Holiday Camp

2.7K 96 17
                                    


"PUNCAK? Mba, yang bener aja lu?! Mana boleh gua keluar jauh kalo ga karena acara sekolah" protes terhadap hadiah yang diberikan atas berakhirnya pentas seni.

Mba Elis, "semua seneng-seneng aja kok, lu kalo ga bisa gapapa ga ngikut." Toleran-nya. Tapi gua yakin lu pasti dateng, huhhuyyy" optimis mba Elis.

"Bodo ah gua balik duluan" berjalan meninggalkan gedung

Pikirannya terbang kesana-kemari hanya untuk satu alasan kepergiannya ke puncak. Maklum, Nadin juga termasuk anak rumahan dengan aturan pergaulan yang ketat.

"Jan sampe ngikut lu, bakal rusak mood gua di puncak liat elu" celetuknya belakang Nadin yang tengah membuka pintu berlabel exit.

"Cih, jujur aja napa sih kalo lu tuh ga bisa ga ngeliat gua sehariii aja." sahutnya

Nadin meninggalkan Rizky di dalam gedung tanpa cakap panjang, ia hanya memikirkan satu alasan kuat untuk pergi ke puncak. Jujur, sebenarnya dialah yang tak bisa meninggalkan kesempatan langka ini untuk PDKT dengan Rizky

***


"Mamah! Mamahhh??"

"Mamah keluar nad," sahut papah dari bilik tamu.

"Kemana pah? Bukan-nya sekarang libur kerja? Terus balik kapan?"

"Cuman bilang mau ketemu temen-nya, kenapa kamu teriak-teriak gitu?" Seorang sugar Daddy dengan koran seputar politik di genggaman tangannya.

"Emm, pah." Nadin memtuskan untuk berbicara dengan papah-nya terlenih dahulu. "Aku mauuu ijin pergi ke puncak boleh?" Buncah-nya.

"Puncak? Sama siapa?" Papah muda itu membalikkan halaman bacaan-nya.

"Jadi, setelah berakhirnya pentas seni tadi, bapak kecamatan tuh ngasih hadiah panitia duit. Jelas sih engga cukup buat kita ke puncak,"

"terus ngapain ke puncak?"

"Dengerin dulu pah, jadi semuanya setuju kalo kita ke puncak dengan biaya yang di tanggung sendiri-sendiri. Dan uang dari bapak camat di pake makan-makan disana... Gitu"

Singkat penjelasan dari Nadin yang menatap ngemis wajah sang papah. Ia membiarkan papahnya memikirkan sejenak keputusan apa yang akan ia berikan.

"Iya kan pah? Aku mana pernah keluar lagi sejak PERSAMI setahun lalu di Karawang. Itu aja pake disusulin mamah lagi, ntar lagi kelulusan SMA, kapan lagi pah?"

Matanya tak berhenti mengemis, kedua lututnya menempel pada lantai, tangan-nya memijat pelan paha sang papah.

"Papah sih boleh aja, gatau mamah."

"Makanya papah rayu mamah lah, kan papah kepala rumah tangga. Jadi harusnya keputusan di papah dong" cemberut Nadin tak puas dengan jawaban yang didengarnya

Nadin melanjutkan aksi ngemis-nya "ayolah pah boleh kan?!"

Mata-nya mulai berkaca, sementara ia masih bersimpuh depan sang papah. Suara gesekan gerbang rumahnya pun terdengar jelas dari dalam. Iya, mamah Nadin.

"Lagi ngapain nak?" Meletakkan kunci mobil di sebuah laci dekat ruang tamu

"Mah, gini..." Bangkit cemas, "pentas seni Nadin selesai loh hari ini,"

"Syukur dong, biar ga stres aja mukamu tiap pulang ke rumah,"

"lepas tuu, bapak camat ngasih kita hadiah uang! Jadi kita kan rapat tadi, akan digunakan apa uang itu, dan voting terbanyak makan2 mah." Matanya menatap hangat mamah didepan, bersiap melanjutkan inti kalimat yang belum diucapnya.

RIZKY DAN NADINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang