Hujan selalu datang di waktu yang tidak tepat
Saat masih di Negeri Bintang Jatuh, pernah satu hari hujan turun dengan lebatnya dari sore sampai pagi lagi. Akibatnya para guru tercerai dan terpisah di penginapan yang berbeda. Untungnya saat itu masih malam hari, sehingga tidak mengganggu kegiatan di pagi nanti. Tapi bagaimana jika semisal hujan turun lagi?
Di negeri terakhir sering sekali hujan turun dengan lebatnya. Aku rasa di atas sana, sebelum menjadi hujan, awan-awan itu punya perasaannya masing-masing. Sebagai orang yang masih butuh tidur di malam hari, tentu aku dan para guru di Negeri Hujan Lebat beraktivitas di pagi harinya. Aku rasa awan-awan memperhatikan kami dari atas sana. Mulanya dia sendirian, tapi lama-lama dia kumpulkan kawannya itu dan bersama melihat kami mondar-mandir dari pagi sampai siang. Ia berkomplot dengan temannya, matahari, supaya dinaikkan suhu permukaan bumi pagi-pagi. Siangnya setelah aku bersyukur bahwa tidak turun hujan, awan-awan bersama kawan-kawannya tertawa hingga mata mereka basah karena air matanya sendiri. Maka turunlah hujan. Aku bisa merasakan deru tawa awan itu mengalir di pipiku yang sedang berkegiatan.
Jika hujan turun, maka aku akan berlarian menuju tempat aku menggantung jubah milikku. Jubahku terbuat dari bahan khusus, yang bisa menyerap tenaga matahari. Namun energinya akan semakin berkurang apabila dia tidak kering. Maka ketika hujan, ini adalah perlombaan antara aku dengan waktu. Melihat aku berlari-lari mengambil jubahku, tentu awan-awan makin tertawa dengan keras.
Begitu juga ketika siang hari para guru mengadakan lomba dan perayaan. Kami yang sudah dibekali macam-macam sebelum pergi ke negeri bisa saja tahan menghadapi hujan yang makin siang makin deras. Tapi tidak bagi penduduk setempat. Aku juga sebenarnya tidak begitu tahan dengan hujan, sebab sebelum pertapaanku dulu, aku pernah diuji oleh guruku dengan diminta untuk menerobos hujan, namun aku tidak lolos ujian itu. Makanya aku memutuskan untuk melakukan tapa supaya menggantikan ujianku yang tidak lolos itu.
Jadi aku sebenarnya tidak terlalu suka dengan hujan, karena dia selalu datang di waktu yang tidak tepat.
Tetapi, kalau kudengar ceritanya, guru-guru di Negeri Hujan Lebat nampaknya sudah berdamai dengan hujan. Jauh sebelum kedatanganku dan partner, mereka sudah mengalami dua badai yang mahadahsyat. Tidak hanya hujan, tetapi juga angin taufan, puting beliung, dan air bah yang meluap-luap. Mereka menjalani itu selama belum bertemu aku. Jika aku yang menjalaninya, pastinya aku tidak akan sekuat mereka. Lihat saja, ujian dari guruku saja aku gagal menjalaninya. Mereka adalah orang-orang kuat yang sudah bisa berdamai dengan hujannya masing-masing.
Pernah aku bertanya kepada mereka bagaimana caranya berdamai dengan hujan? Tapi pertanyaan itu tidak pernah mereka jawab. Namun, kalau kuperhatikan, kurasa guru-guru di Negeri Hujan Lebat lebih suka menjawab dengan perbuatan secara langsung, tidak terbatas pada kata-kata. Kulihat mereka tidak pernah menunggu hujan berhenti untuk melakukan perjalanan, sebab mereka tahu semakin lama hujan akan terus-terusan turun. Mereka memperhatikan hujan, membayangkan tubuh mereka yang akan basah, air matanya yang akan saru, dan awalnya mulai menunggu. Tetapi selama aku di sana, mereka bisa berjalan melewati hujan dengan senyum tersungging di wajahnya. Mereka menari di tengah hujan, menari melawan badai. Mereka mampu menemukan kebahagiaan meskipun kadang senyum mereka tertutup oleh rintik-rintik hujan.
Ternyata mereka sudah menyajikan jawabannya padaku, bahwa aku pun, harus juga mulai belajar menikmati hujan dan menari dengannya.
Ada salah satu anak di Negeri Hujan Lebat adalah turunan dari Newton yang termahsyur itu. Cuma kalau kulihat, dia memang berbakat tapi keinginannya belum lagi tumbuh. Mungkin saat itu dia belum pernah tertimpa apel saat sedang duduk di pohon. Tapi aku yakin bahwa hal itu bukanlah suatu masalah, sebab guru-guru di sini bisa menumbuhkan pohonnya sendiri. Pohon-pohon yang ditumbuhkan di Negeri Hujan Lebat bisa membawa harapan anak-anak dan gurunya, disuburkan oleh tawa awan dan hujan, juga memiliki tanda pengenal unik laksana sidik jari yang berbeda pada tiap-tiap manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Sebelum Pindah ke Kampung Sebelah
AventuraDongeng pengabdian kesehatan Sobat Mengajar Indonesia di Provinsi Lebak Aku yang sehabis melakukan tapa dan mendapatkan ilmu ringan badan, langsung menuju Lebak untuk berkelana dan bercengkerama dengan alam dan masyarakat