinding dari tangga yang jumlah undakannya tidak seberapa saja sampai pingsan? harga dirinya dipertaruhkan disini.
Rubi menghela nafas kasar, yang sontak saja membuat sosok di sebelahnya berhenti membuat pergerakan dan beralih menatap kearahnya.
"Rub, kamu sadar?!" ucapnya antusias.
Rubi bergeming beberapa saat. "Aku cuma ketiduran," elaknya.
"Ada yang sakit?"
"Kaki kamu bisa digerakin, gak?"
"Kepala kamu gak pusing?"
Rubi merasa risih dengan pertanyaan Ariel yang menurutnya terlalu berlebihan meski sudah terbiasa dengan hal sejenis itu. Dia hanya menggedikkan bahu sebagai jawaban.
"Apaan, sih, Kak. Kenapa coba aku bisa disini. Kak April mana?"
Ariel menjelaskan. "Cuma kamar Kakak yang ada di lantai bawah, mana mungin kami bawa kamu ke kamar pembantu."
Benar juga.
Rubi baru ingat kalau tempat luas ini memang di design sesuai permintaan pemiliknya sendiri, lengkap dengan posisinya. Lantai satu dekat taman plus kolam dengan konsep indoor, lalu di sebelah kamar ini terdapat ruang melukis.
"Kak April mana?" ulang Rubi.
"Habis meriksa kamu, dia ada telfon dari RS. Tadinya Kakak suruh kamu dibawa sekalian, tapi April kekeh bilang gak ada yang serius sama luka kamu." Rubi mengangguk. Maklum saja, Kakaknya adalah seorang asisten dokter. namun sedetik kemudian matanya membola begitu menyadari sesuatu.
"Yaudah. Kalo gitu aku balik ke kamar aja sekarang."
Rubi bergegas melepaskan selimut yang membungkus tubuhnya, Ariel baru saja hendak membuka suara sebelum akhirnya memalingkan wajah.
Buru-buru Rubi mengancingkan seragamnya kembali, dalam hatinya merutuk. Kebiasaan kakak perempuannya itu lupa memperbaiki kembali tatanan pakaian yang dia buka untuk memeriksa jika dalam keadaan terdesak.
Tangan Rubi hampir menyentuh gagang pintu, namun urung ketika Ariel menarik sebelah tangannya yang lain.
"Kamu disini dulu, kalo ada apa-apa gak ada yang tahu." Tangan Ariel bertengger di kedua sisi tubuh adiknya dengan tatapan yang memancarkan kekhawatiran, namun itu justru membuat Rubi semakin ingin pergi dari ruangan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Obsessive Friend (On-going)
Teen Fiction** Memiliki sahabat yang terobsesi padanya, menariknya untuk masuk kedalam pusaran masalah seiring waktu berjalan. Pilihannya hanya dua. Menjadi tawanan, atau kekasih💋