8. Main Bersama

22 8 1
                                    

Tidak terasa seminggu berlalu dengan cepat. Sebelumnya mereka belajar dengan sangat giat bahkan ada yang menggunakan sistem kebut belajar. Belajar materi pada pelajaran yang akan diujiankan. Dan waktu dimana ujian tiba, mereka mulai mengerjakan soal itu. Hingga sampailah pada hari terakhir ujian, mereka segera keluar kelas saat bel pulang telah berbunyi dan berkumpul bersama di pinggir halaman sekolah.

"Huh, akhirnya ujiannya kelar juga ya." Ajeng tiba-tiba muncul dari rombongan beberapa murid lalu bersorak semangat menghampiri mereka yang sudah lebih dulu berkumpul.

"Kok berasa cepet banget ya? Perasaan gue kemaren kayak mau ujian deh. Kok tiba-tiba udah kelar aja ya," gumam Alfia aneh.

"Jadi lo kepengen gitu ujian terus?" tanya Felina.

"Dih ogah ih!" jawab Alfia menatap Felina. "Tapi alhamdulilah banget soalnya gampang banget."

"Gampang?" tanya Gifta.

"Iya, gampang bikin otak gue ngeblenk," jawab Alfia.

"Tapi otak lo masih utuh kan?" tanya Gifta julid.

"Utuh dong."

"Aneh soalnya. Biasanya lo suka ngebacot sampai bibir lo dower kayak mulut bebek."

Alfia tidak menjawab omongan Gifta. Dia hanya memandangnya kesal.

"Semoga aja nilai ulangan kita bagus," ujar Hany.

Semua menjawabnya, "Aamiin."

Sebelumnya ini mereka sudah berusaha keras, tak lupa juga doa yang mengiringi usaha. Mereka benar-benar berharap akan berhasil, lulus, dan nilainya sangat memuaskan. Saat meninggalkan SMA, harus ada akhir yang memuaskan.

Tidak terasa mereka berenam sudah dewasa. Sebentar lagi mereka akan masuk universitas lalu masuk ke jurusan pilihan masing-masing. Padahal waktu SMP mereka selalu sekelas bersama. Tapi semakin menaik mereka mulai terbelah. Saat SMA beberapa dari mereka beda jurusan. Hany dan Alfia yang berada di jurusan IPA, sementara Felina, Gifta, Luna, dan Ajeng yang berada di jurusan IPS. Dan mungkin saat di universitas nanti, mereka akan terbelah lagi dengan memasuki jurusan pilihan mereka. Tapi walaupun kelas mereka berpisah, tapi hati mereka tidak akan berpisah. Karena mereka adalah sahabat sejati.

"Nanti kita main yuk!" ajak Ajeng.

"Ayuk!" jawab semuanya, kecuali Hany.

"Han, mau main?" tanya Felina.

"Hah?" Hany terkejut saat tiba-tiba Felina berbicara dengannya. Tidak terlalu mendengar jelas apa yang dibicarakan oleh Felina karena ia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri sekarang.

"Mau main?" tanya Felina dan Luna bersamaan.

Hany menggeleng lalu menundukkan kepalanya. "Nggak tau. Nanti aku izin sama Mama aku dulu," jawab Hany. Masih merasa ragu kalau akan diizinkan main. Tapi ujian nasional sudah berakhir, seharusnya Mamanya mengizinkan Hany main.

"Oke deh, nanti kita main di rumah Luna," ucap Felina yang sebelumnya sudah direncanakan. Dan lantas semuanya mengangguk bersamaan.

☘️☘️☘️

"Ayo guys, kita baris dulu!"

Perintah dari Ajeng membuat semuanya menurut. Saat ini mereka sudah berada di rumah Luna dan sekarang mereka sedang berdiri di halaman rumah Luna yang sangat luas. Rencananya mereka mau bermain lomba lari.

"Dih kayak mau vaksin aja!" gerutu Gifta melihat mereka yang berbaris berdempetan-dempetan secara horizontal. "Woy, minggir, Lun! Badan lo kepanjangan!" teriak Gifta. Mendorong bahu Luna agar sahabatnya itu segera menyingkir.

"Ah ilah! Di samping lo masih luas tuh. Seluas dosa lo!" balas Luna sambil menatap Gifta. Tidak mau kalah julid.

"Wah, berani ya lo!" Kedua mata Gifta semakin menajam. Lalu Gifta segera menarik kedua ujung lengan bajunya ke atas seolah-olah sedang menyiapkan ancang-ancang untuk bertarung dengan Luna.

Luna yang tak mau kalah segera menarik kedua tangannya ke depan, lalu menekuk kedua kakinya secara bergantian. Sama juga menyiapkan ancang-ancang bertarung.

Melihat Gifta dan Luna yang terlalu berlebihan membuat Ajeng emosi. Padahal tanpa Ajeng sadari, ia bahkan lebih parah bertengkar dengan Alfia sampai menghancurkan barang-barang di sekitarnya.

"Udah, udah! Kenapa kalian jadi gelut sih!" omel Ajeng.

Dan itu membuat Luna dan Gifta sadar. Namun sebelum kembali serius, Luna mengangkat kedua jari tangan kanannya sambil memandang Gifta sengit lalu menunjuk matanya kemudian mengarahkannya ke arah Gifta. Gifta juga melakukan hal yang sama.

"Ayo kita mulai!" ajak Alfia semangat dengan suara cemprengnya.

Namun baru saja mereka sudah bersiap-siap dengan posisi awal mereka yaitu dengan start jongkok, tiba-tiba Felina berbicara, "Eh bentar, kalo semuanya pada mau lari, terus siapa yang jadi jurinya?" tanyanya yang membuatnya menghancurkan keheningan itu.

"Suruh tuyul aja."

"Ajeng aja," usul Alfia.

Ajeng tak sungkan menolak. "Iya, gue aja. Gue males lari."

"Jadi maksudnya, si Ajeng itu tuyulnya?" tanya Hany.

"Nggak gitu!" jawab mereka semua, kecuali Luna.

"Ajeng itu bukan tuyul, tapi kujeng," kata Luna.

"Kujeng?" ulang Felina dan Alfia.

"Kuntilajeng."

Gifta memandang Luna emosi. "Luna, lo kayaknya pengen gue gaplok deh!"

"Udah, udah, woy! Kapan mulainya nih kalo kalian ribut mulu kayak bocah?" Felina berusaha mendamaikan keadaan.

"Kalo udah sampai di garis finish, gimana cara taunya? Kejauhan tau," protes Ajeng tiba-tiba karena memang halaman Luna seluas itu, juga pandangan Ajeng tidak terlalu bagus.

"Kamu terbang aja, Jeng,", saran Hany.

"Kalo nggak membelah diri," lanjut Luna.

Ajeng tersenyum kecut. Berusaha sabar. "Makasih sarannya yang nggak berguna.

Kemudian mereka mulai kembali berjongkok dan pandangan masing-masing fokus ke depan. Ajeng yang menjadi wasit segera menghitung waktu kapan mereka akan berlari.

"Satu, dua, tiga! Lari!!!!"

Setelah hitungan ketiga mereka langsung berlari. Tapi anehnya, kenapa Luna dan Hany hanya diam di sana start dan mempertahankan posisi start bersiap berlari sampai beberapa detik kemudian Luna nyungsep di posisinya karena tidak kuat menahan beban berat badannya terlalu lama.

"Luna sama Hany kenapa nggak ikutan lari? Malah cuman diem doang di sana," tanya Ajeng berusaha sabar.

Hany mengangkat kepalanya masih pada posisinya. "Soalnya kamu cuman nyebutin angka satu, dua, sama tiga sih," jawabnya dengan wajah polos seolah tidak tahu apa-apa.

"Heeh. Kita kan nomor empat sama lima. Harusnya nomor kita disebutin juga dong. Parah banget nih kita nggak dianggap," sahut Luna setuju dan segera kembali memulai posisi startnya lagi.

Ajeng tersenyum mendengarkannya. Kemudian berbalik badan dan berjalan menjauh dari Luna dan Hany sambil memegangi kepalanya sendiri yang mulai emosi. "Ya tuhan, sabar-sabar. Kapan-kapan gue bakal jual mereka dah di lapak online. Ikhlas lahir batin gue kalo mereka dibeli sama orang."

S A H A B A T

Sabtu, 25 Desember 2021

Kami Sahabat Sejati 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang