SEKULA

2.2K 85 30
                                    

Nadin pergi tatkala suasana menjadi dingin tiba-tiba, sambil berjalan ia berusaha menjawab teka-teki dalam kepalanya. Sementara otaknya berpikir keras, ia nyaris tak menghiraukan panggilan mba Elis dan Sania yang dilewatinya acuh beberapa detik lalu.

" NADIN" lirih Sania tegas. " Woi! Nad, dinnn" ulangnya beberapa kali.

mba Elis dan Sania memandang heran Nadin yang masih saja berjalan abai menuju lift. Mba Elis  mengejarnya dengan cepat, " astaga nad!" Menarik pundak kirinya.

" Eh, mba Elisss"

" elu kalo bolot engga nanggung-nanggung ya naddd, mikiriiinnn appa elu haaa?? Mana jalan udeh kek orang kesuurupannn dirasukin jin setan gitu lagi," ia mengatur napasnya sebelum melanjutkan kalimatnya. Dibelakang, Sania ikut menghampiri Nadin dengan gelengan kepala.

" Tau enggaa sih, itu si sania dari tadi manggil-manggil elu kaga disautinn. Kalo engga karna kita pikir ini rumah sakit," memandang Sania. " Udah gua keluarin suara basah gua nad."

Nadin menyungging senyum mendengar celotehan mba Elis, dan sekali lagi ia teringat dengan adegan tadi malam dimana Anzali jatuh sakit.

Sania, " btw, lu mau kemana nad? Pulang ninggalin kita?" Menebak sembrono.

" Adehhh, lebay bingit sih kaliann. Gua lagi engga fokus aja, eh malah dikira kerasukan.. Awas-awas luu doa noh." Kritik Nadin takut. " Tadi entuh nyokap nelpon, yaa katanya gua di suruh pulang sekarang gitu, lagian gua udah jenguk Anzali yeee. Elu pada belum kan? iya kan?" 

" Eh, setoppp!" Menghentikan langkah Nadin yang akan memasuki pintu lift. " Elu pulang, kita juga pulang. Lu pikir kita mau lama-lama disini? Kenal si Anzali aja kagaaa." Ujar Sania frontal.

Nadia diam tak berkutik di tempatnya, ia menyemburkan napasnya alih-alih melontarkan alasan yang tak lepas dari sahutan mba Elis dan Sania. " Kalau begituuu, gimana kalo kita pulang aja sekarang? Jenguknya ya kapan-kapan aja, kalau nemu dia lagii. Gimana? Soalnya tadi juga pas gua masuk, si Anzali sama Rizky engga bernyawa gitu." Hasut Nadin santai.

" M-maksud lu?" Sania tak habis pikir dengan teman-nya.

" Yaelah. Maksud gua bobok kali saa, masak kaga paham sihh,"

mba Elis menambahkan, "tadi lu kata jenguk mereka?" 

" Lah emangg. Kan gua kaga ada entuh bilang ngomong-ngomong sama mereka, yang penting gua tadi dateng nemuin mereka walaupun lagi tidur. Gua doain Anzali kelar. Bukankah itu sama dengan menjenguk?"

Mereka bertiga terdiam sejenak kemudian tenggelam dalam tawa masing-masing. Tak banyak lalu lalang di sekitar sana yang berpaling memperhatikan mereka. Sampai akhirnya mereka balik ke Jakarta, dan esok hari Nadin dan Sania berubah menjadi seorang pelajar di SMAN 1 Jakarta Selatan.

***

Bel tanda dimulainya jam pertama tiba.

 " ...Degradasi moral, ini merupakan suatu problematika besar yang dialami masyarakat hingga kini, dan peningkatannya terus terjadi di kalangan remaja. Hal inilah yang menumbuhkan kekhawatiran para tetua negeri pada masa depan bangsa, dimana kalangan muda yang seharusnya menjadi titik tolak kebangkitan malah terjerembab dalam induk problematika itu sendiri, terhanyut dalam sikap egoisme, apatisme, dan bahkan skeptisme. Penyebabnya tiada lain adalah pengaruh budaya asing yang kian meracuni pikiran, ketidaksempurnaan proses sosialisasi, kurangnya pendidikan orang tua, juga tingkat pendidikan yang rendah..."

Suara penjelasan pria paruh baya berkacamata tebal dan bertubuh besar yang mengampu pelajaran moral sosial itu memenuhi seluruh penjuru ruangan kelas 12 Eksosfer. Para siswa terlihat memperhatikan dengan seksama meski masih ada beberapa siswa lain yang mengabaikan dan memilih menyibukkan diri dengan buku tulis di hadapannya. Nadin termasuk salah satu di antara mereka. Ketimbang mendengarkan dengan baik, ia lebih suka memfokuskan diri dengan menyempurnakan tahap akhir dari teka-tekinya yang kemarin sempat tertunda.

RIZKY DAN NADINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang