17. Melunak

9 2 0
                                    

" mendamaikan hati memang sulit, seperti mendamaikan keadaan yang belum tentu tercapai"

*****

Naifa berjalan dalam diam, Ersya yang berjalan di sampingnya pun beberapa kali mengurungkan niatnya ketika ingin mengucapkan atau bertanya sesuatu pada Naifa.

Ersya terus saja menggaruk tangannya walau sudah memerah, kali ini Ia merasa gugup ketika berjalan bersama Naifa. Tidak biasanya Ia merasa gugup jika berdekatan dengan Naifa seperti sekarang. Ersya menarik nafas dan menghembuskan nya beberapa kali.

"Nai," panggil Ersya tampak ragu.

Naifa terus berjalan tampak menghiraukan panggilan Iqbaal, baru saja Ersya tampak lesu,tiba tiba jantungnya hampir meloncat ketika Naifa menjawab panggilannya,"Hem."

"Nggak jadi," gugup Ersya mengurungkan niatnya.

Naifa menghentikan langkahnya beberapa detik lalu berjalan lagi, "Ngomong aja," ucapnya tanpa berbalik menghadap Ersya yang tertinggal.

Ersya tampak gugup, Ia terus memegang dadanya karena jantungnya terasa berdegup dengan cepat,"Itu aku mau ajak kamu ke itu," ucap Ersya terbata bata.

"Ke."

"Ke pasar malam deket rumah kamu nanti malem," ucap Ersya dengan cepat.

Naifa memasukkan kedua tangannya ke saku jaket,"Gua tunggu di depan rumah jam 7 teng. Nggak pake telat," ucapnya meninggalkan Ersya sendiri.

Langkah Ersya terhenti, apa yang baru saja Ia dengar masih belum Ia percayai, apakah itu sebuah mimpi atau kenyataan. Ersya pun mencubit dan menampar pipinya beberapa kali, "Sakit. Nggak mimpi dong," ucap Ersya bermonolog.

Erysa pun meloncat senang ketika ajakannya di setujui oleh Naifa walau Ia sempat ragu saat mendengar nya. Ersya berlari dengan sesekali melompat senang,  beberapa kali tangannya menarik tanaman lalu menaburnya seperti bunga yang jatuh.

Di rumah, saat ini Naifa tengah menelungkupkan wajahnya ke dalam tempat tidur berteriak merutuki ucapannya tadi, ucapan yang seharusnya tidak Ia keluarkan.
Naifa merubah posisinya menjadi duduk, tangannya meraih ponsel yang berada si dalam tas. Setelah mencari nama Ersya Ia pun menuliskan beberapa kata untuk membatalkan ucapannya tadi dan memilih menolak ajakan dari Ersya.

Naifa mendesah kesal, Ia memandang layar Handphone miliknya lekat lalu memilih menghampus pesan tersebut sebelum Ia kirimkan kepada Ersya.

Naifa melempar kan handphone nya asal lalu merebahkan tubuhnya kembali, Ia memilih untuk memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.

Baru beberapa menit tertidur, Naifa terpaksa harus bangun ketika suara kaca jendela yang tengah di lempar dengan kerikil mengusiknya.
Naifa membuka kaca jendela dengan mata setengah tertutup, baru saja membuka horden, keningnya harus merasakan nyeri akibat kerikil yang mengenai kening nya.

Naifa mengusap keningnya yang terasa nyeri, mata yang tadinya menutup ahirnya terbuka dengan lebar,"Sakit woy!," Teriak Naifa melihat ke bawah.

Ersya reflek membuang kerikil di tangannya, "Eh maaf maaf, aku nggak tau kalau udah di buka," ucap Ersya panik.

Naifa menatap Ersya kesal,"Butak lo!," Teriak yang masih merasakan nyeri di keningnya.

Ersya panik,"Aku nggak tau. Bener deh tadi aku nggak sengaja," ucap Ersya menyesal.

Naifa berdecih menatap Ersya datar,"Mau apa lo kesini?."

Naifa berbalik mengambil sesuatu yang sempat Ia simpan di dekat tanaman, "Itu aku mau ini," tunjuk Ersya menaikan rantang yang berada di tangannya.

"Iket tuh, gua tarik," suruh Naifa menunjuk tali yang menggantung dekat dinding.

Ersya tersenyum mengambil tali yang ada di dekat dinding, "Nggak kebawah aja buat ambil," tanya Ersya mendongak menatap Naifa.

Naifa menatap Ersya datar dan melepaskan tali yang sempat Ia pegang, "Bawa pulang aja kalau Lo mau."

Ersya panik langsung mengambil rantang dan mengikatnya dengan tali tersebut, "Eh jangan, ini aku iket kok."

Naifa menarik rantang tersebut ke atas, setelah berada di depannya Ia menarik rantang tersebut dan melepaskan ikatannya. Naifa berbalik mengambil sesuatu dan mengikatnya ke tali lalu menurunkan nya.

Ersya tampak bingung ketika menangkap kantung plastik yang Naifa turunkan dari tali," ini apa?," Tanya Ersya melihat barang yang ada di dalam kantung.

Naifa mengikat tali tersebut agar tidak terjatuh ke bawah, "Minum sama jaket lo yang ketinggalan."

Ersya mendongak menatap Naifa cemberut, "Kan aku minta kamu simpen, kenapa di balikin," ucapnya mengeluarkan jaket dari kantung tersebut.

"Nggak butuh gua. Udah punya banyak."

Ersya menatap jaket tersebut sendu, Ia memeluk jaket tersebut erat namun bibirnya tersenyum ketika mencium aroma parfum yang biasa Naifa kenakan, " kurang banyak nyemprot minyak wanginya," ucap Ersya tersenyum senang pada Naifa.

"Pulang sana," usirnya yang jengah dengan kelakuan Ersya yang aneh.

Ersya menghirup aroma jaket tersebut dalam, "Siap. Nanti jam tujuh aku kesini," pamit Ersya bersorak senang.

Naifa menatap aneh pada Ersya yang tengah berjalan dengan riang, bukankah Ia sempat sedih namun tiba tiba saja tersenyum senang hanya karena aroma jaket yang sama dengan parfum yang biasa Ia pakai.

Malam harinya Naifa yang sudah berganti pakaian pun berdiri di depan cermin untuk melihat penampilan," berlebihan kagak sih," ucapnya meneliti pakaian nya.

Naifa meraih jaket yang ada di atas meja, "Bodoamat lah," putusnya berjalan keluar kamar tidak lupa menguncinya dengan rapat.

Naifa berjalan menuruni tangga, Ia melihat sang mama tiri tengah tersenyum menatap layar televisi. Setelah masalahnya dengan ibu dan keluarga nya, mama tirinya memang tampak lebih ceria dari biasanya.

"Mau jalan?," Tanya nyonya Abraham saat Naifa berjalan melewati ruang keluarga.

Naifa menghentikan langkahnya dan menatap Nyonya Abraham datar, "Hemm."

Nyonya Abraham meneliti tubuh Naifa dari atas sampai bawah, "Jangan pulang malem malem, mama tiri tunggu di sini," ucapnya memberi petuah.

Naifa menatap Nyonya Abraham aneh, tidak biasanya Ia memberikan wejangan kepadanya seperti sekarang, "kesambet?," Tanya Naifa memastikan.

Nyonya Abraham mengangkat bahunya tidak tahu,"Nggak. Cuma menjalankan tugas sebagaimana Mama Tiri," jelasnya santai sembari memakan snak di tangannya.

"Oke."

"Dah sana pergi. Pacarnya udah nunggu di depan," usir Nyonya Abraham.

Naifa mendengus berjalan menuju luar rumah, di sana sudah terdapat Ersya yang tengah berdiri membelakangi nya," Ersya," panggilnya membuat Ersya berbalik menatap Naifa.

Ersya tersenyum lembut, tangannya terangkat agar Naifa mengaitkan tangannya untuk berjalan bersama.

Bukannya menerima tangan Ersya, Naifa lebih memilih memasukkan kedua tangannya ke kantung jaket dan berjalan lebih dulu meninggalkan Ersya.

Ersya  berjalan dengan cepat menyusul Naifa, "Gandengan dong biar romantis," ajaknya mencoba meraih tangan Naifa.

"Tuh sama pohon," tunjuk Naifa pada pohon di sisi jalan.

Tidak menyerah Ersya terus berusaha meraih tangan Naifa , "Nggak ah. Aku kan sukanya ke kamu bukan ke pohon," ucapnya masih terus berusaha.

Dengan gesit Naifa terus menghindari tangan Ersya, "Gua nggak," ucapnya membuat Ersya menatap nya dengan sendu.

Setelah itu hanya ada keheningan di antara mereka, keduanya fokus pada kepalanya masing masing.

"Terkadang sebuah kejujuran memang menyakitkan"

*****

Jangan Jatuh Cinta PadakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang