"Minggir."
Suara bernada tegas itu mampu menarik perhatian penghuni kantin. Kini tatapan semua orang yang ada di sini tertuju pada meja paling pojok. Di sana terlihat ada enam orang, yang mana dua orang duduk di meja, satu orang yang wajahnya terlihat judes, dan satu orang lainnya di belakang siswi berwajah judes tersebut.
Karena tidak ada respon apapun dari mereka yang sepertinya mereka tidak peduli, Gifta Dei Valent kembali berbicara. Kali ini intonasi suaranya lebih keras daripada sebelumnya. "Minggir!" titahnya. "Itu tempat duduk gue sama temen gue!"
"Apa sih? Orang ini tempat duduk kita," sahut seorang siswi berkuncir kuda dan berani menatap Gifta dengan tatapan sinisnya.
"Sebelumnya temen gue udah duduk di sini! Lo pasti ngusir kan?"
"Mana mungkin kita ngusir. Dia aja kali yang bohong," sahut teman siswi itu yang rambutnya sedikit keriting.
"Nggak mungkin temen gue bohong." Ajeng Agnesia, sahabatnya Gifta itu mulai angkat bicara. Sama halnya dengan Gifta, Ajeng merasa emosi saat mereka merebut meja ini. Padahal mereka duluan yang menempati. Lalu setelahnya mereka bertiga berpencar untuk memesan makanan dan minuman, sementara ada satu yang menjaga meja ini, namun tiba-tiba meja ini ditempati orang lain. Pasti mereka mengusirnya, bukan?
"Ini ada apa sih? Kenapa pada rame banget begini?" Di pertengahan keributan mereka tiba-tiba Felina datang. Penasaran dengan ada apa yang mereka perbuat sehingga membuat menjadi tontonan semua orang. Bahkan karena penasarannya Felina sampai meninggalkan pesanan baksonya sebentar.
"Apa lagi pada bagi-bagi sembako nih ya?" sambung Luna di belakang Felina dengan membawa satu kantong plastik hitam berukuran besar.
"Luna!" Ajeng menatap sinis Luna. Padahal lagi serius-seriusnya, Luna masih saja menghancurkan suasana keseriusan ini.
"Iya, iya, mangap," jawab Luna seolah tahu apa maksud Ajeng. "Em, maaf maksudnya." Kemudian Luna mengangkat satu tangannya. "Ayo kalian silahkan ribut lagi."
Gifta menatap kedua siswi asing itu lagi. "Sekarang lo minggir!"
"Nggak mau."
"Gue hitung satu sampai tiga kalo kalian nggak pindah, gue bakal botakin kepala kalian," ancam Gifta.
"Satu."
"Dua."
Mendengar ancaman yang terdengar tidak main-main membuat kedua siswi itu terpaksa kalah. Mereka juga sebenarnya takut oleh ancaman Gifta. Siapa sih yang tidak mengenal Gifta? Hampir semua populasi murid di sekolah ini pasti tahu Gifta yang terkenal bar-bar. Sifat bar-barnya akan muncul jika ada yang mengganggunya, maka sifat baik Gifta pada orang itu langsung lenyap seketika.
Berdiri dari kursi secara bersamaan. "Iya, Kak, kita pindah." Kedua siswi itu menjawab bersama dengan senyuman mereka. Jenis senyuman yang terlihat sangat dipaksakan sekali.
Lalu kedua siswi itu baru pergi darisini. Walaupun adik kelas itu sudah pergi, tapi dimana keberadaan Hany? Jika dilihat secara keseluruhan di kantin ini, Hany tidak ada di sini.
"Ini pasti gara-gara temennya yang mukanya sok polos itu ngadu sama dia," bisik siswi rambut dikuncir pada temannya sambil berjalan.
"Iya. Seharusnya kita yang duduk di sana," balas temannya itu.
"Ngomong apa lo barusan?" Tanpa diduga Gifta menarik rambut mereka berdua dari belakang untuk menghentikan langkah mereka. Baru setelah mereka berhenti, Gifta menurunkan tangannya. Gifta mendengar sedikit apa yang mereka bicarakan, sehingga Gifta nekat memberhentikan mereka seperti itu.
Walaupun kesal, siswi rambut keriting itu berbalik menatap Gifta.
"Kita ngomong lagi laper," dustanya. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka lagi.Namun belum sampai tiga langkah, Felina menghadang mereka. "Nggak! Gue tadi denger lo ngatain temen gue," ungkapnya. Hey, jangan sepelekan telinga dari jagoan penggosip ini! Walaupun mereka berbisik-bisik, Felina masih dapat mendengar apa yang mereka bicarakan. "Minta maaf nggak lo!"
"Emangnya salah gue ngomong gitu? Emang bener kan temennya mukanya sok polos? Nggak usah marah-marah deh lo! Muka kalian udah kayak mak lampir tau. Emangnya muka lo lo pada mau sampai ke tingkat nek lampir?" ejek siswi berambut kuncir. Karena sudah emosi, tanpa sadar mulutnya yang gatal itu mengeluarkan unek-uneknya.
"Kurang ajar ya lo!" tandas Gifta Kemudian mendorong bahu siswi yang mengejeknya itu ke belakang. "Lo itu masih junior! Songong banget sama senior!" Walaupun peraturan senior dan junior sudah dihapus, tapi sudah sewajarnya keduanya harus saling menghormati dan menghargai. Dan perlu kalian tahu, Gifta akan menghormati pada siapapun. Namun ketika ada seseorang yang tidak menghormatinya, maka Gifta akan memperlakukannya begitu.
Sementara Felina justru mengambil kaca dari balik sakunya. Felina menatap wajahnya dari pantulan kaca, menatapnya jeli sambil memegang permukaan wajahnya. "Gue? Mirip nek lampir? Masih kalah jauh lah. Gue masih imut-imut kayak gini."
"Iya muka lo imut, Fel," balas Ajeng.
Felina menatap Ajeng tak percaya. "Serius?" tanyanya. "Makasih, Jeng. Lo emang bestie gue terbaik!"
"Imut sejenis kawanan monyet maksudnya."
Wajah Felina yang semula senang langsung berubah menjadi kesal. Lalu Felina memukul bahu Ajeng pelan. "Sialan lo."
Melihat emosi Gifta yang meluap-luap, Luna maju menghampiri Gifta. Mengelus bahu Gavin berharap tenang. "Gif, sabar, Gif. Orang sabar lobang hidungnya makin lebar."
"Gue nggak bisa sabar kalo ada yang ngehina gue sama sahabat gue!" pekik Gifta tanpa melihat Luna.
"Ini pada kenapa sih?" Teman mereka tiba-tiba datang dengan membawa tiga bungkus somay dan tiga air es jeruk. "Rin, ada apaan?"
"Itu masa orang gila nyuruh kita pindah tempat," jawab siswi berambut keriting.
"Heh, lo ngomong apa tadi!? Berani banget lo ya!"
"Berani! Emang gue kira gue takut sama lo doang!?"
Gifta menggulung ujung kerah seragamnya. "Fel, Lun, tunjukkan bakat kalian."
"Oke," sahut Luna dan Felina bersamaan.
Dalam sekejap suasana kantin langsung menjadi heboh dan berantakan. Pertengkaran terjadi tanpa izin di tengah-tengah kantin. Semua yang ada di kantin menyaksikan hal itu. Namun tidak ada satupun orang yang menghentikan pertengkaran itu. Bukan takut, tapi karena seru melihat orang bertengkar.
Gifta dan Felina menjambak rambut ketiga siswi itu. Siswi asing itu menjerit kesakitan karena kalah dalam adu Jambak. Maka dari itu, siswi berambut pendek melempar es jeruk ke arah Felina dan Gifta sehingga keduanya basah kuyup.
Sementara Luna bukannya mengikuti battle, justru duduk di kursi dan mengeluarkan snacknya ke atas meja sebagian. Lalu memakannya dengan santai sambil menyaksikan pertarungan di depan sana.
Ajeng menghampiri Luna dan duduk di kursi samping Luna. "Lo ngapain malah makan, Luna Saifudin?" tanyanya menyebut nama lengkap Luna secara asal.
"Tadi katanya Gifta nyuruh gue nampilin bakat. Yaudah gue tunjukin aja bakat makan banyak gue."
Ajeng menepuk keningnya. "Emang nggak guna ngomong ama serbuk kulkas!"
Kami Sahabat Sejati 3
Minggu, 26 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Kami Sahabat Sejati 3
Teen FictionDi suatu hari saat setelah kelulusan SMA bagi mereka, tiba-tiba ada sebuah insiden yang membuat semuanya harus melupakan persahabatan mereka ketika baru saja mereka duduk di bangku kuliah. Insiden yang bagai bom yang tiba-tiba menghancurkan persahab...