9

2.8K 164 36
                                    

Vote and coment*

***

Rafa mengemudi dalam diam. Sahabatku itu sudah bisa mengendarai mobil sejak SMP. Aku hanya bersandar menikmati kepiawaiannya mengendalikan stir, sambil sesekali menengok ke kanan-kiri.

"Ini kaya bukan jalan ke SMK Orchid, deh." Rafa hanya menoleh sekilas, lantas tersenyum.

"Nanti kita kesana."

Aku tidak protes lagi, hanya mengerutkan dahi saat semakin jauh kami berkendara, semakin tidak kukenali rute ini. Entah dimana akhirnya akan bermuara.

Mobil berhenti di sebuah bangunan yang dilengkapi pagar menjulang tinggi, namun beberapa waktu kemudian terbuka lebar sehingga Rafa bisa dengan mudah melintasi area ini.

"Ini rumah siapa?" seumur-umur, baru pertama kali Rafa mengajakku kesini. Rumah dengan design sederhana yang tampak nyaman.

"Ayo." Dia keluar lebih dulu. Aku tidak memiliki pilihan lain selain mengikutinya.

Di halaman depan rumah ini terdapat aneka bunga berwarna-warni. Mawar yang paling banyak, hanya saja kebanyakan dari mereka kuncupnya masih belum merekah.

"Ini rumah apa taman?" komentarku begitu masuk kedalam.

Karena setelah pintu terbuka, nampak beragam lagi jenis bunga di setiap sisi rumah, berjejer rapi. Perpaduan warna yang dihasilkannya sangat indah, kontras dengan cat tembok yang berwarna putih polos saja. Sudah itu bunganya asli lagi, bukan plastik. Aku sampai merinding, berfikir pemilik bangunan ini pasti sangat terobsesi dengan tanaman bunga. Aku membayangkan dia mungkin selalu mandi kembang setiap hari.

Ruangan tadi itu tidak terlalu luas, lebarnya bahkan kurang dari dua meter. Seperti melewati lorong untuk menuju ke suatu tempat di bagian lain dari rumah ini.

Rafa menjitak pelan kepalaku, membuyarkan beberapa sugesti buruk yang sebelumnya bersarang disana.

"Gak usah mikir macem-macem." Aku hanya cengengesan.

"Rafa!" suara milik seorang perempuan mengagetkanku. Refleks aku memeluk lengan Rafa.

Setelah kulihat, ternyata itu adalah orang yang kami kenal. Wanita yang masih tampak sangat muda itu berjalan kearah kami, keterjutan nampak pada ekspresi wajahnya. Di saat yang sama semua fikiran negatifku sirna.

Zara, namanya. Dia menangkup wajah Rafa pada kedua tangannya, menghujaninya dengan kecupan-kecupan yang membuatku tersenyum penuh haru memandang mereka berdua. Sementara Rafa diam, tidak menolak sedikitpun. Membalas juga tidak.

"Tinggi kamu udah ngelebihin Mama sekarang," Tante Zara berlinangan air mata.

Ya, dia adalah ibu kandung Rafa. Sudah bertahun-tahun keduanya berpisah, aku tidak tahu sejak kapan Tante Zara kembali ke tanah air. Tidak tahu juga sejak kapan Rafa mengetahui fakta itu, apalagi sampai mengetahui alamat rumah ini.

Tante Zara menatapku, seperti baru menyadari sesuatu. "Eh, ini siapa?" tanyanya sambil mengelap bekas aliran air mata dengan lengan baju.

"Halo tante, aku Rubi," aku menyalami tangannya.

"Rubi?" nada suaranya tampak terkejut.

"Iya tante, temennya rafa."

"Rubi itu bukannya pacar Rafa, ya?" terjadi keheningan di antara kami.

"Kalo gitu, ayo duduk dulu. Mama mau beli bahan makanan kesukaan Rafa sebentar, ya. Tungguin." Rafa mengangguk.

"Rubi mau makan apa?" aku bingung sendiri.

My Obsessive Friend (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang