"Kampret, gue kesel banget. Gara-gara lo otak gue jadi puyeng kayak gini gara-gara ngerjain soal fisika."
"Tiga puluh delapan kali." Alvia menghembuskan napasnya kasar saat kembarannya, Alfia kembali mengulang perkataan yang sama sejak mereka keluar kelas tadi. "Lo udah ngomong kalimat yang sama selama tiga puluh delapan kali sejak tadi kita keluar kelas."
"Habisnya gue kesel! Udah tau gue nggak bisa ngerjain MTK, lo pake nyerahin kontrol tubuh lo ke gue."
Oh ya, Alvia dan Alfia sudah bisa hidup dalam satu badan. Setelah lewat lima kali bulan purnama, barulah mereka bisa hidup bersama untuk selamanya walaupun satu jiwa dengan nama Alvia Marshelina. Meskipun terkadang menyebalkan hidup dalam satu jiwa, tapi inilah satu-satunya cara agar keduanya bisa hidup.
"Maaf elah. Tadi itu gue ngantuk banget. Lo tau sendiri kan semalem gue begadang sampai jam dua pagi? Nah makanya itu! Gue itu paling nggak bisa ngerjain soal dalam keadaan ngantuk."
"Nggak peduli gue!"
"Yah ngambek," dengus Alvia. "Nasib nasib pake badan barengan kayak gini."
"Lagian Authornya bego banget bikin cerita! Mana ada orang yang hidup dalam satu badan."
"Iya, nyusah-nyusahin kita aja ya."
"Astaghfirullah gue berdosa banget ngatain Author. Maaf, Thor, gue nggak ada maksud ngehina lo tadi. Gue cuman ngatain aja."
"Sama aja itu," sahut Alvia dongkol.
"Udah ah, gue mau tidur. Pusing kepala gue. Bye!"
"Yeee.... Cemen banget lo gitu doang sampai pusing," sahut Alvia.
Namun beberapa menit kemudian Alfia tidak menjawabnya lagi. Alvia mendengus napasnya pelan. Sudah dapat dipastikan Alfia sudah terlelap tidur karena kepalanya pusing. Cepat sekali kembarannya itu tidur. Dalam waktu tiga detik, Alfia sudah terlelap dalam mimpinya.
"Yahhh malah tidur dianya."
Namun perhatian Alvia tiba-tiba tertuju pada seseorang yang dikenalnya itu sedang tiduran di atas lantai koridor. Entah apa yang dilakukannya, Tapi sejujurnya Alvia merasa malu karena semua orang memperhatikan sosok yang tiduran itu dengan tanda tanya dan bingung.
Alvia berhenti di depannya kemudian berjongkok. "Hany, lo kenapa tiduran di sini?"
"Via?" tanya Hany memastikan. Hany tahu siapa yang sedang berbicara dengannya karena gaya bahasa Alvia dan Alfia berbeda saat berbicara dengannya. Kalau Alvia berbicara dengannya menggunakan lo–gue, berbeda dengan Alfia yang berbicara dengannya menggunakan aku–kamu.
Melihat kedatangan Alvia, Hany segera bangun. "Nungguin kalian. Katanya kalian nyuruh aku tiduran di sini sambil nunggu kalian."
Alvia mengerutkan alisnya bingung. "Kata siapa?"
"Kata Kornet."
"Kornet?"
Hany menggaruk-garuk rambutnya sendiri. Sepertinya namanya bukan Kornet.
"Eh, namanya Jahe deng."
"Eh bukan! Namanya Jakung!"
"Jakung?" ulang Alvia jadi bingung sendiri.
"Kayaknya bukan Jakung deh. Siapa ya? Aku lupa." Hany kembali memikirkannya kembali. Padahal Hany sudah tahu namanya karena mereka yang memperkenalkan namanya, tapi bisa-bisanya Hany lupa sekarang.
Alvia menghela napas sabar. Lebih baik mengalihkan topik pembicaraan daripada mengobrol sesuatu yang membuat darahnya jadi tinggi. "Udahlah, Han, ke kantin aja yok!" ajak Alvia seger berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kami Sahabat Sejati 3
Teen FictionDi suatu hari saat setelah kelulusan SMA bagi mereka, tiba-tiba ada sebuah insiden yang membuat semuanya harus melupakan persahabatan mereka ketika baru saja mereka duduk di bangku kuliah. Insiden yang bagai bom yang tiba-tiba menghancurkan persahab...